Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Posisi Australia dalam Konflik Israel-Palestina: Kombinasi Bisnis dan Politik
12 Desember 2024 16:12 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Anandya Wisam Anggara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Posisi Australia terhadap konflik Israel-Palestina telah berkembang seiring waktu, mencerminkan keseimbangan yang rumit antara kepentingan ekonomi, pertimbangan politik domestik, dan diplomasi internasional. Secara ekonomi, Israel merupakan mitra penting bagi Australia, terutama dalam bidang pertahanan, teknologi, dan penelitian pertanian. Kedua negara telah membangun hubungan bisnis yang kuat, di mana Israel menyediakan teknologi canggih di bidang pertahanan dan keamanan siber, yang sangat diminati oleh Australia mengingat posisi strategisnya di kawasan Asia-Pasifik. Selain itu, keahlian Israel dalam pengelolaan air, pertanian, dan inovasi telah mendorong kolaborasi yang meningkat di sektor-sektor ini. Hubungan ekonomi ini secara historis memengaruhi sikap politik Australia, yang sering kali menunjukkan dukungan kuat untuk Israel di berbagai forum internasional.
ADVERTISEMENT
Namun, kebijakan Australia terhadap konflik Israel-Palestina lebih kompleks. Meskipun negara ini mempertahankan hubungan diplomatik yang konsisten dengan Israel, ada tekanan internal yang meningkat untuk menangani isu Palestina secara lebih langsung, terutama mengingat ketegangan yang meningkat dan krisis kemanusiaan di Gaza. Mantan Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne, secara vokal mendukung solusi dua negara dan terkadang menyatakan keprihatinan terhadap tindakan Israel di wilayah pendudukan. Sebagai contoh, pada tahun 2020, ia menyatakan bahwa perluasan permukiman Israel di Tepi Barat adalah "hambatan signifikan terhadap perdamaian." Namun, tindakan diplomatik Australia sering kali tampak lebih lemah dibandingkan retorikanya. Pada Desember 2020, Australia memberikan suara menentang lima resolusi PBB yang membahas konflik Israel-Palestina, termasuk satu resolusi yang menyerukan penyelesaian damai atas isu Palestina. Pemerintah Australia membenarkan posisinya dengan alasan bahwa resolusi-resolusi tersebut tidak berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut, yang mencerminkan pandangan Israel dalam hal ini.
ADVERTISEMENT
Meskipun hubungan historis Australia yang kuat dengan Israel, negara ini tidak mengabaikan sepenuhnya hak-hak Palestina. Sebagai tanggapan terhadap meningkatnya kekerasan di Gaza pada tahun 2023, sikap Australia mulai berubah. Perdana Menteri Anthony Albanese dan Menteri Luar Negeri Penny Wong menekankan dukungan Australia yang berkelanjutan untuk solusi dua negara, mengecam kekerasan dari kedua pihak, dan menyerukan resolusi damai. Posisi Australia terhadap isu ini semakin mendapat sorotan seiring meningkatnya jumlah korban jiwa di kedua belah pihak. Meskipun memiliki aliansi politik dan ekonomi yang erat dengan Israel, Australia berhati-hati untuk tidak sepenuhnya mengabaikan perjuangan Palestina. Sebagai contoh, diplomat luar negeri Australia telah mendorong tekanan internasional terhadap Israel untuk menghentikan perluasan permukiman dan menghormati hukum internasional terkait wilayah pendudukan.
ADVERTISEMENT
Namun, perbedaan antara kepentingan ekonomi Australia dan sikap politiknya terlihat dalam pola pemungutan suara di PBB. Australia sering kali menyelaraskan diri dengan Israel dalam resolusi terkait konflik Israel-Palestina. Penyelarasan ini dipandang sebagai ekspresi dukungan politik Australia untuk Israel, terutama karena pentingnya hubungan bilateral strategis. Pemungutan suara Australia yang menentang resolusi yang menyerukan penarikan Israel dari wilayah pendudukan dan oposisi umumnya terhadap pengakuan internasional atas status negara Palestina telah menuai kritik baik di dalam maupun luar negeri. Para kritikus berpendapat bahwa tindakan Australia di PBB merusak komitmennya yang dinyatakan terhadap solusi dua negara yang damai.
Salah satu aspek paling menonjol dari kebijakan luar negeri Australia dalam beberapa tahun terakhir adalah ketegangan di dalam pemerintah terkait pengakuan Palestina. Partai Buruh Australia (ALP), terutama di bawah kepemimpinan mantan Perdana Menteri Kevin Rudd, telah bergerak lebih dekat untuk mendukung status negara Palestina, menganjurkan solusi dua negara sebagai cara untuk mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. Namun, di bawah pemerintahan konservatif Perdana Menteri Scott Morrison, Australia tidak secara resmi mengakui Palestina sebagai negara berdaulat, meskipun ada dukungan internasional yang luas untuk status negara Palestina. Sikap pemerintahan Morrison ini dipandang oleh sebagian pihak sebagai upaya untuk menjaga hubungan baik dengan Israel dan komunitas Yahudi di Australia, yang memiliki pengaruh politik signifikan. Menteri Luar Negeri Julie Bishop, khususnya, adalah pendukung kuat hubungan dekat Australia dengan Israel, bahkan di tengah meningkatnya kecaman internasional terhadap aktivitas permukiman Israel.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, pemerintahan Albanese mengambil pendekatan yang lebih hati-hati dan seimbang. Meskipun Australia terus menyatakan dukungan untuk hak Israel dalam membela diri, pemerintahan Albanese menyerukan fokus baru pada kebutuhan kemanusiaan rakyat Palestina dan pentingnya negara Palestina yang layak berdampingan dengan Israel. Posisi diplomatik Australia semakin selaras dengan seruan komunitas internasional untuk mengakhiri pendudukan wilayah Palestina dan mendirikan negara Palestina sebagai bagian dari perjanjian damai yang dinegosiasikan.
Posisi Australia terhadap konflik Israel-Palestina juga memiliki implikasi terhadap ekonomi dan bisnis, karena sikapnya dapat memengaruhi hubungan dagang tidak hanya dengan Israel tetapi juga dengan negara-negara Timur Tengah. Sementara Israel tetap menjadi mitra ekonomi vital, terutama di sektor teknologi tinggi dan pertahanan, Australia harus menavigasi hubungannya dengan negara-negara Arab dan aktor global lainnya yang vokal dalam mendukung hak-hak Palestina. Misalnya, penolakan berkelanjutan Australia terhadap resolusi yang menyerukan pengakuan negara Palestina berisiko merusak hubungan diplomatiknya dengan negara-negara di dunia Arab dan lebih jauh lagi. Pada saat yang sama, Australia harus mengelola tekanan politik dari komunitas Yahudi domestiknya, yang secara tradisional menjadi pendukung kuat kebijakan Israel.
ADVERTISEMENT
Meskipun dengan kompleksitas ini, kebijakan Australia perlahan bergeser menuju pendekatan yang lebih seimbang, terutama mengingat perkembangan terbaru di Gaza dan meningkatnya seruan untuk peran yang lebih aktif dalam mendukung perdamaian dan keadilan. Meskipun Israel tetap menjadi mitra strategis penting bagi Australia, jelas bahwa pemerintah Australia juga harus mempertimbangkan implikasi yang lebih luas dari kebijakan luar negerinya di Timur Tengah, terutama saat sikap global terhadap konflik Israel-Palestina terus berkembang.