Konten dari Pengguna

Strategi dan Tantangan Pembangunan Program 3 Juta Rumah MBR

Ir Andek Prabowo ST MBA IPM ASEAN Eng
Mahasiswa S3 IPDN Jakarta Direktur Utama PT PP Properti
24 November 2024 19:34 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ir Andek Prabowo ST MBA IPM ASEAN Eng tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gedung IPDN Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 20 Jatinangor, Sumedang. 45363. FOTO/ipdn.ac.id
zoom-in-whitePerbesar
Gedung IPDN Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 20 Jatinangor, Sumedang. 45363. FOTO/ipdn.ac.id
ADVERTISEMENT
Latar Belakang
Kebutuhan akan hunian terus meningkat setiap tahun, terutama karena pertumbuhan populasi di kawasan perkotaan yang didorong oleh urbanisasi. Tingginya permintaan perumahan yang belum sepenuhnya terpenuhi saat ini menunjukkan bahwa penyediaan hunian memiliki peran strategis dalam membentuk karakter masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan perumahan vertikal telah menjadi solusi yang diadopsi di banyak kota besar di dunia, termasuk di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Problem penyelenggaraan perumahan adalah keterjangkauan masyarakat terhadap hunian yang layak huni, baik dalam hal membeli rumah baru atau membangun rumah secara swadaya. Selain itu, banyak orang masih tinggal di rumah yang tidak layak huni. Ada ketimpangan antara supply dan demand, yang menyebabkan masalah keterjangkauan. Permasalahan utama dari sisi demand adalah rendahnya kemampuan masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah, untuk membeli rumah yang layak atau membangun rumah secara swadaya. Rumah yang dibangun oleh pengembang untuk MBR masih terbatas dan tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat. Walaupun belum berjalan secara optimal, pemerintah telah menyediakan bantuan pembiayan perumahan untuk memastikan bahwa MBR dapat memperoleh hunian yang layak.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberhasilan serta tantangan dalam pelaksanaan program pembangunan tiga juta rumah di Indonesia. Fokus utama penelitian ini adalah mengevaluasi efektivitas kebijakan tersebut dalam menjawab kebutuhan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang selama ini menjadi salah satu kelompok yang paling terdampak oleh masalah keterjangkauan perumahan. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai hambatan yang dihadapi dalam implementasi program, seperti kendala pengadaan lahan, birokrasi yang kompleks, serta aspek teknis pembangunan yang dapat mempengaruhi pencapaian target program.
ADVERTISEMENT
Program tiga juta rumah merupakan salah satu komitmen politik yang dijanjikan oleh pasangan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam kampanye Pilpres 2024. Kebijakan ini dirancang sebagai langkah pro-poor yang berfokus pada pengurangan tingkat kemiskinan melalui pembangunan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pemerintah menetapkan target pembangunan tiga juta unit rumah yang akan dimulai pada awal tahun 2025. Target ini mencakup satu juta unit hunian vertikal berupa rumah susun di wilayah perkotaan dan dua juta unit hunian di pedesaan, baik dalam bentuk renovasi rumah yang sudah ada maupun pembangunan rumah tapak baru. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2023, kekurangan kepemilikan rumah atau backlog perumahan di Indonesia tercatat mencapai 9,9 juta rumah tangga. Untuk tahap awal pelaksanaan program, pemerintah akan memprioritaskan pembenahan basis data serta penetapan kriteria yang lebih jelas untuk menentukan masyarakat berpenghasilan rendah yang berhak menjadi penerima manfaat dari program ini.
ADVERTISEMENT
Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis penelitian ini mengintegrasikan berbagai teori untuk menganalisis pelaksanaan program pembangunan tiga juta rumah di Indonesia. Teori kebijakan publik digunakan untuk memahami proses perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan melalui kerangka siklus kebijakan serta alat analisis seperti SWOT dan PESTEL (Dunn: 201 8). Teori jaringan kebijakan membantu menjelaskan interaksi antar-aktor kunci, seperti pemerintah, swasta, dan masyarakat (Ostrom: 1990).
Dalam konteks perumahan, teori perumahan menjadi landasan untuk menilai efektivitas program dalam menjamin hak atas perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dengan analisis keterjangkauan dan segmentasi pasar (Turner: 1976). Teori pembangunan berkelanjutan digunakan untuk mengevaluasi dampak program terhadap dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan serta kontribusinya terhadap SDGs (Bruntland: 1976).
Penelitian ini juga mengacu pada teori partisipasi masyarakat untuk menganalisis keterlibatan masyarakat dan konsep empowerment dalam memberdayakan mereka memenuhi kebutuhan perumahan. Terakhir, teori birokrasi digunakan untuk mengevaluasi efisiensi, reformasi birokrasi, dan kolaborasi antar-lembaga dalam mendukung keberhasilan program.
ADVERTISEMENT
Metode Penulisan
Penelitian ini dapat menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif dapat digunakan untuk menggali informasi mendalam mengenai persepsi masyarakat, stakeholders, dan pemerintah terhadap program ini. Sedangkan metode kuantitatif dapat digunakan untuk menganalisis data statistik terkait capaian program, hambatan, dan dampaknya (Cresswell: 2023).
