Konten dari Pengguna

Pemilu 2024 dan Integritas Mahkamah Konstitusi

Anang Dony Irawan
Pengajar UMSurabaya
22 Januari 2024 13:38 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anang Dony Irawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pemilu.  Foto: Dok Kemenkeu
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu. Foto: Dok Kemenkeu
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai Negara yang menganut sistem perwakilan, Pemilihan Umum bagian instrumen penting yang mendasarkan pada prinsip demokrasi dan konstitusional dalam praktik ketatanegaraan. Masyarakat menggunakan hak pilih setelah datanya masuk dalam data pemilih yang dikelola oleh Komisi Pemilihan Umum. Partai Politik sebagai wujud keterwakilan dari partisipasi rakyat sangat diharapkan bisa melakukan fungsi keseimbangan dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Dengan adanya fungsi keseimbangan (check and balance) bisa diwujudkan adanya keseimbangan antara eksekutif dan legislatif.
ADVERTISEMENT
Pemilihan Umum yang diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali sesuai dengan amanat konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebagai upaya mewujudkan Negara Indonesia yang demokratis merupakan salah satu sendi demi tegaknya sistem politik demokrasi yang dipilih Indonesia. Karenanya tujuan dari Pemilihan Umum adalah untuk mengimplementasikan adanya prinsip-prinsip dalam demokrasi dengan cara memilih wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu mengikutsertakan rakyat dalam sistem kehidupan ketatanegaraan. Dalam demokrasi, ada nilai-nilai partisipatif dan kedaulatan yang dijunjung tinggi dan harus dijalankan oleh Warga Negara dan instrumen Negara. Adanya partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Umum sangatlah diperlukan, mengingat masyarakat mempunyai hak pilih yang tidak bisa diwakilkan kepada orang lain, apalagi diperjualbelikan. Sangatlah tidam diperbolehkan.
ADVERTISEMENT
Hak pilih tersebut diberikan kepada setiap Warga Negara yang telah memiliki hak pilih dan tentunya dijamin oleh Undang-Undang. Hak ini merupakan hak konstitusional setiap Warga Negara yang telah memenuhi syarat untuk kemudian namanya masuk dalam Daftar Pemilih. Penyelenggara Pemilu melakukan beberapa tahapan dalam pemutakhiran data pemilih dengan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menghasilkan data yang akurat dan berkualitas. Dari data pemilih yang akurat dan berkualitas inilah bisa terwujud Pemilu 2024 di Indonesia yang lebih baik, adil, damai. dan berintegritas. Tentunya keterlibatan rakyat dalam proses Pemilihan Umum merupakan hak dasar politik yang dijamin oleh konstitusi.

