Pemerintah Harus Penuhi Hak Umat Hindu atas Rumah Ibadah di Bekasi

Amnesty International Indonesia
Ayo wujudkan dunia di mana hak-hak asasi dapat dinikmati setiap manusia
Konten dari Pengguna
14 Mei 2019 19:46 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amnesty International Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi umat Hindu beribadah di Pura Besakih, Karangasem, Bali. Foto: Antara/Nyoman Budhiana
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi umat Hindu beribadah di Pura Besakih, Karangasem, Bali. Foto: Antara/Nyoman Budhiana
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama harus memastikan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi menjamin hak umat Hindu setempat untuk mendirikan pura, setelah bertahun-tahun mereka tidak memiliki tempat untuk beribadah menurut Amnesty International Indonesia.
ADVERTISEMENT
Saat ini belum ada satupun tempat ibadah bagi sekitar 7.000 umat Hindu yang ada di Kabupaten Bekasi menurut Parisada Hindu Dharma Indonesia (PDHI). Umat Hindu di kabupaten tersebut berencana membangun pura untuk pertama kalinya, namun mendapat penolakan dari sekelompok orang. Kejadian ini menambah daftar panjang intoleransi terhadap kelompok minoritas beragama di Indonesia.
Karena tidak adanya pura di Kabupaten Bekasi, ribuan umat Hindu harus menempuh puluhan kilometer hingga ke Kota Bekasi untuk beribadah di Pura Agung Tirta Bhuana yang berada di kawasan Jakasampura. Kota Bekasi sendiri saat ini memiliki sebanyak 29.000 umat Hindu yang beribadah di pura tersebut. Hal ini mengakibatkan kondisi Pura Agung Tirta Bhuana menjadi kelebihan kapasitas karena tidak mampu menampung umat Hindu dari kedua daerah tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama harus mengambil langkah tegas untuk memastikan bahwa Pemda Bekasi agar tidak tunduk pada tekanan massa yang menolak pendirian pura tersebut dan tetap berpegang pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keberanian dalam melindungi hak asasi manusia kaum minoritas dan kepatuhan pada hukum sebelumnya pernah ditunjukkan oleh Wali Kota Bekasi untuk Gereja Santa Clara, misalnya,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.
“Membangun dan menggunakan tempat beribadah adalah bagian dari hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan yang di dalamnya mencakup hak untuk melaksanakan ibadah. Hak ini dijamin oleh konstitusi kita untuk semua umat beragama di Indonesia, termasuk mereka yang beragama Hindu,” tambah Usman.
ADVERTISEMENT
Pelarangan pendirian rumah ibadah juga melanggar hak siswa-siswi Sekolah Dasar hingga menengah atas untuk mendapatkan pendidikan agama Hindu karena pura tidak hanya digunakan untuk beribadah tapi juga sebagai pusat pendidikan bagi para murid-murid yang beragama Hindu untuk belajar agama.
Hal ini disebabkan bahwa sekolah-sekolah negeri sering kekurangan tenaga pengajar untuk mata pelajaran agama Hindu. Sebagai contoh, menurut PHDI Bekasi, siswa-siswi di kabupaten tersebut setiap hari Minggu pagi harus menempuh puluhan kilometer ke Kota Bekasi untuk belajar agama Hindu di Pura Agung Tirta Bhuana.
“Jika pemerintah setempat menolak memberikan izin untuk pendirian pura tersebut hanya karena tunduk pada tekanan sekelompok massa, meskipun umat Hindu Kabupaten Bekasi telah berhasil memenuhi syarat yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, maka ini akan menjadi preseden yang buruk. Pemerintah akan kehilangan wibawanya dan menjadi pelanggar HAM," ucap Usman.
ADVERTISEMENT
"Oleh karena itu, pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negari dan Kementerian Agama harus memastikan bahwa Pemda Bekasi melaksanakan kewajibannya,” sambungnya.
PHDI Bekasi sebelumnya telah memberikan keterangan bahwa terdapat 20 keluarga dalam desa tempat di mana pura tersebut akan didirikan yang beragama Hindu. Terlebih lagi, umat Hindu Bekasi telah mendapatkan dukungan dari 60 warga lokal dan memiliki daftar nama 90 umat yag akan menggunakan tempat ibadah tersebut sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006.
ADVERTISEMENT
Pasal 13 (3) dari Peraturan Bersama tersebut menyatakan bahwa selain komposisi jumlah penduduk di wilayah kelurahan atau desa pertimbangan komposisi jumlah penduduk dalam wilayah kecamatan, kabupaten, kota atau provinsi dapat juga dilakukan.
Best,
Haeril Halim
Communications Desk, Amnesty International Indonesia
Phone: +628118820055