Pengumpulan dan Analisis Data
Dalam tulisan ini, pengumpulan data dilakukan melalui sumber primer dokumentasi (dokumen-dokumen) yang tersedia atau dapat ditemukan melalui jaringan internet (Cresswell: 2023). Selain itu dilakukan analisis data yang menggabungkan antara kesesuaian dokumen dan fakta di lapangan
Pembahasan
Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat, Heru Pudyo Nugroho, mengajukan sejumlah alternatif dalam program pembiayaan perumahan. Beberapa usulan tersebut mencakup skema tiering suku bunga atau marjin KPR FLPP, pembatasan masa pemberian subsidi, penerapan skema FLPP berbasis dana abadi, serta pembentukan dana perumahan yang dikelola melalui pendekatan investasi. Selain itu, ada wacana untuk mengembangkan skema pendanaan non-APBN, salah satunya melalui program perumahan hijau yang terjangkau atau Indonesia Green Affordable Housing Programme (IGAHP). Skema ini bertujuan menarik pendanaan dari donor internasional untuk mendukung pembiayaan perumahan yang ramah lingkungan, mendorong pembangunan berkelanjutan, serta memperkuat ketahanan terhadap perubahan iklim. Pendanaan ini juga diharapkan dapat memanfaatkan dana masyarakat yang telah terkumpul sebagai pendamping dalam pembiayaan perumahan, sehingga memberikan solusi inovatif bagi pengelolaan dana di luar anggaran negara.
ADVERTISEMENT
Selain menghadapi kendala keterbatasan anggaran, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) juga harus berupaya keras dan mengembangkan kebijakan inovatif untuk mengatasi sejumlah tantangan, khususnya dalam hal pengadaan lahan, penyederhanaan birokrasi, dan aspek teknis pembangunan. Pada aspek pengadaan lahan, Kementerian PKP berencana menjalin koordinasi intensif dengan berbagai pihak, termasuk Badan Bank Tanah, kementerian/lembaga seperti Kejaksaan Agung, KPK, TNI, dan Polri, serta pihak BUMN, swasta, dan pemerintah daerah. Kerja sama dengan Kejaksaan Agung melibatkan pemanfaatan lahan sitaan sebagai aset negara yang dapat digunakan untuk pembangunan rumah rakyat. Proses ini memerlukan perizinan yang dilengkapi dengan payung hukum yang kokoh untuk memastikan legalitas dan keberlanjutannya. Kolaborasi dengan BUMN difokuskan pada optimalisasi aset lahan milik perusahaan-perusahaan negara yang saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Lahan-lahan ini dapat dialokasikan untuk mendukung program perumahan rakyat. Kemitraan dengan pemerintah daerah menjadi langkah strategis untuk memanfaatkan lahan di wilayah perkotaan. Hal ini dilakukan dengan menetapkan lokasi pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta memastikan lokasinya tidak berada di area rawan bencana. Keterlibatan pihak swasta dilakukan melalui inisiatif tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility atau CSR). Program ini diharapkan dapat membantu pembiayaan atau penyediaan lahan untuk proyek perumahan rakyat. Pendekatan kolaboratif ini bertujuan untuk memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada, mengatasi hambatan terkait lahan, dan mempercepat realisasi pembangunan rumah yang dibutuhkan oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kedua, diperlukan inovasi dalam aspek birokrasi. Sebelumnya, pengelolaan urusan perumahan tersebar di enam kementerian/lembaga, sehingga penyederhanaan birokrasi menjadi penting untuk memangkas proses administrasi dan mempercepat koordinasi antar pihak terkait dalam pengelolaan sektor perumahan. Ketiga, inovasi juga dibutuhkan dalam aspek teknis pembangunan rumah massal, khususnya di wilayah perdesaan. Desain rumah di perdesaan sebaiknya tidak menggunakan pola yang seragam, melainkan disesuaikan dengan karakteristik lokal. Hal ini mencakup penyesuaian terhadap iklim, struktur tanah, ketersediaan sumber daya alam, dan profesi utama masyarakat setempat. Selain itu, biaya pembangunan harus tetap terjangkau tanpa mengurangi kualitas material bangunan yang digunakan. Di sisi lain, tata kelola rumah susun di kawasan perkotaan juga memerlukan perhatian khusus. Sebagai bagian dari program hunian jangka panjang, pengelolaan rumah susun harus dirancang dengan sistem yang mendukung keberlanjutan dan kenyamanan bagi penghuninya. Ketersediaan lahan dengan harga terjangkau menjadi faktor kunci dalam keberhasilan program pembangunan tiga juta rumah yang dicanangkan pemerintah. Mengingat harga tanah di kawasan perkotaan yang terus meningkat, intervensi aktif dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengatasi tantangan ini. Untuk mewujudkan program tersebut, pemerintah harus menjalin koordinasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak guna memastikan target pembangunan dapat tercapai sesuai rencana.
