Televisi Digital 100 Persen di Indonesia yang Masih Tertunda

Andhika Rizky Reihansyah
Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi, Universitas Terbuka. Pemilik podcast-podcast dibawah naungan DNP Media. Senang mengamati dunia penyiaran Indonesia dan dunia.
Konten dari Pengguna
18 Juli 2023 17:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andhika Rizky Reihansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perangkat set top box (STB). Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perangkat set top box (STB). Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Migrasi siaran televisi digital, atau yang disebut dengan Analog Switch Off (ASO) di Indonesia, menjadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat, khususnya bagi mereka yang mengamati progres migrasi sistem siaran televisi ini.
ADVERTISEMENT
Banyak persoalan yang dihadapi dalam proses peralihan ke siaran TV digital ini, baik dari sisi pemangku kebijakan hingga dari sisi penerima kebijakan—yang dalam hal ini yaitu lembaga penyiaran dan masyarakat umum.

Persoalan Migrasi Siaran Televisi Digital dari Pemangku Kebijakan

Dari pemangku kebijakan, dalam hal ini pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) awalnya berencana untuk mematikan siaran televisi analog secara nasional pada 2 November 2022 lalu, sesuai dengan UU Omnibus Law Cipta Kerja pasal 60 dan 60A.
Namun nyatanya, pelaksanaan ASO pada 2 November tersebut hanya berhasil dilaksanakan di wilayah Jabodetabek dan wilayah-wilayah yang memang hampir atau bahkan "tidak ada" siaran analog di daerahnya.
Kemenkominfo mengeklaim, di Pulau Jawa sudah menuju 100 persen peralihan dari TV analog ke digital per 15 April 2023. Sementara itu nasib penghentian siaran TV analog di daerah selain Jabodetabek, khususnya yang di luar Pulau Jawa, belum sepenuhnya menemukan titik terang.
ADVERTISEMENT
Pasalnya ada banyak faktor yang belum memenuhi kriteria agar daerah tersebut bisa di-ASO-kan, seperti tingkat distribusi dan penerimaan STB gratis bagi masyarakat miskin hingga kesiapan infrastruktur siaran televisi digital yang masih terhambat.
Namun hal tersebut mulai menemukan titik terangnya. Hingga artikel ini ditulis, program Analog Switch Off kembali dilanjutkan di beberapa wilayah. Yang paling mendekati adalah wilayah Medan yang akan dilaksanakan pada 30 Juli 2023 mendatang.
Kemenkominfo pun tentu memiliki harapan terkait ASO tersebut. Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika Geryantika Kurnia berharap, program Analog Switch Off (ASO) dapat selesai pada 17 Agustus 2023 mendatang, sehingga akan menjadi kado pada hari kemerdekaan ke-78 Indonesia.

Persoalan dari Lembaga Penyiaran

Contoh stasiun televisi yang sedang menyiarkan programnya dan tampilan TV Digital. (Dokumentasi Pribadi)
Lain pihak, lain juga tantangan yang dihadapi. Kali ini dari penerima kebijakan, yakni lembaga penyiaran dalam hal ini stasiun televisi dan masyarakat umum.
ADVERTISEMENT
Dari lembaga penyiaran, beberapa hambatan yang membuat pelaksanaan Analog Switch Off menjadi tertunda di antaranya adalah regulasi dari pemerintah, di mana jadwal ASO yang terkadang belum pasti dan berubah-ubah.
Selain itu, keterbatasan dalam infrastruktur pendukung siaran digital seperti chip yang mengalami kelangkaan, hingga lokasi pemancar yang jauh, membuat persiapan Analog Switch Off sedikit terhambat.
Regulasi yang mewajibkan lembaga penyiaran yang tidak memenangkan tender Multiplexer (MUX) untuk menyewa slot kanal MUX kepada lembaga penyiaran yang memenangkan tender MUX, juga membuat stasiun televisi "kebingungan".
Sebab, mereka yang sebelumnya sudah memiliki pemancar siaran sendiri saat masih bersiaran secara analog, dan tidak memenangkan tender MUX, mau tidak mau, suka tidak suka, harus menyewa kepada pemenang MUX. Sehingga investasi yang mereka keluarkan selama ini menjadi "sia-sia".
ADVERTISEMENT

Persoalan dari Masyarakat

Ilustrasi perangkat Set Top Box. (Shutterstock)
Meskipun siaran televisi digital diklaim mampu dapat menampilkan kualitas gambar yang lebih jernih, suara yang lebih jelas, hingga teknologi yang lebih canggih, hal tersebut tidak selalu membuat masyarakat berbondong-bondong untuk beralih ke TV digital.
Hal ini didorong dari berbagai faktor, mulai dari ketidaktahuan masyarakat akan pentingnya migrasi ke siaran digital, sosialisasi dari pemangku kebijakan dalam hal ini pemerintah yang belum merata, hingga opini-opini yang tidak berdasar terkait dengan migrasi TV digital ini.
Selain itu pula, problematika ekonomi dan bisnis juga mempengaruhi keputusan masyarakat untuk beralih ke siaran TV digital, seperti ketidakmampuan masyarakat dalam membeli perangkat siaran TV digital seperti Set-Top Box (STB) karena harga yang terbilang tidak murah, dan persediaan STB yang terbatas karena faktor produksi.
ADVERTISEMENT
Hal ini terjadi saat Analog Switch Off di Jabodetabek pada 2 November lalu, di mana banyak masyarakat yang baru mengetahui bahwa siaran analog di Jabodetabek sudah dihentikan, sehingga menimbulkan panic buying. Pada akhirnya stok STB menipis dan menimbulkan kelangkaan sehingga harga STB melonjak drastis pada saat itu.