Konten dari Pengguna

Partisipasi Anak Muda dalam Pilkada: Mengapa Golput Bukan Pilihan?

Anatasya Putri Vika Nabila
Saya adalah mahasiswa Universitas Negeri Surabaya
24 November 2024 11:33 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anatasya Putri Vika Nabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar 1. anak muda menggunakan hak pilihnya Sumber : Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Gambar 1. anak muda menggunakan hak pilihnya Sumber : Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
Pilkada serentak 2024 sebentar lagi digelar. Tapi, mari jujur apakah kita benar-benar peduli? Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak muda justru memilih untuk golput alias tidak menggunakan hak pilihnya. Pertanyaan besar pun muncul, di mana peran generasi muda dalam menentukan arah masa depan bangsa?
ADVERTISEMENT
Kalau selama ini kita sering merasa pemerintah kurang mendengar aspirasi kita, inilah kesempatan untuk bersuara. Pilkada bukan hanya formalitas atau rutinitas politik. Ini adalah momentum di mana kita bisa memilih pemimpin yang kebijakannya akan langsung menyentuh kehidupan kita.
Golput: Pilihan atau Kemalasan?
Banyak anak muda punya berbagai alasan untuk golput. Yang paling sering terdengar?
1. "Siapapun yang jadi, nggak ada bedanya!"
Coba dipikirkan lagi. Memang benar, politik di Indonesia masih penuh drama, bahkan ada oknum yang mengecewakan. Tapi kalau kita memilih untuk diam dan tidak memilih, kita sebenarnya membiarkan pemimpin yang “asal-asalan” punya kesempatan lebih besar untuk menang. Jadi, logikanya justru kebalik: suara kita adalah cara untuk memperbaiki sistem, bukan malah meninggalkannya.
ADVERTISEMENT
2. "Politik itu kotor!"
Ini juga alasan klasik. Padahal, siapa yang bisa membersihkan “kekotoran” kalau bukan orang-orang yang peduli? Kalau anak muda terus menjauh dari politik, siapa yang akan membawa perubahan? Pemilu adalah jalan resmi dan damai untuk memulai revolusi kecil-kecilan dalam pemerintahan.
3. "Malas ribet ke TPS!"
Kalau soal ini, jawabannya simpel: masa depan kita lebih berharga daripada rasa malas sesaat. Kalau bisa antre untuk beli tiket konser atau promo diskon, kenapa malas antre di TPS yang dampaknya jauh lebih besar untuk hidup kita?
Efek Domino Golput
Apa sih yang terjadi kalau kita golput? Efeknya ternyata jauh lebih besar daripada yang kita bayangkan.
Pertama, golput berarti kita membiarkan suara kita hilang begitu saja. Ini membuka jalan bagi kandidat yang mungkin tidak kompeten untuk menang. Kalau pemimpin yang terpilih ternyata tidak sesuai harapan, kita tidak punya alasan untuk mengeluh, karena kita sendiri yang membiarkan itu terjadi.
ADVERTISEMENT
Kedua, golput melemahkan demokrasi. Semakin banyak yang tidak memilih, semakin kecil legitimasi pemimpin terpilih. Ini bukan hanya merugikan daerah, tapi juga memperburuk citra demokrasi di mata masyarakat.
Ketiga, golput adalah kerugian bagi diri sendiri. Saat kebijakan pemerintah tidak berpihak pada pendidikan, ekonomi, atau peluang kerja, siapa yang terdampak paling besar? Kita. Jadi, memilih bukan hanya untuk kebaikan umum, tapi juga untuk kepentingan kita sebagai individu.
Hak Pilih = Investasi Masa Depan
Banyak yang tidak sadar kalau hak pilih itu adalah salah satu bentuk investasi paling sederhana untuk masa depan. Bayangkan kita memilih pemimpin yang punya visi jelas soal pendidikan gratis, lapangan kerja, atau pembangunan infrastruktur. Kebijakan-kebijakan tersebut akan langsung memengaruhi hidup kita, baik dalam jangka pendek maupun panjang.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, kalau kita golput, kita menyerahkan masa depan kita pada keputusan orang lain. Apakah kita rela begitu saja?
Cara Mengurangi Golput di Kalangan Anak Muda
Mengurangi angka golput sebenarnya bisa dilakukan dengan pendekatan sederhana dan kreatif. Di kampung saya, misalnya, ada sosialisasi keliling yang menggunakan pengeras suara. Pesannya sederhana, tapi langsung menohok: “Ayo pilih pemimpin yang peduli! Jangan golput kalau ingin hidup lebih baik!”
Berikut beberapa ide lain yang bisa dilakukan di berbagai tempat:
1. Kampanye Digital yang Relate
Anak muda sekarang hidupnya ada di media sosial. Jadi, kampanye pilkada harus hadir di platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Bikin konten edukasi yang santai tapi mengena, seperti video pendek, infografis, atau meme lucu soal pentingnya memilih.
ADVERTISEMENT
2. Edukasi di Tempat Umum
Bagi-bagi brosur di lampu merah, pasar, atau kampus juga efektif. Brosur ini bisa berisi ajakan untuk melawan hoaks, mengenal calon, dan tentu saja, pentingnya memilih.
3. Diskusi Langsung dengan Kandidat
Mengadakan forum terbuka antara calon kepala daerah dan pemilih, terutama anak muda, bisa jadi strategi untuk meningkatkan kepercayaan. Kalau kita tahu calon pemimpin kita lebih dekat, kita pasti lebih semangat untuk memilih.
4. Libatkan Komunitas Lokal
Komunitas anak muda, seperti organisasi kepemudaan atau komunitas hobi, bisa menjadi agen perubahan. Mereka bisa membantu menyebarkan informasi soal pilkada dengan cara yang lebih ringan dan menarik.
5. Buat Pilkada Terasa Dekat dengan Anak Muda
KPU atau pemerintah daerah bisa menggunakan cara-cara unik, seperti kompetisi video kreatif tentang pilkada, lomba meme, atau kuis online dengan hadiah menarik. Ini bisa menjadi daya tarik agar anak muda lebih peduli.
ADVERTISEMENT
Pilkada adalah Hak, Bukan Beban
Sebagai anak muda, kita sering mengeluh soal banyak hal: fasilitas umum yang kurang, lapangan kerja yang sempit, pendidikan yang mahal. Tapi, jika kita tidak memilih, kita sebenarnya sedang menyia-nyiakan kesempatan untuk memperbaiki semua itu.
Ingat, memilih dalam pilkada adalah salah satu cara termudah untuk menunjukkan bahwa kita peduli.
Pilkada adalah panggung kita sebagai rakyat untuk menentukan siapa yang pantas memimpin daerah.
Jadi, yuk, jangan golput! Gunakan hak pilih kita dengan bijak. Karena satu suara kecil dari kita bisa membawa perubahan besar bagi masa depan.
"Golput itu diam, memilih itu perubahan. Jangan biarkan suara kecilmu tenggelam di lautan apatisme."