Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kisah Asmara Lelaki Pendengkur
6 Februari 2017 4:13 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
Tulisan dari Ananda Bayu Sakti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Kisah asmara paling tragis adalah milik Lelaki Pendengkur. Kau boleh merasa cerita Romeo dan Juliet adalah roman paling nelangsa yang pernah kau baca. Juga kau boleh merasa cerita Minke dan Annelies yang paling menyedihkan. Tidak masalah, ku pikir. Semua orang punya kisah asmara paling tragis versi mereka sendiri. Tapi coba dengar dulu ceritaku yang satu ini, kisah asmara paling tragis milik Lelaki Pendengkur.
ADVERTISEMENT
Kisah ini dimulai ketika Lelaki Pendengkur berusia 27 tahun. Dalam usia yang sedang dianggap matang-matangnya, usia yang meminta orang-orang untuk bekerja seperti slogan Presidenmu, Lelaki Pendengkur adalah orang yang lebih senang menghabiskan waktunya untuk malas dan mengantuk dan menguap dan tidur. Dalam sehari, misalnya, dia bisa menghabiskan waktunya untuk malas dan mengantuk dan menguap dan tidur kurang lebih 16 jam. Sementara sisa waktunya dihabiskan untuk beraktivitas: mandi, makan, berak, dan hal lainnya yang tidak begitu penting (seperti merancap).
Lelaki Pendengkur bukan orang yang bodoh sehingga waktunya ia habiskan untuk malas dan mengantuk dan menguap dan tidur. Dia adalah orang yang cukup terpandang. Lulus dari kampus ternama dengan membawa segenggam prestasi, juga Indeks Prestasi Kumulatif yang angkanya mencapai bilangan sial di beberapa negara Asia Timur (Angka 4 kalau kau malas mencari di Google tentang bilangan berapa itu). Jaringannya amat luas, dia pernah ikut serta dalam beberapa konferensi internasional dan seminar dan pertemuan lainnya. Siapa yang tak mengenal Lelaki Pendengkur sebelum umur 27. Karirnya pun teramat moncer. Bayangkan saja, hanya dalam beberapa bulan dia sudah bisa naik jabatan beberapa kali. Misalnya dari pegawai jadi kepala seksi lalu kepala bidang.
ADVERTISEMENT
Semua itu sebelum si Lelaki Pendengkur mencapai umur 27. Sebelum akhirnya Lelaki Pendengkur memutuskan untuk menjadi malas lalu menghabiskan waktunya untuk mengantuk dan menguap dan tidur. Tapi itu bukan tujuan utamanya. Tujuan utamanya, seperti kau tahu dan baca, adalah menjadi seseorang pendengkur. Lelaki Pendengkur pada akhirnya meninggalkan semua kecemerlangannya. Iya, kecemerlangan karena memang sebelum umur 27 dia begitu cemerlang, alangkah baik nasibnya, dan dia meninggalkan semuanya. Untuk apa? Untuk menjadi seorang pendengkur!
Pendengkur? Itu bukan sebuah profesi, dan kalau pun ada yang mau menjadikannya sebagai profesi, dia sudah kepalang gila. Hei, mungkin bagimu ini konyol. Tapi, bukan berarti aku membelanya ya, tidak berarti menjadi pendengkur adalah jalan nasib yang buruk? Bagaimana kau bisa tahu jika menjadi seorang pendengkur yang kerjanya hanya malas dan mengantuk dan menguap dan tidur adalah suatu nasib buruk (dan mungkin juga kebodohan)?
ADVERTISEMENT
Begini kawan, ku beritahu padamu. Mungkin menjadi seorang pendengkur memang terlihat tidak waras. Berada di luar akal sehat, bahkan untuk orang sejenius dirimu. Tetapi, seperti Dostoyevski bilang dalam Zapidski iz Podpol’ya, akal hanya mengetahui apa yang berhasil dipelajarinya. Ada hal-hal tertentu yang tidak bisa dipelajarinya. Dan karenanya, karena akal, manusia jadi takut untuk bertindak di luar batas nalar. Kenapa? Karena mereka tidak pernah mempelajari, memprediksi, menerka segala kemungkinan dari apa yang tidak dipikirkan oleh akalnya. Mungkin akalmu berpikiran untuk apa meninggalkan semua kecemerlangan agar bisa menjadi seorang pendengkur? Ku beritahu lagi, akalmu itu terlalu takut untuk sesuatu yang tidak bisa dipelajari, diprediksi, diterka.
Menjadi pendengkur mungkin tak masuk di akal. Namun coba bayangkan, pendengkur sama seperti para pemberontak yang meminta reformasi. Ah ya, mungkin jika kau hidup di zaman itu, kau pasti akan berpikir jika para pemberontak ini adalah orang-orang gila yang meminta kepada penguasa agar memancung kepala mereka di tiang bendera sekolah-sekolah. Atau kau mungkin akan berpikir bahwa para pemberontak adalah gerombolan kenes yang bodoh karena melawan aparat tanpa senjata, cuma berbekal puisi dan congor. Tapi nyatanya kau begitu mengidolakan para pemberontak itu kan? Bahkan poster mereka ada di dinding kamarmu yang penuh jamur dan warnanya telah memudar dan lapuk. Dan ya, ku katakan padamu, pendengkur adalah pemberontak!
