Konten dari Pengguna

Refleksi Empiris Struktur Birokrasi Ramping dari Jepang

Ananda Putri Sujatmiko
ASN Analis Kebijakan Kementerian PANRB
18 April 2021 21:24 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ananda Putri Sujatmiko tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menhan RI Prabowo Subianto didampingi Menlu RI Retno Marsudi menandatangani kerja sama militer dengan pemerintah Jepang.  Foto: Kemhan
zoom-in-whitePerbesar
Menhan RI Prabowo Subianto didampingi Menlu RI Retno Marsudi menandatangani kerja sama militer dengan pemerintah Jepang. Foto: Kemhan
ADVERTISEMENT
Reformasi birokrasi saat ini menjadi salah satu dari 5 (lima) prioritas kerja Presiden Joko Widodo untuk dicapai 5 (lima) tahun ke depan. Gagasan mereformasi birokrasi hingga ke “jantung” sebagaimana yang disampaikan bapak presiden dalam beberapa kesempatan, mengisyaratkan bahwa reformasi birokrasi Indonesia merupakan hal yang perlu diaksentuasi secara serius.
ADVERTISEMENT
Dari aspek kelembagaan, berbagai upaya telah agar tercipta lembaga pemerintah yang tepat struktur, tepat fungsi, lincah, dan mampu bergerak dinamis serta efektif mengikuti tantangan zaman.
Upaya tersebut seperti pembahasan regulasi yang berulang-ulang guna menguji ketajaman substansi baik materiil maupun immateriil, pembubaran beberapa lembaga non struktural, menyusun pedoman tipologi dan klasifikasi dalam pembentukan instansi vertikal, serta penyederhanaan birokrasi menjadi 2 (dua) level struktur.
Apabila menilik pada indeks efektivitas pemerintah oleh World Bank, dapat diakui memang Indonesia berada pada posisi yang kian membaik dari tahun ke tahun. Pada tahun 2017, Indonesia berada pada urutan 84 dari 193 negara, naik menjadi urutan 75 di tahun 2018, dan pada posisi 73 di tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Meskipun terdapat kenaikan yang cukup baik, nyatanya efektivitas pemerintah Indonesia masih di bawah Thailand (posisi 62), negara tetangga yakni Malaysia (posisi 38), dan Jepang (posisi 15).
Berkaca pada kondisi di atas, terutama jika menelisik dari aspek arsitektur pemerintahan, Jepang sebagai negara kesatuan berbentuk parlementer memiliki jumlah lembaga pemerintah yang lebih sedikit dengan struktur yang ramping.
Salah satu lembaga di Jepang yang berperan membantu Perdana Menteri dalam melakukan reformasi birokrasi, terutama dari aspek tata kerja dan sumber daya manusia aparatur guna meningkatkan efektivitas pemerintah adalah National Personnel Authority (NPA).
Di tanah air, secara kasat mata, fungsi NPA ini merupakan gabungan dari beberapa instansi yang berkaitan dengan tata kelola aparatur sipil negara, mulai dari penyusun arah kebijakan, rekrutmen CPNS, hingga pendidikan dan pelatihan.
ADVERTISEMENT
Namun sudah barang tentu persandingan ini tidak bisa secara mentah didudukkan bersama. Ada banyak faktor pendukung terbentuknya sebuah lembaga: mandat peraturan perundang-undangan, visi dan misi Presiden, serta kondisi dan tantangan empiris yang berbeda-beda setiap negara, termasuk antara Indonesia dan Jepang.
Dengan demikian, tulisan yang merupakan pendapat pribadi ini hanya akan menjabarkan betapa menariknya struktur birokrasi yang ramping di Jepang yang dapat dijadikan tambahan khasanah pengetahuan bersama.
Otoritas Aparatur Negara di Jepang
Dalam arsitektur pemerintahan Jepang, fungsi pendayagunaan aparatur negara diselenggarakan oleh NPA yang berada dalam Kantor Kabinet, bertanggung jawab kepada Perdana Menteri dan merupakan subsidiary organs.
Kedudukan NPA dalam Kabinet Jepang. Sumber: data diolah sendiri
Subsidiary organs adalah unit organisasi yang menyelenggarakan fungsi pendukung dan tidak berkaitan dengan fungsi utama pemerintahan. Dalam struktur Kabinet, kedudukannya setara dengan Sekretariat Kabinet, Biro Legislasi Kabinet, dan Dewan Keamanan Jepang.
ADVERTISEMENT
Mandat pembentukan NPA yakni melalui ketentuan UU Pelayanan Publik Nasional (The National Public Service Act). Dalam ketentuan tersebut, NPA dibentuk khusus sebagai organisasi yang netral dan memiliki tugas untuk menjamin aspek keadilan dalam konteks administrasi bagi aparatur negara, maupun memberikan jaminan manfaat bagi seluruh PNS di Jepang.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, NPA menyelenggarakan sejumlah fungsi seperti penyelenggaraan tes CPNS, penyusunan rekomendasi terkait remunerasi dan sistem kerja, serta penelitian bagaimana sistem manajemen kepegawaian yang proporsional.
Saat ini, NPA dipimpin oleh 3 (tiga) orang Komisioner yang salah satunya diberikan peran sebagai Ketua (President) yang berkedudukan setingkat Menteri Negara. Adapun Komisioner tersebut ditunjuk oleh Kabinet dengan persetujuan Diet, sedangkan pengangkatan dan pemberhentian para Komisioner dibuktikan terlebih dahulu oleh Kaisar.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, NPA juga membawahi Dewan Etik Pelayanan Publik Nasional (National Public Service Ethics Board) yang terdiri atas 1 (satu) orang Ketua (President) dan 4 (empat) orang anggota
NPA memiliki Sekretariat yang berperan untuk memberikan dukungan administratif kepada Komisioner NPA. Sekretariat tersebut terdiri atas 4 (empat) Divisi yang menyelenggarakan fungsi dukungan manajerial internal NPA, dan 4 (empat) Kantor yang menyelenggarakan fungsi inti NPA dalam skala nasional.
Adapun Kantor tersebut terdiri dari [1] Biro Kesejahteraan Pegawai; [2] Biro Sumber Daya Manusia; [3] Biro Remunerasi; dan [4] Biro Kesetaraan dan Investigasi.
Selain itu, Sekretariat NPA juga membawahi Institut Administrasi Publik Nasional (the National Institute of Public Administration), 8 (delapan) Biro regional, serta Instansi Vertikal Okinawa (Okinawa Local Office).
ADVERTISEMENT
Institusi Penyokong Reformasi Birokasi di Jepang yang Kuat
Saat ini, isu reformasi birokrasi di Jepang bukan lagi hal yang sedang diarus-utamakan oleh pemerintahannya. Penguatan hubungan kerja sama internasional, transformasi digital, serta penguatan ekonomi merupakan isu yang menjadi perhatian pemerintahan Yoshide Suga, Perdana Menteri Jepang.
Dalam hal transformasi digital misalnya, isu yang menjadi highlight adalah cukup tertinggalnya Jepang apabila dibandingkan dengan negara maju lainnya. Hal ini sebagian besar disebabkan karena penduduk usia tua yang berada pada top-level managerial (senior manager) belum berkomitmen dalam membangun budaya digital di Jepang.
Namun di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa birokrasi yang baik akan menghasilkan mesin yang bertenaga untuk menggerakkan seluruh gagasan Perdana Menteri dalam masa kepemimpinannya.
ADVERTISEMENT
Apabila dilihat berdasarkan aspek kelembagaan, keadaan organisasi birokrasi Jepang yang berada langsung di bawah kabinet memposisikan NPA menjadi lebih Independen dari pengaruh politik.
Sehingga, baik langsung maupun tidak langsung, aktivitas birokrasi di Jepang tidak terpengaruh dengan dinamika perpolitikan yang sedang terjadi. Dampaknya, peran pembinaan seluruh ASN di Jepang pun menjadi lebih maksimal.
Bahkan, pucuk pimpinan NPA yang dipegang oleh komisioner hanya melalui persetujuan Diet namun hanya sebatas pemberitahuan dan tidak sampai pada penentuan hingga pelegalisasian. Sehingga, setiap Komisioner tidak dapat dipengaruhi maupun ditekan oleh kepentingan politis.
Oleh sebab itu, melalu refleksi empiris tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan efektivitas dan kelembagaan instansi pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, membutuhkan dukungan kapasitas birokrasi yang mumpuni, profesional, lincah (agile), dan independen.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana ungkapan Lao Tzu: “Perjalanan seribu mil selalui dimulai dengan langkah pertama”. Maka ikhtiar awal abdi negara adalah mengokohkan reformasi birokrasi secara utuh, dengan bersama-sama mengilhami dalam aksi dan bukan sekadar atensi.