ADVERTISEMENT
Program tiga juta rumah yang dijanjikan oleh pasangan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bertujuan untuk mengatasi permasalahan perumahan di Indonesia, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pemerintah menargetkan pembangunan satu juta rumah susun di perkotaan dan dua juta rumah tapak di pedesaan, dengan prioritas pada renovasi rumah yang tidak layak huni. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah keterjangkauan hunian, ketimpangan antara pasokan dan permintaan perumahan, serta keterbatasan anggaran. Untuk itu, pemerintah melakukan inovasi kebijakan, termasuk penyediaan pembiayaan, skema rumah vertikal, serta kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti Kejaksaan Agung, BUMN, pemerintah daerah, dan sektor swasta.
Selain itu, untuk mempercepat pencapaian target, pemerintah harus menghadapi berbagai hambatan, terutama dalam hal pengadaan lahan, birokrasi, dan aspek teknis pembangunan. Kolaborasi dengan Badan Bank Tanah dan lembaga terkait lainnya diharapkan dapat menyediakan lahan dengan harga terjangkau. Penyederhanaan birokrasi juga menjadi penting untuk mempercepat proses perizinan dan koordinasi antar pihak. Di sisi teknis, desain rumah perlu disesuaikan dengan karakteristik lokal, terutama di pedesaan, untuk mengurangi biaya dan memastikan kualitas. Pemerintah juga harus memastikan tata kelola rumah susun di perkotaan dapat mendukung keberlanjutan dan kenyamanan penghuni, serta memastikan bahwa lahan yang digunakan tidak berada di daerah rawan bencana.
ADVERTISEMENT
Rekomendasi Kebijakan
1. Kebijakan Pembiayaan: Diversifikasi sumber pendanaan dilakukan dengan melibatkan sektor swasta, BUMN, dan lembaga keuangan internasional, selain APBN. Selain itu, dikembangkan skema pembiayaan inovatif seperti tiering suku bunga, pembatasan masa subsidi, dan FLPP berbasis dana abadi untuk meningkatkan fleksibilitas dan keterjangkauan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
2. Kebijakan Pengadaan Lahan: Kolaborasi multi-stakeholder diperkuat dengan melibatkan Badan Bank Tanah, Kejaksaan Agung, BUMN, pemerintah daerah, dan sektor swasta untuk mengoptimalkan aset lahan. Selain itu, prosedur pengadaan lahan disederhanakan, dan lahan non-konvensional, seperti lahan bekas tambang atau lahan tidur, dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan perumahan.
3. Kebijakan Pengembangan Perumahan: Program ini mencakup standarisasi desain rumah yang sesuai dengan kebutuhan lokal, peningkatan kualitas bahan bangunan untuk daya tahan dan keberlanjutan, serta tata kelola rumah susun yang efektif guna menjamin kenyamanan dan keberlanjutan hunian.
ADVERTISEMENT
Analisis SWOT
Untuk mendukung keberhasilan program perumahan, beberapa strategi kunci perlu diterapkan. Diversifikasi sumber pendanaan menjadi langkah penting dengan melibatkan berbagai pihak, seperti sektor swasta, BUMN, dan lembaga keuangan internasional, guna memastikan keberlanjutan pembiayaan. Penyederhanaan birokrasi juga diperlukan untuk mempercepat proses perizinan dan meningkatkan efisiensi koordinasi antar lembaga terkait. Selain itu, pengembangan perumahan yang berkelanjutan harus menjadi prioritas, dengan mendorong pembangunan yang ramah lingkungan dan sesuai prinsip keberlanjutan. Dalam menghadapi tantangan pengadaan lahan, kolaborasi multi-stakeholder harus diperkuat melalui kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan komunitas lokal. Tidak kalah penting, peningkatan kapasitas sumber daya manusia di sektor perumahan harus dilakukan untuk memastikan pelaksanaan program berjalan dengan baik dan berkualitas.
Kesimpulan
Harapan terhadap program tiga juta rumah ini adalah agar pemerintah dapat berhasil mengatasi tantangan besar terkait keterjangkauan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), serta memperbaiki ketimpangan antara pasokan dan permintaan hunian. Diharapkan bahwa melalui inovasi kebijakan yang melibatkan berbagai pihak, seperti Kejaksaan Agung, BUMN, pemerintah daerah, dan sektor swasta, program ini dapat berjalan secara efektif dan memberikan akses perumahan yang layak bagi banyak keluarga di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, diharapkan agar hambatan-hambatan terkait pengadaan lahan, birokrasi, dan teknis pembangunan dapat diatasi dengan solusi yang kreatif dan kolaboratif. Penyederhanaan proses birokrasi dan penerapan desain rumah yang sesuai dengan karakteristik lokal dapat mengurangi biaya pembangunan sekaligus memastikan kualitas yang terjaga. Di sisi lain, tata kelola rumah susun di perkotaan harus memastikan hunian yang berkelanjutan dan nyaman bagi penghuninya, serta menghindari lokasi yang rawan bencana. Dengan dukungan dan kerja sama dari semua pihak, program ini diharapkan dapat mempercepat penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat Indonesia.