Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Perbandingan Demokrasi dan Stabilitas Politik Indonesia dan Malaysia
29 November 2024 19:15 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ananda Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia dan Malaysia, dua negara yang berbagi banyak kesamaan dalam hal geografi, sejarah kolonial, dan demografi, memiliki perbedaan yang mencolok dalam hal sistem politik dan kualitas demokrasi mereka. Meskipun keduanya terletak di Asia Tenggara, dengan mayoritas penduduk Muslim dan keragaman etnis yang signifikan, jalur politik yang ditempuh oleh masing-masing negara memperlihatkan hasil yang sangat berbeda. Menggunakan pendekatan The Most Similar System (MSS) Design, kita dapat memahami mengapa dua negara dengan latar belakang serupa ini bisa memiliki hasil yang begitu berbeda dalam hal stabilitas politik dan demokrasi.
ADVERTISEMENT
Secara umum, Indonesia dan Malaysia memiliki banyak kesamaan. Kedua negara ini memiliki populasi yang mayoritas Muslim, dengan Indonesia sebagai negara terbesar di kawasan ini dan Malaysia lebih kecil tetapi tidak kalah penting. Dari segi sejarah, kedua negara ini juga memiliki pengalaman kolonial yang serupa; Indonesia dijajah oleh Belanda dan Malaysia oleh Inggris, meskipun dengan cara yang berbeda. Selain itu, baik Indonesia maupun Malaysia sama-sama bergantung pada sumber daya alam untuk perekonomian mereka, dengan sektor minyak, gas, dan pertanian menjadi pendorong utama.
Namun, perbedaan mulai terlihat ketika kita melihat bagaimana kedua negara ini mengelola transisi politik mereka. Indonesia, setelah lebih dari 30 tahun berada di bawah pemerintahan otoriter Soeharto, mengalami perubahan besar setelah jatuhnya rezim tersebut pada 1998. Reformasi yang terjadi membuka jalan bagi Indonesia untuk membangun sistem demokrasi yang lebih inklusif. Meskipun Indonesia menghadapi tantangan seperti ketidaksetaraan sosial, polarisasi politik, dan korupsi, demokrasi di Indonesia terus berkembang meskipun tidak sempurna. Ini menunjukkan bahwa meskipun transisi menuju demokrasi di Indonesia tidak mudah, negara ini berhasil menjalani proses tersebut dan kini dapat dianggap sebagai demokrasi terbesar di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Indonesia, Malaysia memiliki sejarah yang lebih stabil dalam hal pemerintahan. Setelah meraih kemerdekaan pada 1957, Malaysia dipimpin oleh koalisi Barisan Nasional (BN) yang memerintah hampir tanpa gangguan selama lebih dari 60 tahun. Sistem politik Malaysia yang dominan ini cenderung bersifat semi-otoriter, di mana kekuasaan terkonsentrasi pada satu koalisi politik yang mengontrol hampir seluruh aspek pemerintahan. Namun, perubahan besar terjadi pada pemilu 2018, ketika oposisi berhasil menggulingkan pemerintahan yang telah berkuasa selama bertahun-tahun. Meskipun demikian, transisi politik Malaysia pasca-2018 masih belum sepenuhnya stabil, dengan ketidakpastian politik yang mengemuka akibat pergantian koalisi yang cepat.
Dalam hal stabilitas politik, Indonesia menunjukkan dinamika yang lebih kompleks. Meskipun telah menghadapi sejumlah krisis politik dan sosial pasca-reformasi—seperti kerusuhan etnis, kekerasan politik, dan tantangan separatisme—Indonesia berhasil menjaga kestabilan politik melalui penerapan sistem demokrasi yang lebih transparan. Sistem checks and balances yang ada antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif turut berperan dalam memperkuat stabilitas politik meskipun tantangan tersebut. Akan tetapi, stabilitas politik Indonesia sering kali terancam oleh polarisasi yang tajam, terutama dalam konteks politik berbasis agama.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Malaysia sebelumnya dikenal dengan tingkat stabilitas politik yang relatif tinggi, yang dihasilkan dari dominasi koalisi BN. Meskipun stabilitas politik tercapai, hal ini datang dengan kontrol ketat terhadap oposisi dan pembatasan kebebasan politik. Malaysia juga memiliki sistem monarki konstitusional yang berfungsi menjaga kestabilan, meskipun pasca-2018, negara ini menghadapi ketidakpastian politik akibat perubahan koalisi yang sering terjadi. Perubahan-perubahan politik yang terus menerus pasca-2018 memberikan gambaran bahwa stabilitas politik Malaysia masih dalam tahap yang cukup rentan.
