Hukuman dan Kebijakan

Anand Krishna
Humanis Spiritual, Penulis lebih dari 180 judul buku, Pendiri Anand Ashram, One Earth School, dan menginspirasi banyak lembaga serta kegiatan lain di bidang sosial, kesehatan holistik, pendidikan dan lain sebagainya
Konten dari Pengguna
14 Januari 2021 0:39 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anand Krishna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pertama Kali Saya Membaca cerita ini di salah satu buku teks untuk moral values atau budi pekerti bagi siswa sekolah dasar, primary school. Saat itu penekanannya pada nilai yang cocok bagi siswa SD, dan dijelaskan dengan gaya yang cocok bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Tapi, itu dulu. Lain tempo doeloe, lain pula zaman now. Ketika saya membacanya kembali beberapa hari yang lalu, ada nilai-nilai lain yang dapat saya petik dari kisah yang sama.
Begini ceritanya…
Seorang Peternak Kambing mesti menyeberangi sungai dengan perahu untuk menjual seekor anak kambing di pasar. Ada beberapa penumpang lain di perahu, hampir semuanya petani, masing-masing dengan barang dagangan mereka.
Ilustrasi Penyeberangan Sungai (Sumber: Internet)
Pemandangan sehari-hari. Tiada sesuatu yang luar biasa, baik bagi tukang perahu maupun para penumpangnya, kecuali bagi anak kambing, yang baru pertama kali naik perahu.
Sejak awal dia sudah ketakutan. Sungai berbadan lebar itu bukanlah pemandangan sehari-hari bagi dia. Otaknya tidak dapat menerima keadaan yang tidak biasa itu. Apalagi setelah perahu meninggalkan tepi dan mulai berlayar…
ADVERTISEMENT
Sudah merasa tidak nyaman sejak awal, anak kambing itu mulai panik. Pernah melihat seekor anak kambing panik? Saya pun belum pernah… Sesungguhnya hewan yang disebut dalam kisah aslinya bukanlah seekor anak kambing, tapi anak …. Saya menggantinya supaya aman, tidak menimbulkan kontroversi.
Jadi, Kalau Menurut Psikiater anak kambing itu tidak mungkin panik, ya anggap saja panik secara khusus untuk cerita ini. Namanya juga cerita, dongeng, fiksi.
Nah, dalam keadaan panik itu dia mulai lompat-lompat dan membuat semua penumpang di perahu itu ikut merasa tidak nyaman dan panik… Pasalnya perahu yang sudah cukup tua itu memang tidak dirancang untuk melayani lompatan-lompatan dahsyat dari hewan yang sedang panik.
Terpaksa, tukang perahu pun mesti meneriaki pemilik anak kambing itu, “Itu anak kambing atau anak setan? Apa yang kau kasih makan ketika induknya hamil? Perahuku kalau tenggelam gara-gara kambingmu itu, kau harus membayar ganti rugi.”
ADVERTISEMENT
Mendengar ancaman itu, si Peternak yang memang sudah kesal dan bingung tujuh keliling--ikut panik juga…
Saya Membayangkan Seorang Guru SD sedang bercerita di kelas. Ada siswa yang memperhatikan, ada yang tidak. Ada yang sedang bisik-bisik dengan teman sebangku. Hmmmm, serewel-rewelnya mereka, barangkali masih tidak serewel seekor hewan yang sedang panik.
Percaya atau tidak, getaran-getaran yang dikeluarkan oleh hewan-hewan dalam keadaan panik, termasuk manusia tentunya, bisa cepat sekali menular dan membuat orang lain ikut panik.
Tinggal serumah bersama seorang yang sering panik, cemas dan sebagainya, adalah sebuah keajaiban jika Anda tidak ikut tertular. Sering kali, pola energi di tempat itu bisa berubah sedemikian rupa sehingga seorang tamu yang berkunjung pun bisa merasakannya.
ADVERTISEMENT
Kembali ke Perahu… Di tengah kegaduhan yang terjadi gara-gara seekor anak kambing yang sedang panik, untungnya masih ada seorang penumpang yang tampak tidak terpengaruh. Selama itu ia duduk diam, tidak bersuara, hanya menyaksikan apa yang sedang terjadi.
Melihat kondisi makin parah, dan tukang perahu pun sudah pusing bin bingung tujuh keliling--ia, si penumpang yang selama itu duduk diam, menghampiri pemilik anak kambing, “Bung, kalau boleh mungkin saya bisa bantu…
Sementara itu, penumpang lain yang sudah terlanjur panik, malah meneriaki dia: “Mau bantu apa? Bagaimana? Pemiliknya saja tidak bisa mengendalikan si setan kecil itu. Kau mau buat apa? Janganlah menjadi pahlawan kesiangan, kenapa tidak dari tadi?
“Sudah, cukup sudah, he Bung,” dengan sangat kasar penumpang itu meneriaki pemilik anak kambing, “buang saja anak setan itu ke sungai, biar mampus. Kalau tidak, kita semua akan mampus, termasuk dirimu."
ADVERTISEMENT
“Banyak buaya di sungai ini, kalau perahu kita tenggelam, habislah riwayat kita. Menjadi santapan buaya-buaya yang sudah lama tidak mencicipi daging manusia. Apa itu maumu?”
