Konten dari Pengguna

Katakan Tidak Pada Menonton Film Bajakan

Rahmi Afiah Ardan
Undergraduate student.
31 Desember 2020 15:30 WIB
comment
13
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rahmi Afiah Ardan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: dokumentasi pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: dokumentasi pribadi.
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, teknologi serta informasi dan transaksi elektronik (ITE) telah berkembang dengan pesat. Perkembangan teknologi serta ITE tentu membawa dampak yang positif dan sangat membantu dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, perkembangan ini juga tentunya memiliki sejumlah dampak negatif, salah satunya adalah makin mudah dan maraknya penyebaran film-film secara ilegal atau yang biasa disebut film bajakan.
ADVERTISEMENT
Menurut KBBI, film adalah lakon (cerita) gambar hidup, sedangkan bajakan adalah hasil mengambil ciptaan orang lain tanpa sepengetahuan dan seizinnya. Melihat dari definisi-definisi tersebut, dapat kita simpulkan bahwa film bajakan adalah suatu cerita gambar hidup yang diambil atau dipergunakan tanpa sepengetahuan dan seizin penciptanya. Tidak sedikit film dalam negeri ataupun luar negeri yang disebarluaskan ataupun diunduh melalui berbagai situs ilegal. Survei yang dilakukan oleh YouGov untuk Coalition Against Privacy (CAP) dari Asia Video Industry Association (AVIA) mengungkapkan bahwa 63% konsumen online di Indonesia masih mengakses situs film bajakan. Sebanyak 35% pengguna ISD (Illicit Streaming Devices), sebuah perangkat streaming ilegal, menggunakan situs IndoXXI (Lite) dan menjadikannya sebagai suatu aplikasi populer.
Apa dasar hukum larangan menyebarluaskan dan mengunduh film secara ilegal?
ADVERTISEMENT
Menyebarluaskan dan mengunduh film tanpa memiliki perizinan yang jelas melalui media apapun tentu saja melanggar hak cipta film yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta. Berdasarkan Pasal 40 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, film atau karya sinematografi merupakan ciptaan yang dilindungi oleh undang-undang. Hal tersebut diperjelas dalam Pasal 25 Ayat (2) yang berbunyi “Hak ekonomi Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan: a. Penyiaran ulang siaran; b. Komunikasi siaran; c. Fiksasi siaran; dan/atau d. Penggandaan Fiksasi siaran.” Ciptaan tersebut juga dilarang untuk disebarluaskan tanpa izin dengan tujuan komersial, hal ini tercantum dalam Pasal 25 Ayat (3) yang berbunyi “Setiap Orang dilarang melakukan penyebaran tanpa izin dengan tujuan komersial atas konten karya siaran Lembaga Penyiaran.” Pelanggaran terhadap hal ini akan berakibat hukuman sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 118 ayat (1) yang berbunyi “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” dan pasal 118 ayat (2) yang berbunyi “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf d yang dilakukan dengan maksud Pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).”
ADVERTISEMENT
Terkait maraknya konsumen online yang masih menonton film dari situs tak resmi atau bajakan, sutradara dan artis peran, Joko Anwar, memberikan kritik kepada mereka melalui sebuah postingan di instagram pribadinya pada 23 Mei 2019 lalu. Sutradara film “Gundala” tersebut memulai kritiknya dengan menceritakan perjuangan para kru dan pemain film yang tidak mudah, “Kru dan pemain film kerjanya nggak glamor. Jam 3 pagi udah bangun, jam 4 pagi udah di lokasi suting, masuk hutan, ngelakuin adegan berbahaya mempertaruhkan kesehatan bahkan nyawa, makan debu, istirahat di mana aja termasuk trotoar, ada yang jatuh kecapean, ada yang masuk rumah sakit, semua kerja keras demi karya.” tulisnya. Tidak berpanjang lebar, takarir singkat berisi dua paragraf tersebut ditutupnya dengan sindiran pedas untuk para pembajak film, “Tarohlah kalian nggak ada alokasi uang untuk nonton secara legal. Merasa lucu bilang kopi kalian murah lah. Tapi, kalau lalu kalian curi hasil kerja kami, kalian bajak dengan ketawa-ketawa? Di mana kemanusiaan kalian?” Joko Anwar pun menyampaikan rasa kekecewaannya saat melihat banyak tautan film dalam negeri bajakan yang dibagikan secara meluas melalui berbagai platform, ia merasa patah hati dan hilang harapan bahwa pemerintah Indonesia serius mendukung atau memahami mengenai industri kreatif.
ADVERTISEMENT
Menanggapi maraknya kasus pembajakan film atau karya sinematografi di Indonesia, pemerintah pun akhirnya mengambil langkah nyata sedikit demi sedikit. Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Johnny G. Plate, mengatakan bahwa Kemkominfo telah memblokir sebanyak lebih dari 1.000 situs streaming video ilegal alias bajakan. Johnny berpandangan bahwa pemblokiran situs streaming ilegal merupakan tindakan yang harus dilakukan karena hal tersebut merugikan berbagai pihak dan berdampak negatif pada kegiatan bisnis dengan negara lain. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa menyiarkan dan menonton film bajakan akan mematikan kreativitas anak bangsa. Negara harus dapat menghormati intelektual yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri ataupun bangsa lainnya. Untungnya, tindakan pemblokiran situs streaming ilegal yang dilakukan pemerintah pun berbuah manis. Hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh YouGov menggambarkan bahwa perilaku menonton film dari situs bajakan yang dilakukan masyarakat Indonesia telah mengalami penurunan sebesar 55% dalam 10 bulan terakhir. Dengan dukungan dari analisis data lalu lintas Indonesia yang dilakukan oleh Coalition Against Privacy (CAP) AVIA, survei YouGov pun mengidentifikasi bahwa jangkauan keseluruhan ke situs streaming bajakan menurun 68% antara Agustus 2019 dan Juni 2020.
ADVERTISEMENT