Trubus.id -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), melalui Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan melakukan diskusi terbuka bersama Universitas Filipina dengan tema Focus Group Discussion On Role Of Academic and Scientific Institutions in Polcymaking for Disaster Risk Reduction and Climate Action In Indonesia, Rabu (27/3).
Hadir dalam acara tersebut, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK), Dr. Tri Nuke Pudjiastuti, Peneliti Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Lely Nurhidayah serta Executive Director of the UP Resilience Institute of the Philippines, Dr. Alfredo Mahar Francisco A. Lagmay.
Baca Lainnya : Pendidikan Mitigasi Harus Disesuaikan dengan Karakteristik Ancaman Bencana Setiap Daerah
Dalam sambutannya, Tri mengatakan tujuan diadakan kegiatan ini adalah untuk mendorong peran peneliti dan akademisi dalam meningkatkan pemahaman risiko bencana (mitigasi) dan mendorong pembuatan kebijakan yang berbasis sains kepada pemerintah. Apalagi, kata dia, Indonesia sangat rentan terhadap pengaruh perubahan iklim yang dapat memicu bencana alam seperti badai, hujan lebat, banjir, dan tanah longsor.
"Secara prinsip, Ilmu pengetahuan adalah yang utama. Dengan adanya pemetaaan dan pemahaman bencana, kita dapat mendorong pembuatan kebijakan yang berbasis sains," kata Tri.
Ia menambahkan, saat ini mulai ada peningkatan kebutuhan akan pertimbangan ilmiah dalam proses pembuatan kebijakan.
Baca Lainnya : Jonan: Jangan Ada Ego Institusi dalam Penanganan dan Mitigasi Bencana
“Proses di mana pengetahuan pakar dihasilkan, dikomunikasikan, dan digunakan oleh para pembuat kebijakan, terutama dalam mengurangi dampak bencana dan perubahan iklim, masih belum tergali baik secara akademis maupun dalam praktiknya,” jelasnya.
Ia mencontohkan, di Filipina masih banyak yang belum mengetahui peran pakar dalam siklus pembuatan kebijakan mulai dari penetapan agenda, perumusan kebijakan, implementasi, hingga pemantauan dan evaluasi kebijakan pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim.
“Penting bagi kita untuk belajar dari pengalaman negara-negara Asia Tenggara lainnya tentang sejauh bagaimana para pakar akademis dan ilmiah dapat mendukung pembuatan kebijakan untuk pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim,” pungkasnya. [RN]