Si Penumpang yang Tampak Bijak itu menjawab: “Biarlah pemilik anak kambing ini sendiri yang mengambil keputusan. Kalau memang mau dibuang, saya pun bisa bantu membuangnya…
“Ya, ya, ya, buang, buang saja…” demikian jeritan penumpang-penumpang lain termasuk tukang perahu.
Tak berdaya, pemilik anak kambing itu pun pasrah, “Ya sudah…
Mendapat sinyal hijau dari sang pemilik, penumpang pendiam, yang kita sebut saja namanya Hola, mengambil anak kambing itu dan melemparkannya ke sungai.
Sumber Internet
Disrupsi di atas disrupsi, keadaan anak kambing itu persis seperti kita di saat pandemi. Sudah pandemi, penghasilan tidak ada, kena pula musibah lain.
ADVERTISEMENT
Apa jadinya dalam keadaan seperti itu? Ada yang menyerah dan membiarkan dirinya hanyut, tapi ada juga yang survival instinct-nya terprovokasi, tertantang, seperti anak kambing dalam cerita kita.
Anak Kambing Itu Tidak Menyerah Mana ada kambing yang bisa berenang? Atau ada ya? Tidak tahu juga, soalnya belum pernah menjadi Peternak Hewan… dan, kalau pun pernah menjadi kambing, sudah lupa…
Mengikuti insting hewaninya, si anak hewan itu mulai berenang agar tetap mengapung. Ia sudah sekarat, bernapas pun sudah sulit, tetapi tetap berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan nyawanya.
Ilustrasi Hewan Berenang (Sumber Internet)
Setelah beberapa saat, Hola menyeret anak kambing itu kembali ke perahu. Tanpa ba-bi-bu, anak kambing yang masih gemetaran itu menuju salah satu sudut perahu dan duduk manis, diam, tenang, seyogyanya anak kambing yang baru makan dan sudah kenyang. Rileks, santai, ia menarik napas panjang, matanya tertutup, ia melakukan meditasi. Horreee!!!
Sumber Internet
“Apa yang Terjadi? Bagaimana kau bisa melakukan mukjizat ini? Anak kambingku sudah normal seperti anak kambing. Tidak rewel lagi. Lihat, lihat, ia duduk manis dengan mata tertutup pula…” tanya si Peternak Kambing itu kepada Hola.
ADVERTISEMENT
“Kambing yang sedang panik dan menjadi rewel itu tidak sadar bila kerewelannya membuat banyak orang menderita. Ia menjadi sebab ketidaknyamanan bagi setiap penumpang di perahu ini.
“Ia juga tidak tahu betapa kuatnya aliran sungai dan kegunaan perahu di tengah sungai. Begitu dilempar ke sungai dan berada dalam air, maka barulah ia tersadarkan.
“Sekarang ia tak akan mengganggu kita lagi, karena sudah tahu bila tetap rewel bisa dilempar ke sungai lagi.”
Ada Kalanya Hukuman Dibutuhkan untuk menimbulkan efek jera. Hukuman bukan untuk mematikan. Tidak boleh overdosis sehingga penerima hukuman mampus, mati; dan, tidak boleh pula sedemikian ringannya sehingga tidak ada dampak sama sekali.
Seorang bijak tahu persis hukuman apa yang dapat menimbulkan efek jera dan membuat orang sadar supaya tidak mengulangi lagi kesalahannya.
ADVERTISEMENT
Terbayang lagi setting class room menghadapi sebagian siswa yang tidak tertarik dengan apa yang baru saja disampaikannya, ia termenung, “Apa yang mesti kulakukan terhadap anak-anak ini? Bolehkah kuanggap tugasku selesai, atau masih adakah sesuatu yang perlu kulakukan?”
Entah Jawaban Apa yang diperolehnya… tapi, tunggu dulu, kisah ini belum selesai. Konon, si Peternak Kambing yang sempat menyaksikan betapa susahnya anak kambing itu ketika berada dalam air, terbayangkan anaknya sendiri, anak manusia. Bagaimana jika ia berada dalam air dan dalam keadaan sekarat seperti anak kambing?
Ia memutuskan untuk tidak menjual anak kambing itu di pasar, “Tidak, saya akan memeliharanya, membesarkannya…” Ia tidak tega menjualnya untuk disembelih dan disate.
Bagaimana dengan kita?
ADVERTISEMENT
Dengar-dengar, di Sumbawa kalau sedang jatuh cinta, ungkapannya lewat kata-kata "Aku sate kau”. Sate, dalam bahasa Sumbawa, berarti “Cinta”. Nah, itu Sate yang benar… Kalau Sate, ya jangan disate. Belajarlah dari Peternak Kambing dalam kisah ini. Sekian dulu….
-----ooo000ooo-----
Penulis :
Anand Krishna adalah seorang Humanis Spiritual, Penulis lebih dari 180 judul buku, pendiri Anand Ashram, One Earth School, dan menginspirasi banyak lembaga serta kegiatan lain di bidang sosial, kesehatan holistik pendidikan dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Pembaca juga dapat mengakses videonya di 2 channel Youtube AnandKrishnaIndo dan AnandAshramIndonesia