Konten dari Pengguna

Menilik Dampak Polusi Kota Bandung

Ananda Hilma Azizah
Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran.
3 Juli 2024 16:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ananda Hilma Azizah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Ilustrasi Kondisi Udara Kota Bandung, (Sumber: rmoljabar.id)
zoom-in-whitePerbesar
Foto Ilustrasi Kondisi Udara Kota Bandung, (Sumber: rmoljabar.id)
ADVERTISEMENT
Bandung, yang terkenal dengan julukan Kota Kembang, menyandang nama ini bukan tanpa alasan. Julukan tersebut ada sebab Bandung dulu dinilai sebagai kota asri yang memiliki banyak pepohonan dan deretan bunga-bunga yang menghiasi setiap sudutnya. Kota yang juga dijuluki sebagai kota Paris van Java ini memang selalu menjadi kota idaman para wisatawan.
ADVERTISEMENT
Seakan memiliki magnet yang membuat wisatawan tak pernah bosan berkunjung ke Bandung. Bahkan baru-baru ini Bandung berhasil menjadi satu-satunya kota dari Indonesia yang masuk dalam jajaran World Trending Destinations 2024 versi Tripadvisor kategori “Best of the Best Destinations Travelers Choice”.
Banyak alasan mengapa Kota Bandung selalu menjadi wisata favorit, selain karena keindahan alam dan tatanan bangunan kotanya, Kota Bandung juga memiliki beberapa wisata sejarah yang banyak diminati oleh turis atau wisatawan asing.
Tak heran bila aktivitas masyarakat di Kota Bandung meningkat, tak hanya dipadati dengan penduduk asli tetapi juga para wisatawan. Kendaraan bermotor yang semakin memenuhi jalan dan berbagai aktivitas industri serta pembangunan yang marak menjadikan Kota Bandung tidak seasri dulu. Kini polusi udara pun menjadi masalah serius yang mesti segera diatasi.
ADVERTISEMENT

Sumber Polusi Udara Kota Bandung

Menurut Kepala Seksi Pemantauan Lingkungan Dinas Kesehatan Lingkungan Hidup, Irene Irmamuti, menyebutkan bahwa sebesar 70% pencemaran udara di Kota Bandung berasal dari transportasi atau gas emisi kendaraan, sisanya (30%) berasal dari domestik (rumah tangga, asap pabrik, dan kegiatan usaha lainnya).
Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), seringkali udara di Kota Bandung berada pada tingkat sedang di angka (51–100). Artinya udara masih dapat diterima, tetapi konsentrasi polutan mulai meningkat dan mungkin dapat memberikan dampak kesehatan bagi individu yang rentan seperti anak-anak, lansia, dan orang-orang dengan penyakit pernapasan.
Pantauan IQAir indeks kualitas udara juga menunjukkan bahwa Kota Bandung selalu berada dalam kategori buruk (Tidak Sehat), dengan konsentrasi PM2.5 yang tinggi akibat emisi kendaraan bermotor dan aktivitas industri. Data tersebut dikuatkan dengan data ISPU AQMS KLHK Kota Bandung 2020-2023 yang menunjukkan bahwa kualitas udara terburuk di Bandung selalu berada pada kategori PM 2.5.
ADVERTISEMENT
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 14 Tahun 2020 tentang Indeks Standar Pencemar Udara, tercatat bahwa perhitungan ISPU dilakukan pada 7 parameter yakni PM 10, PM 2.5, NO2, SO2, CO, O3, dan HC. Terdapat juga penambahan parameter 2.5 yang didasari pada besarnya resiko terhadap kesehatan manusia.
Kepala Seksi Pemantauan Lingkungan Dinas Kesehatan Lingkungan Hidup, Irene Irmamuti, menjelaskan bahwa PM 2.5 merupakan partikulat atau debu yang berukuran sangat kecil (2,5 mikron) yang dapat terhirup dalam dan masuk ke dalam saluran pernapasan manusia, serta dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan serius seperti gangguan pernapasan, penyakit jantung, dan bahkan meningkatkan risiko kematian dini.
“PM 2.5 adalah partikulat atau debu yang berukuran sangat kecil (2,5 mikron) yang dapat menembus hingga ke alveolus dan paru-paru. Di Bandung, yang terburuk selalu PM 2.5. PM 2.5 adanya di gas kendaraan bermotor dan alam.” ungkap Irene.
ADVERTISEMENT

Dampak Peningkatan dan Ketergantungan Kendaraan Bermotor

Kendaraan bermotor menjadi sumber utama emisi gas yang dapat mencemari udara, terlebih jika jumlah unit kendaraan bermotor semakin banyak. Berdasarkan penjelasan Jurnal publikasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang berjudul “Dampak Polusi Udara dari Sektor Transportasi terhadap Kesehatan di Indonesia”, negara Indonesia dikategorikan sebagai negara yang memiliki ketergantungan terhadap kendaraan pribadi, salah satu alasan utama dari situasi ini adalah tingginya penggunaan kendaraan pribadi oleh masyarakat Indonesia untuk transportasi.
Lalu, Jurnal publikasi Kementerian PPN/Bappenas juga menjelaskan bahwa sektor energi diperkirakan menjadi penyumbang terbesar polusi udara. Dari sektor energi, sebanyak 42% konsumsi energinya digunakan untuk transportasi. Ditemukan juga bahwa sektor transportasi darat berkontribusi sebesar 32-57% terhadap PM2,5.
ADVERTISEMENT
Tak hanya pernyataan-pernyataan di atas, jurnal publikasi Kementerian PPN/Bappenas juga mengatakan bahwa peningkatan jumlah kendaraan pribadi yang menyebabkan lonjakan penggunaannya, dapat memicu kemacetan lalu lintas dan meningkatkan tingkat polusi udara. Sedangkan hasil akumulasi dari data Open Data Jabar, pada tahun 2023 jumlah kendaraan pribadi di Kota Bandung mencapai total 1.535.291 unit. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2021–2023) jumlah kendaraan di Kota Bandung cenderung menunjukkan peningkatan.
Dengan demikian penyebab utama dari polusi udara di Kota Bandung memang berasal dari kendaraan bermotor. Kemudian, dilihat dari tren data peningkatan jumlah kendaraan pribadi, polusi udara di Kota Bandung masih menjadi permasalahan yang memerlukan perbaikan signifikan.