Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tahu Tak Berbobot tapi Tetap Menonton, Pasif atau Aktifkah Masyarakat Kita?
27 Desember 2022 14:41 WIB
Tulisan dari Ananda Melinda Rahmah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Aneh tapi nyata, bagaimana rakyat Indonesia tetap menikmati sinetron-sinetron Hidayah dan Azab, padahal mereka sadar cerita yang disajikan tidak berbobot dan terlalu mengada-ngada. Sinetron Hidayah dan Azab merupakan Film Televisi (FTV) drama religi yang ditayangkan salah satu stasiun televisi terkenal di Indonesia. FTV ini berisi tentang pembelajaran atau ganjaran yang didapat seseorang karena berbuat jahat semasa hidupnya. Namun, tak bisa dimungkiri bahwa tayangan televisi ini sering kali tidak masuk akal.
ADVERTISEMENT
Beberapa episode dalam FTV ini menunjukkan ketidakmasukakalannya, salah satu episode yang sempat viral dan menjadi perbincangan banyak orang berjudul “Jenazah Mandor Kejam Mati Terkubur Cor-Coran dan Tertimpa Meteor”. Episode ini memperlihatkan bagaimana jenazah “mandor” tadi, masuk ke dalam alat pengaduk semen dan berputar-putar. Selain itu, dalam adegan pemakaman ketidakmasukakalan kembali terjadi, tiba-tiba saja liang kubur tertimpa meteor yang jatuh dari langit.
Ketidakmasukakalan sinetron ini tidak hanya terjadi di satu episode saja, namun banyak episode lain, seperti “Penjual Ayam Tiren Mati di Kandang Ayam dan Keranda Terbakar Terkena Sengatan Listrik”, “Jenazah Wanita Penyebar Fitnah Susah Dikuburkan karena Menempel di Keranda”, “Jenazah Tukang Ojek Serakah Pemakan Harta Saudara Membuncit dan Jatuh dari Air Terjun”, dan ratusan judul tidak masuk akal lainnya.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia sebenarnya tahu bahwa banyak cerita-cerita yang dikeluarkan oleh FTV ini tidak berbobot dan tidak masuk akal. Kendati demikian, masih banyak dari mereka yang tidak mau lepas dan meninggalkan FTV Azab, Hidayah, dan program TV lain yang sejenis.
Sebagian besar penikmat FTV ini merupakan golongan ibu-ibu yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di dalam rumah, tetapi tak jarang juga anak muda menonton FTV ini dengan dalih untuk mengisi waktu luang. Banyak dari mereka yang mencintai FTV ini dan tidak ingin ketinggalan satu episode pun. Namun, tak jarang pula yang mengkritik habis-habisan FTV ini, baik yang diluapkan dalam sosial media atau yang hanya disimpan dalam dirinya sendiri. Remaja milenial, gen Y, dan gen Z lah yang sering meluapkan kritik dan rasa resah mereka terkait FTV ini di sosial media.
ADVERTISEMENT
Membingungkan, jika harus menentukan tergolong ke bagian apakah para khalayak penikmat FTV ini, khalayak aktif ataukah pasif. Jika merujuk pada The Hypodermic Needle Theory oleh Wilbur Schramm, Everett M. Rogers, dan Shoemaker, khalayak pasif merupakan mereka yang tidak berdaya ketika menerima pesan dari media dan mudah dipengaruhi oleh media. Dengan kata lain, khalayak pasif hanya menerima informasi dari media secara mentah, tanpa mengolah dan memilahnya (Turistiati, 2016). Sedangkan, khalayak aktif jika merujuk dari Uses and Gratification Theory oleh Blumler dan Katz, ditandai dengan khalayak yang mampu menentukan apa yang akan mereka konsumsi dari media. Selain itu, khalayak dikatakan aktif, jika mampu mengasimilasi, memilih, dan menolak komunikasi yang diberikan oleh media (Imran, 2012).
ADVERTISEMENT
Program televisi sejenis Azab dan Hidayah meraih rating yang tinggi, yaitu sebesar 14,9%. Dengan begitu, dapat ditarik kesimpulan bahwa memang benar FTV sejenis ini menjadi kegemaran para masyarakat Indonesia, walaupun penuh dengan kontroversi. Lalu, bagaimana posisi khalayak Indonesia, jika melihat dari rating FTV sejenis Azab dan Hidayah ini?
Tak bisa dimungkiri bahwa sebagian besar dari masyarakat Indonesia terjerumus dalam FTV ini, bahkan terkadang terbawa perasaan dengan cerita yang diberikan. Jika melihat hasil penelitian yang dilakukan oleh Lina (2021), kebanyakan ibu rumah tangga yang menonton FTV Azab dan Hidayah merupakan khalayak pasif. Hal ini dikarenakan mereka menerima mentah-mentah informasi yang didapat dari tayangan FTV ini.
Berdasarkan hasil penelitiannya, para responden menganggap adegan-adegan yang ditampilkan dalam FTV Azab dan Hidayah terjadi dalam kehidupan nyata. Ganjaran dari perbuatan buruk yang dilakukan bisa benar terjadi di kehidupan nyata, meskipun di dalam FTV tersebut adegan yang ditayangkan tidak lazim. Setelah menonton FTV Azab dan Hidayah pun mereka merasa takut untuk berbuat hal buruk, hal ini menunjukkan bahwa para responden benar-benar dipengaruhi oleh media.
ADVERTISEMENT
Namun, kita tak bisa langsung menarik kesimpulan bahwa masyarakat Indonesia adalah khalayak pasif dalam menonton FTV Azab dan Hidayah. Jika mengetik kata kunci “sinetron azab” di Twitter, maka kita akan melihat banyak cuitan kritik terkait FTV Azab dan Hidayah yang ditujukan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Selain itu, sempat ramai diperbincangkan juga terkait Dara Nasution, inisiator petisi tolak KPI yang memberikan pertanyaan kepada Nuning Rodiyah, Komisioner KPI Pusat terkait FTV Azab. Dara Nasution mempertanyakan, mengapa sinetron azab tetap dibiarkan penayangannya padahal ceritanya tidak masuk akal. Tak sedikit pula bertebaran artikel-artikel berisi komentar kepada FTV ini, salah satunya berjudul “Remotivi: Irasionalitas FTV ‘Azab’ Bikin Masyarakat Tertawa ”. Ada pula artikel yang mengajak masyarakat untuk tidak menonton FTV Azab dan Hidayah karena kurang mendidik dan tidak masuk akal.
ADVERTISEMENT
Hingga detik ini, tidak ada penelitian yang menunjukkan, apakah masyarakat kita termasuk ke dalam khalayak aktif atau pasif. Sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat Indonesia yang menonton FTV Azab dan Hidayah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu para khalayak aktif yang mengkritisi cerita-cerita tidak masuk akal yang ditayangkan oleh FTV ini, dan para khalayak pasif yang menganggap cerita-cerita dalam FTV ini nyata adanya.