Satu perbedaan lain yang cukup mencolok antara Indonesia dan Malaysia adalah bagaimana kedua negara ini mengelola keragaman sosial dan identitas. Indonesia, dengan ideologi Pancasila yang mengutamakan pluralisme dan keberagaman, berusaha untuk membangun masyarakat yang inklusif. Meskipun begitu, Indonesia tidak terlepas dari ketegangan sosial yang kerap muncul akibat perbedaan agama dan etnis, yang terkadang mengarah pada konflik. Politik berbasis identitas agama sering kali memperburuk polarisasi ini, meskipun negara ini tetap berusaha menjaga kesatuan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Malaysia menerapkan kebijakan Bumiputera, yang memberikan prioritas kepada orang Melayu dan kelompok Pribumi dalam hal pendidikan dan ekonomi. Kebijakan ini, meskipun bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sosial, telah menimbulkan ketegangan antara kelompok mayoritas dan minoritas, terutama etnis Tionghoa dan India. Ini menciptakan politik identitas yang lebih eksklusif, di mana kepentingan kelompok mayoritas lebih diutamakan daripada kepentingan kelompok minoritas.
Selain itu, masalah korupsi menjadi tantangan besar bagi kedua negara. Indonesia, meskipun memiliki lembaga seperti KPK yang berusaha menanggulangi korupsi, masih menghadapi banyak hambatan dalam pemberantasan praktik korupsi yang mengakar di banyak sektor pemerintahan. Malaysia, di sisi lain, meskipun memiliki sistem hukum yang lebih kuat untuk menangani korupsi, tidak luput dari masalah serupa, seperti yang terlihat dalam skandal 1MDB yang mengguncang kepercayaan publik. Namun, Malaysia cenderung memiliki skor yang lebih baik dalam Indeks Persepsi Korupsi dibandingkan Indonesia, meskipun kedua negara ini tetap harus berjuang untuk mengatasi masalah ini.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, meskipun Indonesia dan Malaysia menghadapi tantangan yang serupa, perbedaan dalam cara kedua negara ini mengelola pemerintahan, politik identitas, dan kebijakan sosial membentuk jalur yang sangat berbeda dalam hal demokrasi dan stabilitas politik. Indonesia, dengan perjalanan transisi demokrasi yang lebih panjang dan penuh tantangan, kini menjadi contoh negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara. Sementara itu, Malaysia, meskipun lebih stabil dalam pemerintahan selama beberapa dekade, masih menghadapi ketidakpastian dalam konsolidasi demokrasi pasca-2018.
Opini saya, meskipun Indonesia dan Malaysia memiliki kemiripan yang jelas dalam beberapa aspek, hasil politik mereka sangat bergantung pada cara mereka mengelola perubahan dan dinamika sosial. Indonesia menunjukkan bahwa meskipun menghadapi kesulitan dalam membangun demokrasi, negara ini tetap bisa bertahan dan berkembang. Di sisi lain, Malaysia, yang lebih stabil secara politik sebelumnya, kini harus berhadapan dengan tantangan dalam mempertahankan konsolidasi demokrasi pasca-perubahan besar. Kedua negara ini terus berupaya untuk memperkuat stabilitas politik dan demokrasi mereka, meskipun jalan yang mereka tempuh sangat berbeda.
ADVERTISEMENT