Partai Politik dan Kontestasi Pemilu 2024

Tidak ada perbedaan atas visi-misi pada partai politik. Parpol memanfaatkan pragmatisme politik dengan menawarkan gagasan-gagasan progresif. Intinya, partai politik saat ini mengambil isu-isu yang banyak dibicarakan oleh masyarakat, dan disuarakan oleh anak muda. Dari semua isu-isu yang digalang oleh anak muda bisa jadi besar dan punya potensi ditangkap oleh elite-elite politik untuk dijadikan janji kampanyenya. Tentu anak muda dilarang untuk sibuk dengan gosip personal antar kandidat agar tidak kehilangan momentum lima tahunan tersebut.
ADVERTISEMENT
Kontestasi Pemilu sebagai bentuk hajatan rutin lima tahunan selalu diwarnai kepentingan dalam kehidupan kebangsaan. Demokrasi sebagai sistem ketatanegaraan dan kebangsaan hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai media memberikan ruang kesempatan kepada setiap warga Negara untuk mengaktualisasikan akan hak-hak politiknya. Rantai waktu yang tersambung dari pemilu pertama hingga saat ini telah menjadi hasanah kebangsaan tersendiri. Dinamikanya yang sangat dinamis dengan intrik dan manuver berbagai kepentingan dari para pihak yang selalu hadir dalam perjalanan proses demokratisasi sistem pemilihan untuk kekuasaan legislatif, dan eksekutif.
Gerakan reformasi di tahun 1998 yang kemudian membawa arus demokrasi yang lebih terbuka dan aspiratif, keterwakilan kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh, dan untuk rakyat mulai berjalan baik. Namun, sangat disayangkan dengan adanya euforia terhadap reformasi mengalami "lost control" yang kemudian berdampak pada kualitas demokrasi yang terbangun. Hal tersebut dapat dirasakan oleh semua pihak yang berkepentingan, salah satunya adalah demokrasi kebangsaan pasca reformasi yang membuka ruang budaya politik transaksional dan pragmatis. Peran masyarakat menjadi mutlak adanya dalam menentukan kualitas hasil Pemilihan Umum 2024 yang damai dan berintegritas.
ADVERTISEMENT
Menuju hari "H" Pemilu yang diselenggarakan pada tanggal 14 Februari 2024 tentu semakin banyak kejadian yang akan menyita perhatian dan emosi pada masyarakat. Setelah hari ”H” pelaksanaan Pemilu pun masih akan ada ujian lagi dalam penghitungan suara, rekapitulasi, sampai pada penetapan perolehan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jika ada ketidakpuasan dari para Calon Anggota Legislatif (Caleg) maupun Pasangan Calon Presiden-Calon Wakil Presiden (Paslon Capres-Cawapres), maka akan ada gugatan tidak terelakkan yang menjadi tugas berat Mahkamah Konstitusi (MK). Di mana Lembaga ini yang baru saja didera pelanggaran etik di tahun 2023 lalu yang tentu dituntut memiliki momentum untuk bisa mengembalikan marwah etiknya di tahun 2024 dalam memutus sengketa Pemilu.
Namun begitu, dalam kontestasi pemilu yang diadakan di Indonesia masih saja akan berpotensi dengan adanya kampanye hitam (black campaign) dan penyebaran berita hoax. Hal tersebut tentu saja dilarang karena bisa dianggap menodai, menghasut lawan politiknya dapat dipidana. Oleh karenanya, pemilih dituntut harus cerdas, terlebih jika melihat atau membaca informasi yang tersebar di berbagai sosial media. Harus selalu memastikan informasi yang didapatkan benar-benar bersumber dari lembaga yang kredibel dan dapat dipercaya.
ADVERTISEMENT

Putusan Mahkamah Konstitusi dan Sengketa Pemilu

Berbicara soal sifat final dan mengikat (final and binding) dalam suatu putusan, maka kita dapat merujuk pada sifat final dan mengikat suatu putusan Mahkamah Konstitusi. Menjatuhkan putusan final adalah salah satu kewenangan MK yang telah diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan sengketa pemilu adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih karena adanya perbedaan penafsiran antara suatu ketidaksepakatan tertentu yang berhubungan dengan fakta kegiatan atau peristiwa hukum atau kebijakan, di mana suatu pengakuan atau pendapat dari salah satu pihak mendapat penolakan, pengakuan yang berbeda, penghindaran dari pihak lainnya, yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu. Ada beberapa pihak yang ikut terlibat dalam sengketa Pemilu, yaitu di antaranya adalah:
ADVERTISEMENT
Untuk menjamin keadilan yang diwujudkan oleh MK adalah keadilan yang berdasarkan kepastian hukum, MK harus merevisi hukum acara dalam memutus sengketa hasil pemilu. Dasar untuk mengubah hukum acara tersebut adalah berdasarkan keputusan-keputusan yang telah dikeluarkan oleh MK selama ini. Indikator-indikator yang menjadi kriteria pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses pemilu dapat dijadikan acuan dalam merevisi hukum acara dalam memutus sengketa hasil pemilu.
Hal ini dimaksudkan agar tidak ada istilah Demokrasi ”dikebiri” dalam Pemilihan Umum 2024 dengan tujuan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat dalam memilih calon-calon pemimpinnya dan menjadi tahun pengamalan akan etik menuju bangsa yang berdaulat dengan pemerintahan yang terhormat di mata dan di hati masyarakat dari proses demokrasi yang sehat, damai, dan berintegritas.
ADVERTISEMENT