Konten dari Pengguna

Relevansi Perjalanan Pendidikan Nasional dengan Menjadi Guru

Andas Nidaa'an Khofiyya
Mahasiswa S1 PGSD Universitas Muhammadiyah Surabaya
2 Januari 2024 7:30 WIB
clock
Diperbarui 20 Januari 2024 19:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andas Nidaa'an Khofiyya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Relevansi Perjalanan Pendidikan Nasional. Foto: Andas Nidaa'an Khofiyya
zoom-in-whitePerbesar
Relevansi Perjalanan Pendidikan Nasional. Foto: Andas Nidaa'an Khofiyya
ADVERTISEMENT
Menjadi seorang guru merupakan langkah yang baik untuk menciptakan peradaban baru. Menciptakan peradaban baru inilah menjadikan peran penting seorang guru dengan keberpihakannya terhadap peserta didik. Menjadi guru yang berpihak kepada peserta didik dapat diupayakan dengan dengan berbagai macam upaya yang ada yaitu pertama, memaknai dan menghayati pribadi kita sebagai manusia yang merdeka untuk terus belajar. Kedua, melaraskan agar pendidik relevan dengan konteks zaman. Dan terakhir, menuntun kodrat anak.
ADVERTISEMENT
Menurut Ki Hadjar Dewantara, bapak pendidikan Indonesia menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran, serta tubuh anak. Adanya Taman siswa yang didirikan olehnya sebagai gerbang emas di Yogyakarta pada tahun 1922 memiliki filosofi pendidikan yaitu “Ing ngarsa sang tulada, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani” artinya, di depan memberi contoh, ditengah membangun cita-cita, di belakang mengikuti dan mendukung. Dalam penerapannya taman siswa menerapkan lima konsep (panca dharma) yaitu kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan.
Upaya Penerapan Konsep Panca Dharma. Foto: Andas Nidaa'an Khofiyya
Esensi penerapan pendidikan di Indonesia ini tidak terlepas akan praktek pendidikan yang “membelenggu” kemerdekaan peserta didik dalam belajar. Hal ini dapat dilihat pada pendidikan sebelum dan sesudah Indonesia merdeka. Pendidikan sebelum Indonesia merdeka menerapkan bahwa pendidikan hanya didapatkan oleh kalangan khususnya calon pegawai yang menguntungkan pihak Hindia Belanda. Sedangkan pendidikan setelah kemerdekaan, pendidikan menjadi hak untuk setiap warga negara Indonesia sebagai bentuk memanusiakan manusia untuk berkembang lahir dan batin.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Perbedaan Pendidikan Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan. Foto: Andas Nidaa'an Khofiyya
Pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan tidak hanya menjamin penghidupan anak, tetapi juga memerdekakannya lahir dan batin. Maka dibutuhkannya model pembelajaran yang dapat memerdekakan belenggu peserta didik tersebut. Model pembelajaran kurikulum merdeka adalah solusinya. Kurikulum merdeka memiliki esensi kebebasan dalam berpikir bagi peserta didik maupun guru sehingga mampu mendorong terbentuknya karakter jiwa mereka untuk menjadi individu yang cerdas, kreatif, dan karakter yang selaras dengan nilai-nilai bangsa Indonesia, terlebih pada abad 21 ini.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, peran guru dalam penerapan pendidikan model kurikulum merdeka adalah dengan menuntun peserta didik dalam belajar sesuai kodrat akan zaman, dapat memenuhi kebutuhan peserta didik dengan kemampuan yang berbeda-beda (melakukan konsep pembelajaran berdiferensiasi), dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kreatif dan inovatif untuk mendukung potensi yang dimiliki peserta didik. Serta melakukan refleksi kegiatan pembelajaran untuk kedepannya. (ANK)