Konten dari Pengguna

Bersyukur Menjadi Guru

Amirudin Mahmud
Sehari-hari saya bekerja sebagai guru sekolah dasar. Menulis menjadi bagian penting dalam keseharian sebagai iktiar berbagi kebaikan dan kebahagian.
12 September 2023 6:11 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amirudin Mahmud tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kegiatan dalam kelas (Dok.pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan dalam kelas (Dok.pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tak pernah terpikirkan sebelumnya saya memilih kuliah di fakultas keguruan. Orang tualah yang memberi ultimatum agar saya memilih jurusan di fakultas tempat calon guru menimba ilmu tersebut. Awalnya saya tertarik ke ilmu filsafat.
ADVERTISEMENT
Alasannya sederhana, saat itu saya pernah mendengar bahwa filsafat itu induknya ilmu pengetahuan. Saya tak berpikir tentang masa depan pasca kuliah. Saya hanya ingin melanjutkan belajar. Titik.
Ternyata orang tua saya berpikir jauh ke depan. Menurutnya, kuliah itu di samping untuk mencari ilmu juga menyiapkan diri guna bisa bersaing memperoleh pekerjaan. Sepengetahuannya, di kampung itu yang kerjanya enak guru. Guru tidak kerja di tempat yang kotor seperti dirinya sebagai petani.
Pekerjaannya ringan dalam pengertian tidak mengandalkan otot (tenaga). Guru itu bersih. Sedikit necis, saat itu loh. Kalau sekarang sih necis beneran. Mereka memperoleh gaji. Terlebih jika berstatus PNS, kehidupan mereka tercukupi. Ya, walaupun harus diakui kehidupan guru saat itu tidak seperti sekarang. Saat ini kehidupan guru jauh lebih sejahtera.
Ilustrasi kampus. Foto: Shutterstock
Karena kurang minat, saya sempat berharap gak diterima di PTN. Sehingga saya bisa kuliah di tempat lain dengan memilih jurusan yang saya kehendaki. Tapi, nasib berkata lain. Saya diterima di fakultas keguruan di salah satu institut negeri di kota Semarang.
ADVERTISEMENT
Saya pun berusaha menerima keadaan. Belajar menyesuaikan diri. Seiring waktu saya mulai mencintai disiplin ilmu keguruan. Walaupun tak sepenuhnya senang saya dapat mengikuti mata kuliah yang disampaikan dalam kelas.
Namun demikian, saya masih mengoleksi buku-buku filsafat. Membacanya hingga tuntas walaupun kadang gak paham sepenuhnya. Sampai ada teman mengatakan kamu ini sebenarnya calon guru atau pemikir? Kok bukumu banyak yang mengupas tentang filsafat. Waktu itu saya menjawab, “saya ini calon guru filsafat,” hehehe, hebat bukan?
Setelah dilakoni saya baru sadar bahwa guru merupakan profesi yang sangat mulia. Mengajar itu pekerjaannya para nabi. Bahkan tuhan pun telah mendidik dan mengajar manusia. Bukankah dalam Al Quran diceritakan bagaimana Allah mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada nabi Adam as. Allah telah menegaskan dalam kitab suci-Nya, “Dialah yang mengajarkan manusia segala yang belum diketahui”. (QS. Al Alaq ayat 5)
Ilustrasi guru di sekolah inklusi. Foto: Shutter Stock
Guru memang profesi yang sangat mulia. Paling tidak ada beberapa alasan yang mendasarinya. Pertama, guru mengenalkan manusia dengan Tuhannya. Ilmu pengetahuan itu mengantarkan manusia mengenal Tuhannya. Sebab alam semesta sebagai objek ilmu pengetahuan adalah ciptaan tuhan yang tak lepas dari hukum dan kendali-Nya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan guru berperan mentransfer ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada yang lain dalam hal ini adalah siswa-siswinya. Jadi sangat jelas guru telah berjasa membimbing manusia mengenal dan mendekati tuhan.
Kedua, guru memanusiakan manusia. Seperti diketahui pendidikan sejatinya adalah proses memanusiakan manusia. Sebagai makhluk yang diciptakan tuhan dengan bentuk ciptaan yang paling baik di antara semua makhluk manusia dibekali berbagai potensi termasuk potensi berpikir dengan akalnya.
