Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Menjelajahi Realitas dan Mitos Filosofi Mindfulness
9 September 2024 9:42 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ananda Sakha Haura tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan yang telah modern, praktik meditasi “Mindfulness” atau “sadar penuh, hadir utuh” semakin populer di kalangan masyarakat. Mindfulness seringkali dijadikan alat untuk mengurangi stres ataupun menyembuhkan kesedihan. Mindfulness diartikan sederhana dalam bentuk meditasi menenangkan pikiran, walau sebenarnya Mindfulness memiliki akar filosofis yang lebih kompleks dan mendalam.
ADVERTISEMENT
Konsep orisinal Mindfulness berasal dari filosofi kuno praktik meditasi Buddhist. Mindfulness berasal dari kata Pali “sati” yang merupakan bahasa liturgis kuno dari tradisi Buddhis, yang berarti “ingatan” yang berhubungan dengan kata “sarati”, yang berarti “untuk mengingat”. Seiring berjalannya waktu, Mindfulness semakin populer dan diadaptasi dalam filsafat kontemporer dan psikologi barat.
Kabat-Zinn mendefinisikan Mindfulness sebagai kesadaran memposisikan keadaan diri yang memiliki perhatian penuh pada situasi yang sedang terjadi saat ini dengan sikap yang non-judgemental atau menghakimi. Seseorang yang mindful terbiasa mengamati dan menerima perasaan, perilaku, pikiran diri apa adanya. Mindfulness tidak menendang jauh pengalaman yang sedang dialami, namun justru sadar dan hadir secara utuh saat pengalaman tersebut terjadi.
ADVERTISEMENT
Mindfulness mendekatkan diri kepada realita hidup seperti manusia akan menua, sakit, atau meninggal dunia yang terlihat seperti penderitaan. Namun dengan sadar bahwa itulah ‘realita’, Mindfulness membantu kita untuk cepat bangkit tanpa harus menghindari kesedihan dari suatu pengalaman.
Praktik Mindfulness secara formal menjadi populer pada tahun 1990-an termasuk pada setting klinis atau kesehatan. Dalam bukunya, Kabat-Zinn menjelaskan bahwa jika praktik Mindfulness bukanlah seperti meditasi mengalihkan pikiran untuk menjadi tenang. Praktik Mindfulness biasanya hanya menutup mata, duduk dengan tenang, atau bahkan berbaring tidak bergerak di lantai. Hal ini dapat berlangsung selama 30-45 menit.
Orang-orang yang akan kita lihat hanya menghabiskan waktu dengan melamun atau tidur, kita tidak bisa melihat apa yang sedang dilakukan, namun orang-orang tersebut sebenarnya sedang bekerja keras. Latihan ini secara aktif menyimak setiap momen dalam upaya untuk tetap penuh perhatian dalam setiap satu momen ke momen berikutnya, yang disebut “berlatih untuk ada”. Latihan ini menyelaraskan diri dengan pengalaman dasar hidup, dimana kita membiarkan diri kita pada saat ini dengan segala sesuatunya yang apa adanya, tanpa mencoba mengubah apapun.
ADVERTISEMENT
Memasuki dunia modern, publikasi tentang Mindfulness semakin populer. Namun, tidak jarang bahwa banyak orang salah mengartikan Mindfulness atau bahkan menjual nama Mindfulness sebagai teknik meditasi sempurna untuk hidup bahagia dengan cara sederhana. Misalnya seperti Mindfulness menghilangkan semua pikiran yang negatif dan hanya menyimpan yang positif saja. Padahal faktanya, dalam Mindfulness pikiran yang negatif sekalipun akan diberikan perhatian penuh, merangkulnya tanpa menilai atau memberi makna, dan akan pergi hanya karena mengalir begitu saja. Mindfulness bukanlah tentang menyingkirkan pikiran negatif, namun berlatih bagaimana diri kita tetap ada dan bijaksana dalam merespon hal tersebut.
ADVERTISEMENT