Konten dari Pengguna

Surat Al Baqarah Ayat 283 tentang Prinsip Gadai dalam Islam

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
19 Januari 2022 16:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Al Baqarah Ayat 283. Foto: freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Al Baqarah Ayat 283. Foto: freepik.com
ADVERTISEMENT
Ketika tersandung masalah keuangan, seseorang akan melakukan berbagai cara mulai dari berutang, menjual atau menggadaikan barang. Mereka akan menggunakan benda sebagai jaminan kepada pemberi dana atau ke pegadaian.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari buku Kedudukan Sistem Pegadaian Syariah karangan Ade Sofyan Mulazid, transaksi hukum gadai di dalam fikih Islam disebut dengan al-Rahn. Kata al-Rahn berasal dari bahasa Arab, “rahana-yarhanu-rahnan” yang memiliki arti menetapkan sesuatu.
Secara bahasa, al-Rahn (gadai) dapat didefinisikan sebagai tetap, kekal dan menahan suatu batang sebagai pengikat utang. Gadai juga disebut dengan suatu benda yang dijadikan kepercayaan terhadap utang, untuk dipenuhi harganya. Apabila yang berutang tidak lagi sanggup membayar utangnya.
Tujuan dari pegadaian adalah menyerahkan barang jaminan yang digadaikan, sehingga barang tersebut berpindah kepemilikan ketika pengutang tidak mampu membayar. Dalam Islam terdapat ayat yang membahas tentang konsep dasar gadai yakni surat Al Baqarah Ayat 283.
Bagaimana isinya?
Ilustrasi Al Baqarah Ayat 283. Foto: freepik.com

Surat Al Baqarah Ayat 283 tentang Prinsip Gadai dalam Islam

Dikutip dari buku Metode Penelitian Hukum karangan Zainuddin Ali, QS Al Baqarah ayat 283 merupakan dasar dalam membangun konsep gadai dalam Islam yang berbunyi sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
وَإِن كُنتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا۟ كَاتِبًا فَرِهَٰنٌ مَّقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤْتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ وَلْيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا۟ ٱلشَّهَٰدَةَ ۚ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُۥٓ ءَاثِمٌ قَلْبُهُۥ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
ADVERTISEMENT
Syekh Muhammad Ali as-Sayis berpendapat bahwa ayat tersebut merupakan petunjuk bagi umat Islam untuk menerapkan prinsip kehati-hatian ketika hendak melakukan transaksi utang-piutang yang memakai jangka waktu dengan orang lain.
Caranya dengan menjaminkan (gadai ) sebuah barang kepada orang yang berpiutang. Selain itu, ketika transaksi dilakukan dalam perjalanan (musafir), maka transaksi harus dicatat dalam berita acara dan ada saksi dari transaksi tersebut.
Ilustrasi Al Baqarah Ayat 283. Foto: pixabay.com

Hadits Pendukung tentang Konsep Gadai dalam Islam

Dikutip dari buku Metode Penelitian Hukum, berikut hadits tentang prinsip gadai dalam Islam.
Barang gadai tidak boleh disembunyikan dari pemilik yang menggadaikan, baginya risiko dan hasilnya.” (HR. Abu Hurairah)
Sungguh Rasulullah SAW, menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah, dan menukarnya dengan gandum untuk keluarganya.” (HR. Ibnu Majah)
ADVERTISEMENT
(DND)