Konten dari Pengguna

Dilema, Peran Konsultan Pajak sebagai Government Supporter atau Taxpayers' Ally?

An Nisaa' Fitri Ratnasari
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia
27 Desember 2020 13:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari An Nisaa' Fitri Ratnasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
<a href='https://www.freepik.com/photos/background'>Background photo created by pressfoto - www.freepik.com</a>
zoom-in-whitePerbesar
<a href='https://www.freepik.com/photos/background'>Background photo created by pressfoto - www.freepik.com</a>
Berdasar pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 28 tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan Laporan Kinerja Tahun 2019 Direktorat Jenderal Pajak (DJP), realisasi penerimaan pajak di Indonesia pada Desember 2019 hanya mencapai 84,4% dari target APBN 2019, 7,8% lebih rendah dari tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Tingkat kepatuhan pajak masih menjadi permasalahan utama perpajakan di Indonesia. Kepatuhan wajib pajak dapat ditinjau salah satunya dari pelaporan SPT yang dilakukan oleh wajib pajak. Diberlakukannya self asessesment system di Indonesia membuat tidak sedikit wajib pajak menjadi enggan atau malas melaporkan SPT-nya.
Dalam buku berjudul Pajak 4.0, Ahmad Komara menjelaskan terdapat empat motivasi wajib pajak dalam menyewa konsultan pajak. Motivasi pertama, wajib pajak merasa tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Lalu, motivasi kedua yaitu wajib pajak ingin mematuhi peraturan perundang-undangan perpajakan dalam melaporkan SPT dengan menggunakan jasa konsultan pajak.
Selanjutnya, motivasi ketiga adalah untuk memitigasi risiko perpajakan. Konsultan pajak diharapkan dapat memberikan pilihan strategi kepada wajib pajak agar terciptanya transaksi yang tepat dan cermat, terlebih pada transaksi yang berada pada grey area. Grey area perpajakan sering menimbulkan perbedaan presepsi dari sisi wajib pajak dan otoritas pajak.
ADVERTISEMENT
Kemudian motivasi terakhir wajib pajak dalam menggunakan jasa konsultan pajak adalah untuk efesiensi pajak. Kinerja konsultan pajak akan dilihat oleh klien mengenai seberapa mampu mereka menekan beban pajak. Salah satu cara yang kerap digunakan oleh konsultan pajak untuk melakukan efisiensi pajak yaitu dengan melakukan tax planning. Tax planning dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk, yaitu: (1) tax planning legal, yang meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan grey area dalam undang-undang perpajakan, sehingga masih dalam cakupan undang-undang; dan (2) tax planning ilegal, yang mengurangi beban pajak dengan cara-cara yang salah dan keluar dari cakupan undang-undang, seperti membuat pemalsuan data.
Konsultan Pajak sebagai Government Supporter dan Taxpayers' Ally
Lalu bagaimana peran konsultan pajak sebenarnya? Mengacu pada PMK No. 111/PMK/03/2014, konsultan pajak adalah orang yang menyediakan jasa konsultasi perpajakan kepada wajib pajak dalam rangka melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan konsultan pajak memiliki peran yang terbentang antara titik pemerintah atau sebagai government supporter dengan titik wajib pajak, sebagai taxpayers’ ally (Gunadi et al., 2019).
ADVERTISEMENT
Dengan keahlian yang dimiliki konsultan pajak dalam melakukan tax planning, dapat memungkinkan bagi seorang konsultan pajak untuk melakukan suatu bentuk ketidakpatuhan yang mengarah ke tax evasion. Namun, konsultan pajak tetap bisa menjaga netralitasnya dengan berada di antara pemerintah dan wajib pajak, atau dapat disebut sebagai hybrid agents (Gunadi et al., 2019).
Dilema Etika Konsultan Pajak dalam Bingkai Teleologi
Dalam menjalankan kewajibannya, konsultan pajak memiliki suatu pedoman dalam melakukan tindakan yang memuat mengenai integritas, martabat, dan kehormatan konsultan pajak dalam melaksanakan profesinya, yaitu Kode Etik Konsultan Pajak. Namun, konsultan pajak justru dihadapkan pada suatu bentuk dilema. Berdasar penelitian terdahulu oleh Dewi (2019), konsultan pajak yang diharuskan membantu dan membimbing wajib pajak untuk patuh dan taat kepada peraturan yang berlaku seringkali dihadapkan dengan rasa simpati dan ingin membantu wajib pajak untuk meminimalkan beban pajak, bahkan dengan cara ilegal.
ADVERTISEMENT
Konsultan pajak yang berpihak kepada wajib pajak akan mendapat ‘keuntungan bisnis’, yang dapat berupa uang maupun kelancaran usaha kantor konsultannya, sehingga dapat dikatakan semakin tinggi keuntungan bisnis yang didapat oleh konsultan maka akan semakin besar kemungkinan terjadi tindakan tax planning ilegal. Hal ini yang harus diwaspadai oleh pemerintah maupun konsultan pajak itu sendiri.
Namun, tidak semua konsultan pajak akan lebih memilih keuntungan bisnis dibanding ‘keuntungan kolega’, yang akan didapat ketika lebih berpihak kepada pemerintah. Keberpihakan ini dilakukan oleh konsultan pajak yang bekerja dengan tulus untuk meningkatkan tax compliance rates dan penerimaan pajak di Indonesia. Atas dasar inilah profesi konsultan pajak kerap mengalami dilema antara menjadi government supporter atau sebagai taxpayers’ ally.
ADVERTISEMENT
Ditinjau dari perspektif teori etika teleologi, yang baik dan buruknya tindakan seseorang dilihat dari tujuan serta akibatnya, tindakan konsultan pajak yang lebih memihak pemerintah dengan mematuhi peraturan merupakan tindakan yang dinilai baik serta sejalan dengan hukum. Keberpihakan ini dinilai sesuai dengan etika teleologi karena membawa manfaat untuk lebih banyak pihak, dalam hal ini adalah masyarakat Indonesia. Sebaliknya, tindakan konsultan pajak yang lebih memilih untuk melakukan penyelewengan demi membawa keuntungan kepada seorang wajib pajak dinilai tidak sesuai dengan etika teleologi serta menyalahi hukum yang berlaku.
Oleh karena itu, dalam mengatasi dilema etika konsultan pajak, pemerintah perlu melakukan penguatan kebijakan terkait peningkatan kepatuhan wajib pajak, peningkatan kredibilitas di mata wajib pajak, serta penetapan kebijakan calon pekerja profesional untuk lulus dari pendidikan etika bisnis sebelum terjun ke dunia kerja.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka:
Dewi, A. A. I. P., Sudarma, M., & Baridwan, Z. (2019). Mengupas Bentuk Dilema Dari Sisi Konsultan Pajak. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis. https://doi.org/10.24843/JIAB.2019.v14.i01.p12
Gunadi, Sugianto, Meydawati, Nuryanto, W., Karsino, Subekti, I., Effendi, S., & Komara, A. (2019). Pajak 4.0: Tantangan dan Dinamika Perpajakan di Tengah Revolusi Industri Digital dari Kacamata Akademisi dan Praktisi. KONTAN Publishing.
Laporan Kinerja Tahun 2019 | Direktorat Jenderal Pajak. (n.d.). Retrieved December 26, 2020, from https://www.pajak.go.id/id/laporan-kinerja-tahun-2019
Peraturan Menteri Keuangan No. 111/PMK/03/2014 Tentang Konsultan Pajak Indonesia
Undang Undang Nomor 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan