Agus Rahardjo: Yang Harus Diperbaiki UU Tipikor, Bukan Lembaga KPK

10 Juni 2017 23:09 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Laode dan Agus Rahardjo, di Komisi III DPR RI. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Laode dan Agus Rahardjo, di Komisi III DPR RI. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pembentukan Pansus Hak Angket KPK dengan alasan penguatan lembaga antirasuah tersebut dinilai tidak tepat. Untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi, langkah yang harus dilakukan adalah memperbaiki Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, bukan malah 'menyerang' KPK.
ADVERTISEMENT
"Kalau Indonesia harapannya bagaimana korupsi bisa diminimalkan, bisa dihilangkan, mestinya gerakannya memperkuat untuk menghilangkan korupsi. Kalau dalam kaitan itu, mestinya yang diperbaiki UU Tipikornya, bukan KPK sendiri," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo dalam pembukaan acara Konvensi Antikorupsi Jilid II di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/6).
Hingga saat ini, Agus masih mempertanyakan urgensi dari pembentukan Pansus Hak Angket KPK.
Agus menjelaskan, dalam Undang-Undang Tipikor masih memiliki banyak kekurangan jika dibandingkan dengan United Nations Convention against Corruption (UNCHC). Menurut dia, meski Indonesia sudah meratifikasi UNCHC, tapi ternyata masih banyak lubang di undang-undang pemberantasan korupsi yang dimiliki Indonesia.
Misalnya, sulitnya untuk menembus pihak swasta dalam kasus korupsi. Undang-Undang Tipikor hanya sebatas menyentuh tentang tindak korupsi yang merugikan negara, dan belum merambah ke sektor swasta.
Rapat Pansus hak angket KPK di DPR (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rapat Pansus hak angket KPK di DPR (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
"Contohnya kalau kita bicara korupsi di Indonesia, bicara kerugian negara private sector belum bisa disentuh. Namanya suap menyuap di swasta bisa menjadi urusan di Tipikor," tambah dia.
ADVERTISEMENT
Agus menyebut Indonesia belum memiliki aturan soal adanya pelanggaran dalam perdagangan.
"Misalnya supplier ikan menyogok ke tukang masak hotel. Itu kan enggak ada kaitan dengan kerugian negara. Kita belum punya UU soal perdagangan. Kalau tetangga kita kaya mendadak terus gimana. Jadi banyak sekali yang harus kita lengkapi," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Agus, KPK berinisiatif untuk mengundang ahli tata hukum negara untuk membahas mengenai keabsahan pembentukan Pansus Hak Angket KPK.
"Kita ingin mempelajari soal hak angket. Kita kumpulkan ahli-ahli tata negara. Seperti sah atau tidaknya pembentukan angket," imbuhnya.
Selain itu, Agus juga mengatakan, pihaknya akan menanyakan pembentukan panitia angket ini melalui jalur hukum. "Kita bisa bertanya ke Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi," pungkas Agus.
ADVERTISEMENT