ADVERTISEMENT
Lelaki Pendengkur, kau suka atau tidak, sedang melawan dinding rutinitas yang sedang kita semua kerjakan. Bukan hanya itu, dia diam-diam sedang menggilas kapitalisme. Ia berencana menghancurkan sistem yang membuat manusia menjadi baut-baut yang hina dan terus dipaksa berputar agar mesin berjalan atau lembu-lembu yang dipecut tanpa istirahat untuk menghasilkan susu. “So I'll start a revolution from my bed,” kutip si Lelaki Pendengkur mengikuti lantunan Oasis dalam lagu Don’t Look Back In Anger.
Dan seperti perlawanan lainnya, perjuangan Lelaki Pendengkur adalah jalan sunyi. Dan seperti perlawanan lainnya, akan selalu ada penolakan dan perlawanan dari orang yang tidak suka dengan perjuangan Lelaki Pendengkur. Tidak semua orang menyukai suara dengkuran. Mereka akan bersungut-sungut dulu sebelum memulai menutup kuping atau mendengarkan lagu keras-keras atau pergi menjauh. Tidak semua orang peduli pada perjuangan Lelaki Pendengkur. Mereka menganggap apa yang dilakukan oleh Lelaki Pendengkur hanya sebuah bualan dan omong kosong sebagai dalih agar punya banyak waktu untuk malas dan mengantuk dan menguap dan tidur.
ADVERTISEMENT
Dan seperti perjuangan lelaki lainnya yang kau tahu dan sempat kau baca di berbagai literatur, akan selalu ada perempuan yang mendukung di balik setiap perjuangan itu. Wiji punya Sipon, Munir punya Suciwati, Lennon punya Yoko, dan di balik perjuangan Lelaki Pendengkur selalu ada Fitri. Sosok perempuan ini, bagi Lelaki Pendengkur, bukan hanya seorang kekasih hati, namun juga malaikat yang turun dari surga hanya untuk bisa menina-bobokan Lelaki Pendengkur. Fitri, entah bagaimana caranya, selalu menenangkan dan membantu agar Lelaki Pendengkur bisa malas dan mengantuk dan menguap dan tidur. Fitri tahu bagaimana caranya membujuk Lelaki Pendengkur bisa tenang ketika banyak orang bersungut mendengar suara orok yang keluar dari bibirnya seperti lokomotif yang baru saja diisi batu bara. Hanya Fitri yang mengetahui dan memahami tujuan dari Lelaki Pendengkur dan membelanya mati-matian.
ADVERTISEMENT
***
14 Februari 2016, tepat sehari sebelum si Lelaki Pendengkur berulang tahun yang ke-27. Hari itu adalah hari kasih sayang, hari bahagia bagi Lelaki Pendengkur yang akan melamar Fitri. Hari bahagia setelah beberapa malam tak tidur dan terus-menerus bekerja. Hari bahagia untuk menikahi Fitri yang telah dikenalnya sejak semasa kuliah dulu. Hari bahagia untuk mengajak Fitri kencan ke kafe dan menawarkannya sebongkah cincin kawin dengan batu permata yang berkilauan sambil diiringi tembang-tembang romantis. Hari itu, Lelaki Pendengkur merencanakan 14 Februari menjadi hari terindah dalam hidupnya dan Fitri.
14 Februari 2016, tepat sehari sebelum si Lelaki Pendengkur berulang tahun yang ke-27. Jalanan lowong, siang teramat terik. Lelaki Pendengkur dan Fitri berada dalam mobil dengan kecepatan 80 kilometer/jam. Mobil yang disetiri Lelaki Pendengkur harus terbanting setelah oleng dan hendak menyambar sebuah truk bermuatan bensin. Mobil itu, sebuah sedan berwarna merah, menyambar pohon besar hingga tumbang di sebelah kiri jalan. Dentuman di kaca depan sebelah kiri terdengar kencang. Namun mata Lelaki Pendengkur sudah tak sanggup lagi melihat apa yang terjadi. Hari itu, setelah beberapa malam tak tidur dan terus menerus bekerja, Lelaki Pendengkur akhirnya memejamkan mata dan beristirahat.
ADVERTISEMENT
Sementara Fitri, setelah kepalanya mendentum bagian kaca depan sebelah kiri dengan kencang, esoknya terpaksa datang ke pemakaman. Doa-doa dilantunkan. Isak tangis pecah. Lelaki Pendengkur masih juga tertidur di rumah sakit.
*Foto diambil dari lukisan berjudul Only I Keep Watch Sleepy Listening karya Jose Alberto Gomes Pereira yang diunggah 24 April 2009. Sumber: fineartamerica.com