Konten dari Pengguna

Praktik Pembajakan Buku dan Bayang-Bayang Etika di Dunia Digital

Ananda Putri Wandika
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran tahun angkatan 2022
15 Desember 2024 11:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ananda Putri Wandika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sc: canva.com
zoom-in-whitePerbesar
sc: canva.com
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi di era digital ini sudah semakin pesat salah satunya akses terhadap proses perbelanjaan yang perlahan beralih ke dunia perbelanjaan online atau e-commerce. Seiring berjalannya waktu, platform belanja online seperti Shopee banyak menawarkan banyak hal, dimulai dari dunia fashion, elektronik, kecantikan, makanan, pulsa dan tagihan juga yang lainnya. Platform belanja online khususnya Shopee juga menjadi sebuah alternatif bagi pecinta buku untuk menemukan buku yang mereka inginkan. Namun, kemudahan ini juga dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan buku bajakan dengan harga yang menggiurkan alias lebih murah. Tindakan ini tentunya dapat merugikan penulis, penerbit dan industri kreatif (Simangunsong et al., 2020) .
ADVERTISEMENT
Maraknya pengedar buku ilegal di aplikasi Shopee tentu melanggar etika hak cipta. Namun, adanya permintaan pasar yang tinggi terhadap buku bajakan juga menjadi faktor pendorong maraknya praktik ini. Sehingga masih banyak toko yang menyediakan buku bajakan hingga saat ini. Belum lagi manipulasi yang dilakukan oleh pemilik toko untuk menaikkan rating produk dan pengalaman pembeli untuk menarik kepercayaan konsumen mengenai produk bajakan, Dengan menggunakan akun-akun palsu, memberikan ulasan yang tidak sesuai dengan kenyataan, atau bahkan melakukan pembelian produk sendiri untuk kemudian memberikan ulasan positif, para penjual ini berusaha menciptakan citra produk yang seolah-olah berkualitas dan terpercaya. Hal ini bukan hanya merugikan penulis dan penerbit tapi merugikan konsumen lainnya. Literasi yang kurang dimiliki oleh masyarakat indonesia menjadi salah satu faktor terjadinya penipuan. Tidak teliti dan jeli terhadap produk di online shop menjadi kelalaian konsumen dalam melakukan proses perbelanjaan.
ADVERTISEMENT
Rating toko atau produk yang tercantum di aplikasi Shopee tentu bisa menjadi salah satu patokan untuk melihat keorisinalitasan sebuah produk jual. Selain itu, tindak laporan yang kita lakukan terhadap oknum pembajakan juga dapat membantu banyak pihak seperti penulis, penerbit dan konsumen lainnya. Akun/toko si pembajak tentunya akan mendapat sanksi sehingga tidak lagi diperkenankan untuk mengedarkan karya bajakan. Risiko yang mereka tanggung akan hal ini adalah terjadinya pemblokiran/penghapusan/pembatasan akun oleh pihak e-commerce. Sehingga tidak ada lagi tempat bagi oknum pembajakan untuk melakukan praktik terlarang.
Kepekaan masyarakat menurun akan aturan perundang-undangan di sekitar, khususnya mengenai pelanggaran hak cipta. Undang-Undang Hak Cipta yang memberikan perlindungan hukum terhadap hak kepemilikan atas ciptaan non-fisik, seperti karya tulis, musik, atau seni rupa. Buku merupakan karya tulis yang patut dilindungi karena sejalan dengan tujuan bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (Christiano, 2021). Negara kita memiliki kerangka hukum yang komprehensif untuk melindungi hak kekayaan intelektual, terutama dalam bidang kepenulisan. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menjadi dasar hukum yang kuat untuk memastikan hak-hak para pencipta dan penerbit terjamin. Undang-undang ini secara tegas mengatur hak eksklusif pencipta atas karya tulis mereka, seperti hak untuk menggandakan dan mempublikasikan (Christiano, 2021).
ADVERTISEMENT
Menurut Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia, fenomena perdagangan buku ilegal ini bukan hanya terjadi di kalangan penggemar buku fiksi/novel saja tapi juga terjadi di kalangan dunia akademisi khususnya di kalangan perguruan tinggi. Hal ini patut disayangkan karena seorang akademisi yang seharusnya sadar akan aturan hukum yang berlaku malah melanggengkan praktik pembajakan buku. Apapun alasannya, tidak ada pembenaran atas pelanggaran etika tersebut.
Selain dalam bentuk fisik, pembajakan buku saat ini sudah merambah ke dalam buku elektronik atau e-book (Simangunsong et al., 2020). Oknum tidak bertanggung jawab ini juga memanfaatkan skill copy paste nya untuk memperjual belikan kembali karya bajakannya untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Kejahatan siber ini adalah ancaman mendesak yang memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerugian yang semakin meluas(Dinarti et al., 2024).
ADVERTISEMENT
Kekreatifitasan yang mahal tidak sebanding dengan harga karya sastra yang murah apalagi hingga sampai dibajak dan disebarluaskan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Perlunya kesadaran dari berbagai pihak untuk bisa mencegah penyebaran jual beli karya bajakan. Setiap individu, baik penulis, penerbit, pembaca hingga pemerintah penegak hukum memiliki peran penting untuk menjaga lingkungan industri kreatif yang sehat (Hidapenta et al., 2023).
Beberapa tips untuk menghindari praktik pembajakan di dunia e-commerce diantaranya (Liu et al., 2024):
1. Bagi pemerintah atau pihak terkait ada kalanya melakukan edukasi dan sosialisasi akan hak cipta kepada masyarakat dapat membantu untuk mengurangi penyebaran praktik pembajakan karya tulis di dunia digital
2. Meningkatkan literasi digital bagi para konsumen untuk menghindari tindak penipuan
ADVERTISEMENT
3. Membeli produk resmi melalui official store yang sudah disediakan oleh aplikasi Shopee
4. Meningkatkan regulasi dan peningkatan penegakan hukum bagi pemerintah untuk membentuk sanksi tegas bagi para oknum praktik pembajakan karya tulis
Sejalan dengan Pasal 114 Undang-Undang Hak Cipta menetapkan hukuman denda sebesar Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) bagi siapapun yang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta (Christiano, 2021). Dengan kemajuan teknologi digital ini diharapkan adanya kerja sama dari banyak pihak untuk bisa melindungi para kreator dalam mendistribusikan hasil karyanya dengan tepat.
Fenomena ini merupakan masalah kompleks yang memerlukan solusi komprehensif. Dengan memahami faktor-faktor situasional yang mempengaruhinya dan menerapkan langkah-langkah yang tepat, kita dapat mengurangi dampak negatif dari praktik pembajakan buku dan menciptakan ekosistem industri penerbitan yang sehat dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT