Refly Harun: Presidential Threshold 20% Langgar Konstitusi

20 Juli 2017 9:48 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat paripurna DPR ke-31. (Foto: Akbar Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rapat paripurna DPR ke-31. (Foto: Akbar Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
DPR pagi ini akan menggelar sidang paripurna untuk mengesahkan RUU Penyelenggaraan Pemilu. Paripurna digelar setelah mengalami beberapa kali deadlock. Musababnya, seluruh fraksi belum sepakat soal ambang batas pemilu presiden 2019 atau presidential threshold.
ADVERTISEMENT
Fraksi-fraksi pendukung pemerintah seperti PDIP, Nasdem, Golkar, PPP, dan Hanura ngotot agar presidential threshold 20 persen. Gerindra dan PKS meminta presidential threshold 0 persen sementara Fraksi PAN dan PKB cenderung mendukung batas 10 persen.
Namun, jika DPR memutuskan PT sebesar 20 persen, keputusan ini disebut melanggar putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 14/PUU-XI/2013 yang mengatur pemilu serentak 2019. Pakar Hukum dan Tata Negara Refly Harun mempertanyakan dasar hukum jika ambang batas pemilu presiden 20 persen.
"Saya enggak tahu di mana dasarnya. Kalau dasarnya hasil pemilu 2014 ya tidak mungkin, kalau dasarnya pemilu legislatif 2019 baru mungkin. Tapi masalahnya kan ini pemilunya serentak di tahun 2019, pileg dan pilpres. Lalu dasarnya apa," ujar Refly ketika dihubungi kumparan (kumparan.com), Kamis (20/7).
ADVERTISEMENT
Refly menyebut ada tiga alasan mengapa PT 20 persen tidak bisa diberlakukan. Pertama, kursi dan suara di pemilu legislatif 2014 sudah pernah dipakai untuk menggelar pilpres 2014. "Jadi apa dasarnya, itu kan sudah dipakai suaranya," lanjut Refly.
Refly Harun. (Foto: Instagram/@reflyharun)
zoom-in-whitePerbesar
Refly Harun. (Foto: Instagram/@reflyharun)
Alasan kedua, pemilu 2014 dan pemilu 2019 adalah dua pemilu yang terpisah. Bukan sebuah rangkaian seperti pileg dan pilpres 2014.
"Jadi tidak logis menjadikannya dasar. Pemilu presiden 2019 tidak bisa menjadikan hasil pemilu 2014 sebagai dasar," tuturnya.
Alasan ketiga, jika pemerintah menjadikan pemilu legislatif 2014 sebagai dasar untuk pemilu presiden 2019, maka belum tentu peserta dia dua pemilu itu sama. Jika ada peserta yang berbeda, maka sudah pasti tercipta ketidakadilan.
"Sebab, peserta pemilu yang baru belum punya suara dan belum ada kursi. Ada inequality. Padahal tiap peserta pemilu harus diperlakukan sama. Jadi sama sekali tidak masuk akal," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Refly menilai usulan presidential threshold 20 persen hanya merupakan bargaining dari pemerintah. Menurut dia, jika nanti rapat paripurna mengesahkan PT 20 persen, menurut dia, sudah pasti MK akan membatalkan. Sebab, presidential threshold 20 persen sudah pasti bertentangan dengan putusan MK.
"Kalau pemilu terpisah saya bisa menerima legal policy. Tapi ini kan tidak. Jadi kalau diputuskan pasti akan dibatalkan oleh MK, kecuali MK-nya main juga," tuturnya.
"Ini jelas melanggar konstitusi," lanjut Refly.