Potensi-potensi tersebut wajib dikembangkan guna dapat mencapai pada kesempurnaan. Mengembangkan potensi itu membutuhkan bimbingan, pelatihan, pengajaran serta pendidikan. Dan itu semua menjadi tugas guru. Gurulah yang mendampingi seseorang ke ara kesempurnaannya sebagai manusia.
Ilustrasi Orang Tua Berbicara dengan Guru Anak di Sekolah. Foto: Shutterstock
Ketiga, guru membekali peserta didik berbagai keterampilan guna menghadapi kehidupan. Hidup itu tidak mudah. Butuh perjuangan dan kerja keras. Tak cukup itu, dibutuhkan juga keterampilan hidup. Kaitan dengan ini eksistensi guru dibutuhkan. Guru membimbing, menggali dan mengembangkan bakat yang dimiliki manusia, kemudian diwujudkannya sebagai keterampilan hidup (skill).
ADVERTISEMENT
Siapa guru itu?
Banyak pendapat untuk menjawab pertanyaan di atas. Saya mengutip beberapa definisi dari para ahli. Menurut Prof Zakiyah Derajat guru adalah petugas lapangan dalam pendidikan yang selalu berhubungan dengan murid sebagai objek pokok dalam pendidikan. Sedangkan Ngalim Purwanto (1995) mengatakan bahwa guru adalah orang yang pernah memberikan suatu ilmu atau kepandaian tertentu kepada seseorang atau kelompok orang
Bagi saya guru adalah mereka yang mengajar, membimbing, melatih dan mendidik. Mengajar maknanya mentransfer ilmu pengetahuan. Membimbing berarti mendampingi perkembangan fisik dan psikis seorang. Melatih artinya menggali dan mengembangkan bakat.
Ilustrasi guru dan orang tua. Foto: Shutter Stock
Sedangkan mendidik adalah rangkaian ketiganya. Karena tugas berat yang diemban guru tersebut, pakar pendidikan Munif Chatib menyebut guru siap menjadi manusia pembelajar. Menjadi guru tidak boleh berhenti belajar. Dia dituntut mampu menjawab segala persoalan yang dihadapi dalam mengemban tugas profesinya.
ADVERTISEMENT
Dalam terminologi Islam ada beberapa istilah yang disematkan kepada guru. Hal itu terkait dengan fungsi dan tugas yang berbeda-beda. Prof Muhaimin menyebutnya sebagai berikut:
1. Ustaz adalah orang yang berkomitmen terhadap profesionalitas, yang melekat pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja serta sikap kontinous, improvement.
2. Mu’alim adalah orang yang mempunyai ilmu dan mampu mengembangkan serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktis atau sekaligus melakukan transfer ilmu/pengetahuan, internalisasi amaliah (implementasi).
3. Murabby adalah orang yang mendidik dan mempersiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk menimbulkan pengaruh uang positif bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
4. Mursyid adalah orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri, menjadi pusat panutan, teladan dan konsultan bagi anak didiknya.
ADVERTISEMENT
5. Mudaris adalah orang yang memilki kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
6. Mu’adib adalah orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban berkualitas di masa depan.
Menurut saya, sebagai tenaga professional guru sepantasnya melaksanakan semua peran dan fungsi di atas, yakni sebagai ustaz, mu’alim, murabby, mursyid, mudaris, dan mu’adib. Sehingga guru bisa memaksimalkan perannya dalam mengantarkan manusia ke arah kehidupan yang lebih baik. Lebih sejahtera, bahagia dunia dan akhirat.
Demikian, guru dituntut memilki komitmen kuat, semangat tinggi, kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas. Menjadi guru tidak boleh asal-asalan. Asal mengajar. Asal datang. Sebab di pundak mereka ada tanggung jawab yang berat.
ADVERTISEMENT
Menjadi guru tidak sebatas profesi atau pekerjaan yang terkait dengan penghasilan. Jadi guru juga bernilai ibadah jika dilaksanakan dengan penuh pengabdian dan keikhlasan. Pengabdian dan keikhlasan adalah sisi lain kemuliaan seorang guru.
Alhasil bersyukurlah jika anda menjadi guru. Guru itu sangat mulia. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Seorang bisa menjadi pejabat, pengusaha sukses, tokoh masyarakat atau lainnya, semua berutang jasa kepada guru. Tak heran jika Sayidina Ali Karramallahu Wajhah pernah mengatakan, aku siap menjadi hamba kepada orang yang mengajariku walau satu huruf.