Pedagang Kaki Lima dan Dampak Negatifnya di Pasar Tanah Abang

Amelia Nurahma Rizkyanti
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
15 Desember 2022 14:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amelia Nurahma Rizkyanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber foto dari pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber foto dari pixabay.com
ADVERTISEMENT
Apa itu pedagang kaki lima?
Sebelumnya, mungkin kita akan mulai dengan pasar terlebih dahulu. Pasar merupakan tempat berlangsungnya interaksi jual beli antara penjual dan pembeli. Banyak hal yang dijual di pasar seperti sayuran, buah-buahan, pakaian, dan sebagainya. Dalam artikel ini, kita akan lebih terfokus pada satu pasar yang cukup terkenal di segala kalangan yaitu, Pasar Tanah Abang.
ADVERTISEMENT
Siapa yang tak kenal dengan salah satu pasar yang cukup padat ini?
Pasti di antara kita pernah dengar atau bahkan tahu betul tentang pasar ini. Pasar yang terletak di ibu kota ini cukup memiliki kontroversi di dalamnya. Di mulai dari banyaknya keluhan sebagian masyarakat mengenai pasar ini. Keluhan ini memiliki beberapa alasan di antaranya, kesemrawutan kota, banyaknya PKL yang tidak taat aturan, dan lain sebagainya.
Pedagang kaki lima atau biasa kita kenal dengan sebutan PKL adalah sebutan untuk orang yang berjualan di bahu-bahu jalan. Pemerintah Kota Jakarta sudah memberikan mandat kepada satpol PP untuk menertibkan para pedagang kaki lima ini dengan berbagai macam cara, salah satu contohnya yaitu memberikan lapak baru kepada para pedagang yang tidak menggangu pihak mana pun. Namun sayang, sepertinya segala usaha pemerintah untuk menertibkan pasar ini belum membuahkan hasil.
ADVERTISEMENT
Apa saja dampak negatif dari keberadaan pedagang kaki lima ini?
Beberapa dampak negatif adanya pedagang kaki lima di Pasar Tanah Abang di antaranya :
Berikut ini penjelasan mengenai beberapa dampak negatif tersebut :

1. Menjadi Salah Satu Penyebab Kemacetan

Sebutan ibu kota sangat identik dengan kota yang berisi bangunan-bangunan besar dan megah, jalan layang yang dibangun dengan kokohnya, dan juga keramaian yang ada di mana-mana. Namun kemacetan menjadi salah satu permasalahan yang cukup pelik untuk diatasi di ibu kota. Banyak hal yang dapat menjadi puncak kemacetan, salah satunya adalah banyak pedagang kaki lima yang menjajakan barang dagangannya di bahu jalan. Para PKL menggunakan trotoar dan pinggiran toko sebagai tempat berjualan (Permadi, 2007).
ADVERTISEMENT
PKL disebut sebagai salah satu penyebab kemacetan dikarenakan PKL umumnya tidak mempertimbangkan lahan parkir untuk para pembelinya sehingga mereka memarkir kendaraannya di pinggir jalan hingga terjadi penyempitan jalan untuk kendaraan lain yang mengakibatkan kemacetan.

2. Banyaknya Sampah Yang Berserakan

Tanah Abang menjadi kecamatan penghasil sampah terbanyak di Jakarta Pusat. PKL merupakan salah satu pedagang penghuni pasar yang abai terhadap sampahnya. Sehingga terlihat banyak sampah yang dihasilkan dari tempat PKL berjualan ini. Sedangkan, sampah juga menjadi permasalahan yang belum memiliki solusi di ibu kota sampai saat ini. Sumber sampah terbanyak berasal dari pasar tradisional dan pemukiman (Penulis, PS. 2008). Hal ini dapat terjadi mungkin karena para pedagang malas untuk membung sampah mereka dan pada akhirnya menyebabkan sampah tersebut menumpuk dan berserakan.
ADVERTISEMENT
Terdapat berbagai macam jenis sampah yang dihasilkan setiap harinya, ada sampah yang mudah terurai, dan ada sampah yang sulit terurai. Di Indonesia, sekitar 60-70% dari total volume sampah yang dihasilkan merupakan sampah basah dengan kadar air antara 65-75% (Penulis, PS, 2008). Fakta ini dapat menunjukan dampak negatif adanya pedagang kaki lima yang tidak taat aturan.

3. Menutupi Akses Lalu-Lalang Pejalan Kaki

Pejalan kaki juga merupakan salah satu pihak yang merasakan dampak negatif dari keberadaan pedagang kaki lima di Pasar Tanah Abang. Hal ini disebabkan karena penyalahgunaan dari fungsi bahu jalan yang ada. Seperti yang kita sudah ketahui, seperti apa kepadatan yang ada di salah satu pusat perbelanjaan ini. Bukan hanya ramai dari sisi pedagang dan pengunjungnya tetapi kita juga bisa melihat keramaian dan kepadatan dari sisi kendaraan yang berlalu-lalangnya. Akses di bawah jembatan penyeberangan multifungsi Tanah Abang di Jakarta Pusat berbahaya bagi pejalan kaki di malam hari. Tidak tersedia trotoar nyaman bagi pejalan kaki (Nurfaizah, Ayu, 2022).
ADVERTISEMENT
Yang menyebabkan para pedagang berjualan di sepanjang trotoar ini adalah dikarenakan tidak tersedianya lapak yang layak bagi para pedagang, dan juga para pedagang lebih memilih untuk mencari tempat berjualan yang strategis dibandingkan dengan mementingkan fungsi dari trotoar itu sendiri. Sepanjang jalur trotoar menuju gedung pusat perbelanjaan Tanah Abang masih terlihat para PKL dengan bebas berjualan di atas trotoar. Cuma menyisakan sedikit ruang untuk pejalan kaki (Inge, Chicilia, 2019).
Tidak dapat dipungkiri, bahwa sebenarnya bahu jalan tersebut dibuat untuk keamanan para pejalan kaki. Dengan adanya pedagang kaki lima, pejalan kaki pada akhirnya kesulitan untuk mendapat area berjalan yang aman lagi.
Daftar Pustaka :
Inge, Chicilia. (2019). Melirik PKL yang Menjamur di Trotoar Tanah Abang. Diakses pada 8 Desember 2022 dari link https://www.merdeka.com/jakarta/melirik-pkl-yang-menjamur-di-trotoar-tanah-abang.html
ADVERTISEMENT
Nurfaizah, Ayu. (2000). Akses Berbahaya Bagi Pejalan Kaki di Bawah Jembatan Tanah Abang. Diakses pada 6 Desember 2022 dari link https://www.kompas.id/baca/metro/2022/11/09/jalanan-di-bawah-jembatan-tanah-abang-berbahaya-bagi-pejalan-kaki?utm_source=kompasid&utm_medium=link_shared&utm_content=copy_link&utm_campaign=sharinglink
Penulis, PS. (2008). Penanganan dan Pengolahan Sampah. Bogor : Niaga Swadaya
Permadi, Gilang. (2007). Pedagang Kaki Lima : Riwayatmu Dulu, Nasibmu Kini. Bogor : Yudhistira