Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Green Hotel atau Green Washing: Manakah yang Sesuai dengan Realita Saat Ini?
20 Juni 2024 17:28 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Amelia Septia Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Industri perhotelan adalah salah satu sektor penunjang utama pariwisata di Yogyakarta, sebuah destinasi wisata terkenal di Indonesia. Popularitas Yogyakarta yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, terutama dalam sektor pariwisata, telah menyebabkan peningkatan signifikan dalam jumlah hotel yang beroperasi di kota ini. Data dari Bappeda DIY (2024) menunjukkan bahwa jumlah hotel di Yogyakarta meningkat dari 790 unit pada tahun 2020 menjadi 1.924 unit pada tahun 2023, menunjukkan tren peningkatan yang konsisten. Pertumbuhan ini menandai perkembangan ekonomi yang positif, namun juga menimbulkan tantangan baru yang dapat merusak kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal.
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan drastis jumlah hotel memberikan tekanan tambahan pada lingkungan, termasuk peningkatan polusi, penggunaan air yang berlebihan, dan produksi sampah yang meningkat. Seperti yang dikemukakan oleh Amin (2001), hotel seringkali dipandang sebagai bentuk imperialisme, entitas yang hanya peduli pada keuntungan dan eksploitasi sumber daya lokal tanpa memperhatikan dampak sosial dan lingkungan yang dihasilkan. Dalam konteks ini, konsep “Green Hotel” menjadi relevan sebagai solusi untuk menyeimbangkan keberlanjutan lingkungan dan tanggung jawab sosial.
Green Hotel adalah solusi?
Sekretariat ASEAN (2016) mendefinisikan Green Hotel sebagai hotel yang ramah lingkungan dan menerapkan ukuran yang jelas untuk pelestarian energi. Menurut ASEAN Green Hotel Standard, terdapat 11 kriteria dan persyaratan utama untuk sebuah hotel ramah lingkungan, seperti kebijakan lingkungan, penggunaan produk ramah lingkungan, kolaborasi dengan komunitas lokal, manajemen limbah, efisiensi energi dan air, serta pengendalian polusi.
ADVERTISEMENT
Namun, penerapan konsep Green Hotel sering kali tidak sesuai dengan kenyataan. Pengalaman pribadi penulis menginap di sebuah hotel yang mengklaim ramah lingkungan di Yogyakarta menunjukkan adanya kontradiksi. Meskipun hotel tersebut mempromosikan penggunaan produk ramah lingkungan, kenyataan di lapangan justru berbeda.
Saat penulis berkunjung ke resto hotel, juga shock mereka menggunakan sedotan plastik, serta mereka juga menggunakan botol plastik dalam kamar, sungguh ironis. Beberapa tamu juga berkomentar tentang ketidaksesuaian antara klaim ramah lingkungan dan kenyataan di lapangan.
Saat menginap di hotel yang mengklaim dirinya ramah lingkungan, saya terkejut menemukan bahwa fasilitas yang disediakan justru menggunakan kemasan sekali pakai. Sebagai tamu yang peduli terhadap lingkungan, saya merasa kecewa melihat sampo dan perlengkapan mandi lainnya dikemas dalam botol plastik yang hanya digunakan sekali.
ADVERTISEMENT
Beberapa tamu lain juga menyatakan pendapat serupa. Mereka menyatakan bahwa hotel ini seharusnya menawarkan fasilitas yang lebih ramah lingkungan, terutama karena mereka menggambarkan diri mereka sebagai hotel ramah lingkungan. Penggunaan plastik untuk sampo dan perlengkapan mandi di kamar mandi sebaiknya diganti dengan alternatif lain, dan stasiun isi ulang air seharusnya benar-benar dimanfaatkan.
Tamu lain mengungkapkan kekecewaannya terhadap hotel ini, berharap bahwa perlengkapan mandi yang disediakan lebih berorientasi pada konsep zero-waste, yang berarti mengurangi penggunaan plastik dan lebih banyak menggunakan bahan yang dapat didaur ulang atau ramah lingkungan.
Ada juga yang menambahkan bahwa hotel ini membanggakan label 'eco' mereka, namun tetap menggunakan botol plastik sekali pakai untuk sampo dan shower gel di kamar mandi. Hal ini sangat bertentangan dengan klaim ramah lingkungan yang mereka promosikan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penggunaan tanaman yang menghiasi hotel ini justru menimbulkan masalah baru, seperti serangan nyamuk yang mengganggu kenyamanan tamu, beberapa tamu menulis ulasan terdapat banyak nyamuk di area hotel. Komentar tamu tentang masalah ini mencerminkan ironi bahwa penghijauan hanya menjadi tameng dalam kepalsuan pemasaran.
Greenwashing: Tren yang Serius dan Berbahaya
Pengalaman ini menimbulkan pertanyaan serius tentang apakah hotel-hotel yang mengklaim ramah lingkungan benar-benar berkomitmen pada prinsip-prinsip keberlanjutan atau hanya menggunakan label “green” sebagai strategi pemasaran untuk menarik pelanggan yang semakin sadar lingkungan. Greenwashing, istilah yang digunakan untuk menggambarkan praktik-praktik yaitu praktik pemasaran yang menyesatkan untuk memberikan kesan bahwa produk, layanan, atau kegiatan operasional mereka ramah lingkungan, padahal kenyataannya tidak demikian.
ADVERTISEMENT
Nampaknya Praktik greenwashing di industri perhotelan makin marak terjadi, berikut tindakan-tindakan greenwashing yang sering terjadi di industri perhotelan:
Untuk mencapai status sebagai Green Hotel yang sesungguhnya, hotel-hotel perlu mengadopsi langkah-langkah konkret dan transparan dalam operasional mereka, serta berkomitmen pada perbaikan berkelanjutan. Tamu juga harus menghindari terjebak dalam greenwashing, tamu perlu lebih cerdas dan kritis dalam mengevaluasi klaim ramah lingkungan dari hotel-hotel. Membaca ulasan tamu dan melakukan riset terlebih dahulu sebelum menginap bisa menjadi langkah awal yang efektif. Dengan demikian, tamu dapat berkontribusi dalam mendukung praktik perhotelan yang benar-benar bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat dan memastikan bahwa klaim ramah lingkungan bukan sekadar lip service.
ADVERTISEMENT