Konten dari Pengguna

Ketika Jumlah Perokok dan COVID-19 Meroket Bersama

Amelia Putri
Saya seorang mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia yaitu Universitas Indonesia dengan jurusan yang saya tekuni saat ini yaitu Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
15 Januari 2021 12:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amelia Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: merdeka.com Artikel ini dibuat oleh Amelia Putri dan Rifka Putri Salma
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: merdeka.com Artikel ini dibuat oleh Amelia Putri dan Rifka Putri Salma
ADVERTISEMENT
Pada Desember 2019 lalu, terjadi sebuah wabah virus Corona yang muncul di Kota Wuhan, China. Wabah ini kemudian berkembang menjadi pandemi yang menyebar dengan cepat ke seluruh dunia, salah satunya Indonesia. Hingga saat ini, wabah COVID-19 masih berkembang secara global. Per Tanggal 14 januari 2021, kasus COVID-19 di Indonesia bertambah sebanyak lebih dari 11 ribu kasus dan telah mencapai total angka 800 ribu kasus. Seiring kasus COVID-19 yang terus meningkat, keprihatinan masyarakat tentang tingkat keparahan penyakit dan kerentanan populasi juga meningkat. Apalagi penularan virus Corona ini dapat ditularkan dengan cepat yaitu terjadi dari orang yang terinfeksi ke orang lain di sekitarnya melalui droplet. Coronavirus sebagai penyebab COVID-19 merupakan jenis virus RNA, dimana virus ini mudah bermutasi. COVID-19 akan menyerang tubuh manusia melalui Angiotensin Converting Enzyme-2 (ACE-2) yang berada di saluran pernapasan manusia. Akibatnya dapat memicu terjadinya Acute Lung Injury (ALI) dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang bisa berujung pada kematian. Keadaan penularan dan manifestasi COVID-19 oleh komorbiditas dapat meningkatkan risiko kematian akibat infeksi COVID-19, salah satunya kebiasaan merokok.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari P2PTM Kementerian Kesehatan RI, asap tembakau mengandung sekitar 4.000 bahan kimia, 400 Zat Berbahaya, dan 43 Zat Penyebab Kanker. Kandungan ini membuat rokok memiliki risiko terhadap penggunanya, yaitu dapat meningkatkan dan memicu berbagai penyakit dan kondisi kesehatan seperti gangguan fungsi jantung, paru-paru, penyakit mulut, kanker, dan lainnya. Tak hanya pada penggunanya, merokok juga memiliki dampak negatif terhadap orang lain yang menghirup asap rokok atau perokok pasif. Perokok pasif meningkatkan risiko seseorang untuk terserang kanker paru-paru sebanyak 25 persen dan juga meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Karena merokok dapat merusak fungsi paru-paru, tubuh pun akan lebih sulit melawan penyakit pernapasan akibat coronavirus ini sehingga akan berdampak lebih parah bahkan menyebabkan kematian.
ADVERTISEMENT
Hubungan antara kebiasaan merokok dengan COVID-19
Peneliti dari HSDM Harvard menyatakan bahwa merokok, vaping, dan penggunaan tembakau meningkatkan risiko infeksi dengan membuat paru-paru seseorang lebih rentan terhadap penyakit termasuk COVID-19. Dari hal tersebut dapat kita ketahui bahwa rokok dapat melemahkan fungsi organ vital kita yakni pada saluran pernapasan dan perlu diketahui bahwa COVID-19 juga merupakan penyakit yang menyerang saluran pernapasan manusia. Selain itu, seperti yang kita ketahui, merokok memiliki banyak dampak negatif terhadap kesehatan yaitu orang dengan penyakit komorbid atau penyerta lebih rentan untuk terkena COVID-19 dan/atau mengalami gejala serius dari COVID-19.
Terdapat bukti lain dimana perokok lebih rentan untuk memiliki gejala-gejala COVID-19 yang lebih parah jika dibandingkan dengan bukan perokok. Dikutip dari sebuah penelitian oleh the New England Journal of Medicine, perokok memiliki risiko mengalami gejala sebesar 2,4 kali lebih parah jika terkena COVID-19 dibandingkan dengan bukan perokok. Perokok yang terpapar COVID-19 akan memiliki risiko penyakit lebih berat dalam pernapasan hingga perlu perawatan di ICU, penggunaan ventilator sampai resiko kematian. Hal ini didukung oleh penelitian dari Chinese Medical Journal yang mengatakan bahwa angka kematian adalah 14 kali lebih tinggi pada perokok dibandingkan pada individu normal.
ADVERTISEMENT
Tahukan anda? Ada sebuah fakta menarik yang menghubungkan antara kegiatan merokok dengan COVID-19 yakni sebuah reseptor Angiotensin Converting Enzyme-2 (ACE-2). Menurut Leung dan Sin dalam European Respiratory Journal (2020), Angiotensin Converting Enzyme-2 (ACE-2) merupakan enzim yang menempel pada permukaan luar atau membrane sel di beberapa organ seperti paru-paru, jantung, ginjal, dan usus. Reseptor ACE-2 diperlukan oleh penyebab COVID-19 yaitu SARS-CoV-2 Virus untuk menempel pada permukaan sel di saluran pernapasan. Sementara tembakau memiliki kandungan nikotin, dimana nikotin ini merupakan salah satu zat yang dapat mengaktifkan reseptor ACE-2.
Selain itu, perokok juga memiliki beberapa kebiasaan saat merokok yang dapat meningkatkan risiko terpapar virus COVID-19 diantaranya adalah ketika merokok pasti seseorang tidak mengenakan maskernya, banyak dari para perokok yang senang merokok sambil berbincang, ketika merokok berarti jari (dan kemungkinan rokok yang terkontaminasi) bersentuhan dengan bibir yang meningkatkan kemungkinan penularan virus dari tangan ke mulut, produk rokok yang menggunakan selang (shisha) menggunakan penutup mulut dan selang, yang dapat memfasilitasi penularan COVID-19 di lingkungan komunal dan sosial (WHO, 2020). Risiko lain yang kemungkinan besar sering terjadi di kalangan perokok adalah saat merokok bersama, mungkin diantaranya merupakan OTG COVID-19. Istilah OTG atau orang tanpa gejala mengacu pada kondisi dimana seseorang terjangkit COVID-19 tanpa menunjukan gejala pada umumnya. Sehingga apabila perokok melakukan kontak dengan OTG saat merokok yang tentu saja tanpa masker dan mungkin tidak menjaga jarak akan menjadi sangat berisiko untuk tertular COVID-19.
ADVERTISEMENT
Tren merokok di masa pandemi COVID-19
Menurut RISKESDAS 2018, jumlah perokok di Indonesia saat ini adalah sekitar 75 juta orang atau 33 persen dari jumlah penduduk Indonesia dan tertinggi ketiga di dunia. Komnas Pengendalian Tembakau melakukan survei perilaku merokok terhadap 612 responden dari berbagai daerah di Indonesia selama 15 Mei-15 Juni 2020. Sebanyak 50,2 persen responden yang merupakan perokok aktif mengatakan bahwa jumlah konsumsi per batang rokok terhitung tetap dan bahkan meningkat (15,2 persen) selama masa pandemi. Krisna seorang pengajar dari Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia juga mengatakan bahwa tren pengeluaran untuk rokok memiliki pengeluaran tetap dan 13,1 persen meningkat.
Sementara itu, dikutip dari CNN Indonesia, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyebutkan bahwa dari beberapa risetnya menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan risiko terkena COVID-19. Salah satu jurnal yang ia sebut juga menunjukkan kerentanan laki-laki memiliki risiko lebih tinggi terkena COVID-19 karena kebiasaan merokok lebih tinggi. Selain itu, data dari RS Persahabatan per 15 September 2020 menunjukan bahwa dari 400 pasien COVID-19 laki-laki, sebanyak 62 persen diantaranya merupakan perokok.
ADVERTISEMENT
Kenaikan jumlah perokok dan tingginya risiko COVID-19 di kalangan perokok ini tentu harus menjadi perhatian lebih bagi pemerintah maupun masyarakat pengguna rokok untuk mengendalikannya.
Upaya Mengatasi Kenaikan Jumlah Perokok
Untuk melindungi masyarakat dari konsekuensi kesehatan yang merusak dari penggunaan tembakau ini, WHO telah mendesak otoritas nasional untuk mengikuti rekomendasi dan komitmen mereka di bawah Konvensi Kerangka Kerja WHO tentang Pengendalian Tembakau, dalam konteks tanggapan mereka terhadap pandemi COVID-19. Lalu, kira-kira apa saja kontribusi pemerintah dalam menangani penggunaan rokok ini? Beberapa negara telah melarang penjualan produk tembakau atau mengambil tindakan untuk mengurangi penggunaan tembakau, mengingat potensinya untuk meningkatkan kemungkinan penularan virus. Misalnya, di India, penjualan produk tembakau dilarang ketika negara tersebut di lockdown pada April 2020, negara tersebut mewajibkan orang untuk menahan diri dari mengonsumsi produk tembakau tanpa asap di depan umum untuk mencegah penyebaran COVID-19. Salah satu solusi seperti ini juga bisa diadopsi loh oleh berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun, pemerintah tak dapat melakukannya hanya dari satu pihak saja, maka dari itu perlunya kontribusi dari masyarakat. Apa yang bisa masyarakat lakukan untuk mengurangi penggunaan rokok? Pertama, mengubah pemikiran tentang merokok merupakan pendekatan yang terbukti berhasil untuk berhenti. Namun, masyarakat tidak bisa hanya sekedar menyadarkan diri mereka secara sendiri. Maka dari itu, perlunya kontribusi tenaga kesehatan dalam bidang promosi kesehatan, dengan cara mengadakan intervensi secara masif mengenai bahaya dari merokok, memberikan keterampilan untuk mengubah kebiasaan, salah satunya keterampilan untuk menolak ajakan merokok dengan bijak, sehingga dapat mewujudkan niat positif para perokok untuk berhenti merokok. Ternyata, dukungan dari orang-orang sekitar juga berpengaruh loh untuk mewujudkan perilaku berhenti merokok.
ADVERTISEMENT