Konten dari Pengguna

Mendaki Seraya Beribadah di Puncak Hargo Dalem Gunung Lawu

An Nuur Khairune Nisa
I am undergraduate student in Gadjah Mada University majoring Tourism batch 21, who is passionate about travel and tourism, writing tourism essay, explore and analyze tourism.
5 Desember 2022 15:53 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari An Nuur Khairune Nisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Beribadah di Puncak Hargo Dalem, Gunung Lawu. (Sumber : dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Beribadah di Puncak Hargo Dalem, Gunung Lawu. (Sumber : dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mendaki gunung merupakan aktivitas sport tourism yang menyenangkan dan penuh tantangan. Berbeda dengan gunung lainnya, Gunung Lawu juga merupakan situs pariwisata religi dengan berbagai misteri di dalamnya. Gunung Lawu menjadi favorit para religious tourist dan peziarah untuk melakukan rekreasi sekaligus berdoa. Lanskap dan vegetasi yang unik menjadi daya tarik tambahan bagi para pendaki yang ingin menjelajahi Gunung Lawu di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur ini.
Berdoa di Altar Pos 3 Pendakian Gunung Lawu via Candi Cetho (Sumber : dokumen pribadi)
Bagi orang Kejawen, sejarah Gunung Lawu dikaitkan dengan legenda keruntuhan raja terakhir Majapahit yaitu Prabu Brawijaya V di abad 15 Masehi. Prabu Brawijaya V berkuasa tahun 1468 sampai 1478 M, selama 10 tahun dan memiliki putra Raden Patah yang mendirikan kerajaan Islam pertama di Demak. Berakhirnya Kerajaan Majapahit mengawali berdirinya kerajaan Islam pertama dengan Raden Patah sebagai Sultan yang berkuasa tahun 1475-1518 M, selama 43 tahun.
ADVERTISEMENT
Tahun 1478 Kerajaan Majapahit diserang Kerajaan Kediri dengan rajanya yaitu Raja Girindra Wardana. Kemudian, Raja Brawijaya V terdesak dan menyingkir ke Gunung Lawu beralih menjadi pertapa. Menyingkirnya Prabu Brawijaya V disebabkan karena merasa bahwa Majapahit tidak dapat diselamatkan lagi dan beliau kecewa dengan putranya yang diharapkan malah memeluk agama Islam dan mendirikan kerajaan sendiri di Demak. Sementara itu, Prabu Brawijaya V tetap kokoh menganut agama Buddha. Hal ini bisa dilihat dari peninggalannya berbagai candi di lereng gunung dan banyak penduduk yang menganut agama Buddha di lereng gunung.
Pesanggrahan Prabu Brawijaya V terkenal angker dan banyak makhluk halusnya. Menurut Serat Darmohandul, Sunan Kalijaga berdakwah menggunakan metode metafora, simbolis dengan mengkontekstualisasikan syariat, sarekat, hakikat dan makrifat diibaratkan senggama suami istri. Hal ini memusnahkan kesaktian penasehat Prabu Brawijaya Sabda Palon dan Naya Genggong dalam mengerahkan prajurit siluman. Akhirnya, Prabu Brawijaya V masuk agama Islam dan ternyata menimbulkan kemurkaan Sabda Palon dan Naya Genggong yang mengeluarkan kutukannya saat meninggalkan Prabu Brawijaya V.
ADVERTISEMENT
Akhir kehidupan Prabu Brawijaya V mengandung misteri. Ada beberapa versi cerita menurut babad Tanah Jawi, sejarah dan cerita dari mulut ke mulut. Versi pertama Raja Brawijaya V dapat di Islamkan oleh Sunan Kalijaga, versi kedua Raja Brawijaya V tidak mau masuk Islam dan bertapa di Gunung Lawu sampai moksanya. Versi ketiga, moksanya raja Brawijaya V sebenarnya saat beliau wafat dalam keadaan Islam dan dalam pergulatannya menjalankan spiritual.
Pendakian Gunung Lawu mulai dilakukan jaman kolonial abad 12 M didorong dengan berbagai kepentingan penjajah dari 3 lokasi basecamp yaitu Cemoro Kandang di Tawangmangu, Candi Cetho di Karangayar dan Cemoro Sewu di Sarangan. Sepanjang jalur pendaki akan melihat petilasan Prabu Brawijaya V. Diyakini bahwa tiap-tiap pos merupakan tempat yang sakral untuk beribadah bagi pendaki yang menganut kepercayaan kejawen. Sampai saat ini peziarah mendaki gunung seraya berdoa di setiap pos sampai puncak Hargo Dalem, tempat moksanya Prabu Brawijaya V.
Puncak Hargo Dalem 3170 MDPL (Sumber : dokumen pribadi)
Dalam aktivitas religi di Gunung Lawu, uniknya doa yang dipanjatkan bisa atas nama pribadi dan juga bisa titipan dari sanak saudara dan para kerabat dari berbagai daerah. Nuansa tempat ibadah di Gunung Lawu menggunakan hio Cina karena memang salah satu istri Prabu Brawijaya V adalah orang Cina. Puncak Hargo Dalem tempat moksanya Prabu Brawijaya dan merupakan tempat terakhir peziarah dan pendaki dapat memanjatkan doanya. Suasana puncak yang mistis dan sakral menopang aura ibadah yang khusu’ menurut kepercayaan kejawen yang berasal dari Jawa Dipa dan Jawa Buda. Jawa Dipa merupakan ajaran asli Jawa yang tergambar dengan kepercayaan roh-roh di Gunung Lawu yang dianggap sebagai tempat keramat yang menyimpan hal-hal ghoib baik di batu-batu (Wa Tu) dan air (Tu K).
ADVERTISEMENT
Jumlah pendaki Gunung Lawu akan meningkat tajam setiap pergantian tahun baru Islam tepatnya pada bulan Suro. Jika biasanya hanya 50-100 orang, maka pada bulan Suro meningkat menjadi lebih dari 500 orang perharinya. Mereka bertujuan melakukan ritual Suroan, beribadah ala Kejawen dengan menyakini puncak Gunung Lawu Hargo Dalem adalah tempat kramat and pusat segala rahasia tanah jawa dan nusantara. Merebaknya aroma wangi dupa dan bertebarannya bunga mewarnai ritual ibadah di puncak Gunung Lawu. Peziarah melakukan ritual untuk berdoa, agar keinginannya tercapai.