Gerindra: PDIP Hobi Ngelawak Politik Wajar Sering Disamakan dengan PKI

31 Juli 2017 11:52 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi dan tamu undangan di HUT PDIP (Foto: Biro Pers Kepresidenan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan tamu undangan di HUT PDIP (Foto: Biro Pers Kepresidenan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernyataan Prabowo Subianto yang menyebut presidential threshold 20 persen adalah lelucon politik berujung kritik baik dari PDIP maupun Presiden Joko Widodo. Tak mau kalah, Gerindra kembali melontarkan kritik kepada PDIP dan Jokowi.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono menilai langkah yang dilakukan Jokowi dan PDIP sama saja menipu rakyat dan merenggut hak konstitusi warga negara.
"Sama saja Joko Widodo dan PDIP serta antek-anteknya membohongi masyarakat dan kurang sampai otaknya tentang sebuah arti hak konstitusi warga negara dalam berdemokrasi. Jadi wajar saja kalau PDIP sering disamakan dengan PKI, habis sering buat lawak politik dan menipu rakyat," ujar Arief melalui keterangan yang diterima kumparan (kumparan.com), Senin (31/7).
Arief menyebut Sekjen PDIP Hasto Kristyanto sudah salah besar menanggapi pernyataan Prabowo. Menurut dia, presidential threshold 20 persen selain menipu rakyat tapi juga membuktikan bahwa pemerintah dan partai penyokongnya tidak waras karena melanggar hak konstitusi warga negara.
ADVERTISEMENT
Ia juga menduga presidential threshold 20 persen merupakan bagian dari skenario kecurangan dalam pemilu 2019.
"UU pemilu dengan PT 20 persen bukan hanya lelucon politik dan menipu rakyat. Tapi yang menyetujui UU Pemilu tersebut kurang waras dan melanggar hak konstitusi para pemilih pemula dan menganggap rakyat bodoh hanya demi memulai sebuah rencana kecurangan dalam Pemilu 2019," ujarnya.
Arief menegaskan sangatlah tidak konstitusional ketika pemilu 2019 digelar dengan merujuk pemilu 2014. Padahal, peserta pemilu di 2014 dan 2019 sudah jelas berbeda. Hal ini, kata dia, sama saja peserta pemilu 2019 kehilangan hak konstitusinya untuk mengusung seorang capres karena pada 2014 belum bisa memberikan suaranya sebagai dasar untuk mengusung capres di pemilu 2019.
ADVERTISEMENT
"Begini enggak warasnya, mereka yang menyetujui UU Pemilu 2019 dengan PT 20 persen di mana pileg dan pilpres diselenggarakan bersamaan. Artinya pemilih pemula di 2019 kehilangan hak konstitusinya untuk mengusung seorang capres," tuturnya.
Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengkritik pernyataan Prabowo bahwa ambang batas pemilu presiden 20 persen adalah lelucon politik. Hasto menilai jika ada ketidaksetujuan soal presidential threshold 20 persen, seharusnya disampaikan melalui jalur Mahkamah Konstitusi, bukannya malah menggelar pertemuan tertutup.
Kritik juga datang dari Presiden Joko Widodo. Jokowi mengaku heran mengapa keberatan soal presidential threshold baru dilayangkan saat ini. Padahal sistem ini sudah dipakai sejak pemilu 2009 dan 2014.