Refleksi 1 Tahun Tragedi Kanjuruhan: di Mana Letak Keadilannya?

Ammar Kadafi
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
Konten dari Pengguna
21 Oktober 2023 9:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ammar Kadafi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto bersama peserta bedah film dan diskusi di lapangan parkir Student Center (SC) UIN Jakarta
zoom-in-whitePerbesar
Foto bersama peserta bedah film dan diskusi di lapangan parkir Student Center (SC) UIN Jakarta
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tanggal 1 Oktober 2022 menjadi hari paling kelam dalam sejarah sepak bola Indonesia. Insiden fatal yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, beberapa saat setelah pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga satu. Lebih dari 130 orang meninggal dunia dalam tragedi tersebut.
ADVERTISEMENT
Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Ciputat mempertanyakan di mana letak keadilan itu setelah satu tahun berlalu dengan menggelar bedah film dan diskusi di Halaman Parkir Student Center (SC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Rabu (18/10/2023).
Acara tersebut mengangkat tema “Usut Tuntas Segala Bentuk Ketidakadilan”. Kholil, Kordinator Lingkar Studi Ciputat menjelaskan tujuan diadakannya acara ini untuk menggugah kesadaran dan kepekaan mahasiswa dan masyarakat umum dalam menyikapi isu-isu lokal maupun nasional secara kritis.
“Selain untuk memperkaya khazanah Intelektual, acara ini juga sebagai bentuk penanaman jiwa kritis dan keterlibatan mahasiswa, serta masyarakat umum mengenai isu-isu yang berada di sekitar kita,” jelas Kholil.
“Nisan Tanpa Keadilan” sebuah film dokumenter yang di produksi Watchdoc dan rilis pada 1 Oktober 2023 menjadi pilihan sebagai bahan diskusi. Film yang memperlihatkan investigasi mendalam Tragedi Kanjuruhan. Serta seluk beluk persidangan yang hingga kini dirasa masih jauh dari keadilan.
ADVERTISEMENT
Dikemas dengan gaya penceritaan dokumenter, film ini menampilkan pandangan keluarga dari 135 lebih orang yang menjadi korban dalam peristiwa nahas tersebut, suporter, sampai ahli hukum yang mengawal kasus Kanjuruhan.
Firda Dsari Amnesty dari Chapter UIN jakarta, dan Zulfikar dari Distrik Hukum Tata Negara (HTN) UIN Jakarta jadi pembicara dalam acara tersebut. Keduanya mengingatkan tentang pentingnya kritis terhadap kebijakan dan persoalan lingkungan serta alam yang ada di sekitar kita.
“Dari film ini kita makin sadar, betapa mirisnya perbuatan yang dilakukan para aparat kepada masyarakat sipil yang menyalahgunakan kewenangannya dengan semena-mena, aparat yang harusnya mengayomi masyarakat justru melakukan tindakan represif,” terang Firda.
Sementara itu, Zulfikar menambahkan pandangan dari kacamata hukum, bahwa banyak hal yang janggal dalam proses penangan kasus kanjuruhan ini.
ADVERTISEMENT
“Saya pribadi masih janggal dengan penanganan kasus kanjuruhan ini, tragedi yang menelan banyak jiwa dan menjadi catatan buruk dalam sejarah sepak bola Indonesia ini justru tidak dianggap sebagai pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM. Lantas bagaimana nasib penegakkan hukum lainnya jika kehilangan nyawa saja dianggap hal biasa.” tuturnya.
Dalam sesi diskusi selanjutnya, Dhamarjati Baskara Pegiat Lingkar Studi Ciputat, mengajak para audiens agar ada aksi bukan hanya dalam ruang diskusi melainkan aksi.
“Setelah melihat film ini, dengan fakta dan data yang ada, saya pribadi geram melihat kondisi penegakkan hukum hari ini, belum lagi bicara ketiadaannya tanggung jawab oleh pihak yang menjadi aktor kebrutalan dan pembunuhan serta kehampaan keadilan yang dirasakan korban, maka saya pribadi mengajak seluruh elemen untuk tidak diam dan terus melawan,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Altaf, Pegiat Studi Matraman berharap semakin banyak karya-karya jurnalistik yang bisa memberikan informasi kepada publik tentang kondisi nyata yang terjadi di masyarakat.