Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Amien Rais-Rizal Ramli Berulah Lagi
25 Agustus 2023 20:52 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Amirudin Mahmud tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat akan menentukan judul tulisan, terus terang saya sempat ragu apakah pilihan kata “berulah” itu tepat? Agar tidak salah paham terlebih perlu dijelaskan arti kata “berulah”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berulah itu diartikan sebagaibertingkah laku, bertindak, bersikap (menyalahi norma, kaidah, adat)
ADVERTISEMENT
Berawal dari berita yang menyebutkan bahwa mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli dan Ketua Majelis Syuro Partai Umat Amien Rais mendatangi gedung KPK untuk menyampaikan pengaduan terkait laporan dugaan korupsi atas Gibran Rakabuming Raka, Wali kota Solo yang juga putra sulung Jokowi.
Menyampaikan laporan, gagasan, kritik terhadap lembaga negara semisal KPK itu dilindungi oleh undang-undang. KPK juga saya yakin akan menerima setiap aduan dan kritik dari siapa pun. Hanya perlu dicatat hal itu wajib disertai dengan bukti, argumentasi dan sesuai prosedur yang berlaku.
Yang janggal bagi saya adalah saat para sesepuh itu terkesan tak mampu mengendalikan diri. Marah-marah, menyudutkan pemerintah secara umum juga Presiden Jokowi secara khusus. Menuduh Jokowi membangun dinasti. Jokowi dianggapnya berperilaku seperti raja. Jokowi dituduh mendesain Gibran guna menjadi Cawapres.
ADVERTISEMENT
Mereka selama ini dikenal sebagai para oposan yang kerap mengkritisi dan menyudutkan pemerintahan Jokowi. Mereka seperti memiliki dendam kusumat terhadap Jokowi. Belum lama mereka menyerukan people power, ingin menjatuhkan Jokowi dari kepresidenan. Tapi sayang rakyat tak menyambutnya, justru sebaliknya berbagai survei menunjukkan kepuasan terhadap kinerja Jokowi dari waktu ke waktu mengalami kenaikan hingga tembus 80 persenan. Sebuah prestasi yang konon tak pernah diraih oleh presiden-presiden sebelumnya.
Kemarahan mereka katanya karena tak bisa bertemu dengan pimpinan KPK, padahal untuk sebuah pengaduan atau menyampaikan bukti baru misalnya dapat disampaikan kepada pegawai KPK yang bertugas. Toh, nanti akan diproses sesuai prosedur. Tak etis jika mereka memaksakan kehendak. Sepatutnya mereka bijak, menempuh prosedur yang ada di KPK. Tak perlu marah-marah apalagi sambil ancam sana, ancam sini.
ADVERTISEMENT
Kedua tokoh di atas sebenarnya orang-orang hebat. Amien Rais dikenal sebagai guru besar politik, motor reformasi. Pernah mencalonkan diri sebagai Presiden walau gagal. Sejak memimpin Muhammadiyah, Amien Rais disebut sebagai cendekiawan muslim Indonesia yang mumpuni. Pernah menjadi Ketua MPR RI, mendirikan partai PAN dan Partai Umat, Amien Rais bukan orang sembarangan tentunya. Saya juga sempat mengaguminya dulu.
Demikian dengan Rizal Ramli, dikenal sebagai ekonom tangguh. Dia era Presiden KH Abdurahman Wahid karirnya sangat moncer sebagai salah satu menteri berprestasi. Di era Jokowi juga pernah menjabat sebagai Koordinator Menteri Kemaritiman. Entah alasan apa Jokowi akhirnya melengserkannya. Saya juga menghormati beliau sebagai tokoh nasional yang hebat dalam bidang ekonomi.
Entah kenapa keduanya berupa menjadi sosok yang gemar menyerang, mencaci, mengancam. Pemerintahan Jokowi menjadi sasaran mereka. Bahkan lebih jauh keduanya kerapkali menyerang Jokowi secara personal. Keduanya seperti orang yang memilki dendam terhadap Jokowi. Dua kali Pilpres, Amien Rais bersama Prabowo hadapi Jokowi.
ADVERTISEMENT
Belakangan di negeri ini banyak para sesepuh yang sangat aktif dalam perpolitikan Indonesia. Soal masih aktifnya mereka sebenarnya tak masalah. Yang menjadi masalah adalah sikap dan perilaku mereka yang suka memaksakan kehendak. Seakan paling hebat, paling berjasa. Semua salah, layak dicaci maki.
Mereka tak berkaca. Tidak melakukan introspeksi diri. Tak menyadari bahwa usia mereka tidak muda lagi. Mereka adalah para manula yang sepantasnya menjadi contoh dan teladan untuk semua, generasi muda khususnya. Ambisi politik tak sepatutnya membabibuta. Para manula politik itu sudah saatnya menjadi seorang negarawan? Negarawan dan politisi itu berbeda.
Yudi Latif seorang cendekiawan terkemuka dalam sebuah diskusi di Gedung MPR/DPR/DPD RI beberapa tahun yang lalu mengatakan bahwa negawaran memberikan jiwa raganya untuk negara, sedangkan politisi mencari sesuatu untuk jiwa raganya dari negara. Negarawan memberikan jiwa raganya untuk negara, sehingga dapat menjadi pahlawan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, negarawan memberikan apa yang dapat diberikan kepada negara, sedangkan politisi mencari apa yang bisa diperoleh dari negara. Karena itu, banyak politisi yang terjebak pada kasus hukum dan praktik korupsi.
Yudi menegaskan, negarawan tidak kaya. Dia mencontohkan, para pendiri bangsa yang merelakan jiwa raganya untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia, hidupnya biasa saja. Para pendiri bangsa, berdebat habis-habisan dalam forum-forum diskusi untuk menegakkan ideologi, tapi berteman akrab dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia negarawan adalah orang yang ahli dalam kenegaraan (pemerintahan); pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan.
Saya ingat dengan mantan Presiden BJ. Habibie. BJ Habibie menurut saya adalah seorang negarawan sejati. Karenanya ia sangat dihormati, dikagumi dan dicintai oleh semua lapisan masyarakat di akhir hayatnya. Kehadiran beliau menginspirasi pada generasi muda untuk selalu bergerak, berbuat sesuatu, memberikan apa yang dimiliki untuk bangsa dan negara.
ADVERTISEMENT
BJ Habibie menjadi model ilmuwan, birokrat, dan politisi. Sebagai negarawan BJ Habibie di masa tuanya menjadi tempat rujukan semua politisi untuk meminta petuah dan nasihat. Andai Pak Amien Rais dan Pak Rizal Ramli memilih jalan seperti Pak BJ Habibie di masa tuanya saya yakin keduanya tak dibuli, dicaci banyak orang di masa tua.
Menurut saya, manusia itu harus pandai memainkan peran dan posisi. Dunia akan berputar terus, silih berganti peran datang dan pergi. Maka sepatutnya manusia itu pertama senantiasa menjadi orang yang bermanfaat. Berkarya terus sesuai dengan tuntutan, kondisi dan zaman. Manusia bijak adalah mereka yang bisa memerankan peran sesuai kapasitas diri, tuntutan dan zaman di mana ia hidup.
Kedua, jadilah seperti padi. Semakin berisi semakin menunduk. Usis dan ilmu bertambah sejatinya kudu diimbangi dengan akhlak dan rendah hati. Jangan sombong. Jangan merasa hebat. Kemudian serta merta menyalahkan orang lain.
ADVERTISEMENT
Ketiga, dunia itu tidak abadi. Sebagai umat beragama, kita semua meyakini bahwa tujuan akhir kehidupan adalah akhirat. Sepantasnya seiring dengan bertambahnya usia manusia lebih dekat lagi pada Tuhan dengan memperbanyak ibadah.
Walhasil, tulisan ini sekadar nasihat untuk diri sendiri. Jika anda menganggapnya relevan itu sebuah anugrah Tuhan. Semoga kebenaran dan kebaikan selamanya dipahami sebagai kebenaran dan kebaikan. Demikian sebaliknya. Wa Alllahu ‘Alam Bishawab.