Hyper-Independence : Terlalu Mandiri atau Terjebak dalam Mitos Kemandirian?

Ananda Fazrini Agustin
Mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
17 Desember 2023 13:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ananda Fazrini Agustin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kamu pernah dengar tentang hyper-independence? Apa, sih sebenarnya hyper-independence itu? Apakah itu membuat seseorang terlalu mandiri atau justru terjebak dalam mitos kemandirian? Kita sering denger istilah ini, tetapi apa, sih pengaruhnya terhadap cara seseorang berinteraksi dengan orang lain dan mengelola kehidupannya sehari-hari? Yuk, kita bahas bareng-bareng dalam artikel ini!
Sumber: pexels.com/George Milton

Apa, Sih Sebenernya Hyper-Independence?

ADVERTISEMENT
“Kalo butuh bantuan itu bilang, mau dibantu gak?”
“Gak usah, gapapa, bisa sendiri kok.”
Salah satu percakapan ini dapat mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh seorang hyper-independence, mereka keras banget menolak bantuan dan ngerasa kalau mereka bisa atasin semua sendiri. Hal ini sering jadi ciri dari hyper-independence, loh! Orang dengan hyper-independence menunjukkan kemandirian yang kelewat banget dan susah buat nerima bantuan dari orang lain.
Dilansir dari Newport Institute, menjelaskan bahwa kemandirian yang berlebihan itu lebih dari sekedar kemandirian. Ini adalah desakan yang kuat terhadap otonomi. Orang yang sangat mandiri nggak mau dan nggak bisa bergantung pada orang lain. Mereka biasanya merasa sangat tidak nyaman saat harus meminta atau mengizinkan orang lain untuk membantu mereka, bahkan ketika mereka sangat membutuhkan.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini sering kali dipicu oleh pengalaman trauma, seperti berbagai bentuk pelecehan atau pengabaian emosional pada masa kecil sehingga terbiasa melakukan banyak hal sendirian. Dalam kehidupan sehari-hari, tanda-tanda orang yang mengalami hyper-independence antara lain kesulitan meminta tolong, menganggap meminta bantuan orang lain sebagai kelemahan, sulit menerima penolakan, dan mengambil terlalu banyak tanggung jawab.

Hyper Independence dan Kesehatan Mental

Sumber: pexels.com/energepic.com
Dilansir dari Manhattan Mental Health Counseling, menjelaskan bahwa kemandirian yang berlebihan bisa jadi karena seseorang belajar dari pengalaman traumatis bahwa mereka harus mengandalkan diri sendiri. Akan tetapi, nggak semua orang yang terluka mengalami kemandirian berlebihan dan nggak semua yang terluka mengalami kemandirian berlebihan karena trauma.
Hyper-independence dapat memengaruhi kesehatan mental individu. Orang yang mengalami hyper-independence cenderung sulit mempercayai orang lain, sulit membangun hubungan dekat, dan enggan membiarkan orang lain bergantung pada mereka. Hal ini dapat menyebabkan isolasi, kelelahan, kesulitan memelihara hubungan yang sehat, dan menimbulkan stres ketika harus bergantung pada orang lain. Hyper-independence juga dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi hyper-independence, seperti terapi perilaku, coaching, dan program kewirausahaan.
ADVERTISEMENT

Mitos-Mitos Seputar Kemandirian

Mitos-mitos seputar kemandirian sering kali menciptakan stereotipe yang nggak sepenuhnya mencerminkan kenyataan. Banyak mitos yang menunjukkan bahwa hyper-independence itu kondisi saat seseorang mandiri secara berlebihan dan enggan meminta bantuan orang lain. Selanjutnya, mitos-mitos seputar kemandirian juga bisa memengaruhi persepsi masyarakat tentang kemampuan individu dalam mengambil keputusan secara mandiri. Oleh karena itu, penting banget untuk kita menyediakan informasi yang akurat dan mendorong pemahaman yang lebih baik tentang kemandirian dan persepsi yang sebenarnya.
Hyper-independence, atau kemandirian berlebihan, merupakan perspektif yang mengedepankan mekanisme kemandirian yang berlebihan terhadap diri sendiri. Mitos ini sering kali muncul dalam bentuk ketergantungan pada diri sendiri dan penolakan terhadap bantuan orang lain. Dua aspek penting dari hyper-independence meliputi:
ADVERTISEMENT
Terlalu mandiri: Individu yang mengalami hyper-independence seringkali sulit mempercayai orang lain dan sulit membangun hubungan yang sehat.
Terjebak dalam mitos kemandirian: Hyper-independence dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti traumatisme, pelecehan, atau pengabaian emosional pada masa kecil.

Cara Mengatasi Hyper-Independence

Sumber: pexels.com/SHVETS production
Dilansir dari Danielle Bernock, untuk mengatasi hyper-independence, beberapa langkah yang dapat dilakukan meliputi:
ADVERTISEMENT
Dengan mengikuti langkah-langkah ini, individu dapat mengatasi hyper-independence dan mengembangkan hubungan yang sehat, serta bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

Keseimbangan Antara Kemandirian dan Ketergantungan

Keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan itu penting banget, lho! Kemandirian tuh kemampuan buat mandiri dan nggak tergantung pada orang lain, sementara ketergantungan itu keadaan bergantung pada orang lain. Nah, buat bisa seimbangin keduanya, kita perlu paham kapan waktunya buat mandiri dan kapan waktunya buat minta bantuan. Jadi, kita harus bisa kembangin keterampilan dalam kemandirian, kayak cara atur keuangan sendiri, tapi juga sadar kapan kita butuh bantuan orang lain, misalnya dalam situasi darurat atau buat hal-hal tertentu. Dengan ngerti dan mencapai keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan, kita bisa hidup lebih mandiri tapi juga siap buat kerja sama dan minta bantuan kalo dibutuhin.
Sumber: pexels.com/Andrea Piacquadio
Kalau kita bisa mengatasi hyper-independence, kita bisa mengembangkan hubungan yang sehat dan pertumbuhan pribadi yang lebih baik, lho! Selain itu, mengatasi hyper-independence juga bisa berdampak positif pada kesejahteraan mental kita karena kita jadi lebih siap buat kerja sama, minta bantuan, dan hadapi tantangan bersama-sama dengan orang lain. Jadi, jangan takut buat minta bantuan dan belajar buat bekerja sama, guys!
ADVERTISEMENT