Kumparan Berbagi Inspirasi

Andhika Beriansyah
Penyusun Bahan Kebijakan pada Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden. Alumnus Program Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP Universitas Indonesia. Meminati isu-isu pemikiran dan kebijakan publik. Saat ini tinggal di Cibinong, Kabupaten Bogor.
Konten dari Pengguna
30 September 2017 16:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andhika Beriansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada talkshow yang diselenggarakan Kumparan bertempat di Kuningan City, Jakarta (30/9), hadir tiga orang pembicara yang memiliki background berbeda namun dalam satu tema, bisnis dan inovasi. Diantara pembicara yang hadir: Adriyanto Pranoto yang merupakan Direktur JUNI Record, Sarita Sutedja (co-founder Warunk Upnormal), dan CEO kiitabisa.com yakni Alfatih Timur.
ADVERTISEMENT
Ketiga pembicara tersebut memberikan pemaparan yang menarik mengenai pengalamannya dalam inovasi dan pengembangan bisnisnya masing-masing. Adriyanto bersama JUNI Record yang bergerak di bidang musik, mengatakan bahwa bisnisnya dibangun setelah melihat kesempatan dari adanya perkembangan digital patform di Indonesia. “Saat itu i-Tunes baru masuk Indonesia”, sebut Adriyanto. Ia kemudian bersama Raisa Andriana, artis sekaligus co-founder JUNI Record berpikir untuk memanfaatkan peluang ini bagi perkembangan industri musik Indonesia. Adriyanto mengatakan, meskipun saat ini Juni Record baru mengelola produksi empat orang artis, namun keinginannya masih terus dapat mengembangkan JUNI Record dengan berbagai macam artis yang memiliki tipikal yang berbeda.
Sarita sebagai pemilik Warunk Upnormal, sebuah restoran yang memodifikasi penyajian mi instan menyebut bahwa, bisnisnya dapat berkembang dari melihat kekosongan terobosan modifikasi dari bisnis sejenis. “Kita tahu warung mi instan dan roti bakar sebelum Upnormal sudah banyak di Indonesia, yang kita manfaatkan adalah celah bahwa bisnis ini punya konsumen besar yang berasal dari kalangan anak muda yang ingin makanan terjangkau dengan tempat makan yang menunjang”, jelas Sarita.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Alfatih Timur atau yang biasa disapa Timmy, menyebutkan bahwa kitabisa.com yang dikelolanya sebenarnya merupakan platform crowdfunding yang merupakan invasi dari kebiasaannya saat masih kuliah dulu agar pengumpulan dana untuk bantuan lebih efektif. “Saya punya pengalaman semasa kuliah menggalang dana bantuan, namun itu tidak seberapa efektif. Kemudian ide ini muncul. Sempat mengendap beberapa tahun, kemudian baru saya realisasikan dengan kitabisa.com”, jelas Timmy.
Ketika ditanya mengenai inovasi, Timmy menjelaskan bisnisnya dari berinovasi dengan cara yang sangat sederhana: mencari benchmark. Dengan melihat bisnis lain yang sejenis, kita bisa mempelajari apa saja kekurangannya, mencari celah untuk mengimprove dan memunculkan sesuatu yang lain dari sana. Jawaban menarik lainnya juga disampaikan oleh Adiryanto. Ia mengatakan bahwa bisnisnya bisa berkembang justru dengan menempatkan investasi pada sumber daya manusia, pada musisi untuk menunjang inovasi mereka. “Lebih banyak yang diperoleh para musisi, pengetahuan mereka dapat menunjang mereka juga”, jelas Adriyanto.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Sarita mengatakan bahwa inovasi justru bisa muncul dari kritik. “Sederhana saja, karena kritik memberitahukan dimana kekurangan bisnis kita”, terang Sarita. Ia juga menambahkan bahwa kemunculan kritik, termasuk dari sosial media seharusnya kita apresiasi, karena kritik tentu tidak disampaikan sembarangan karena ada usaha lebih dari pemberi kritik untuk mengingat kekurangan dan menyampaikan kritik terbuka pada kita. “Itu jelas membutuhkan upaya lebih dan seharusnya kita mengapresiasi serte menanggapi dengan cara positif dan bijak”, ucap Sarita.