Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Mengapa memilih Childfree?
30 November 2024 18:44 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Andhina Qaddis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Childfree atau istilah yang merujuk pada keputusan pasangan suami istri untuk tidak memiliki anak. Menurut Yusuf (2024), childfree secara bahasa adalah “having no childfree; childless, especially by choice” dan istilah childfree diartikan: tidak mempunyai anak berdasarkan pilihan sendiri. Khasanah dan Ridho (2021), menambahkan pernyataan tersebut bahwa childfree bukanlah istilah baru, banyak pasangan suami istri di negara-negara besar yang memilih keputusan tersebut. Keputusan dalam memilih childfree dalam kehidupan rumah tangga tidak lepas dari peran suami istri.
ADVERTISEMENT
Padahal selama ini dalam konstruksi budaya masyarakat Indonesia, anak dianggap sebagai satu anugerah yang berfungsi sebagai perekat keharmonisan sebuah keluarga sehingga kehadirannya senantiasa dinanti-nantikan oleh pasangan yang sudah menikah bahkan keluarga besarnya (Fadhilah, 2022). Lantas mengapa memilih Childfree?
Penyebab Childfree
Childfree ini bisa dikarenakan beberapa faktor seperti prinsip, faktor ekonomi, faktor mental, faktor pengalaman pribadi atau trauma, faktor over populasi, dll (Hidayah, dkk. 2023).
Faktor Ekonomi
Generasi milenial tidak lagi menganut istilah “banyak anak, banyak rezeki,” mereka sangat realistis bahwa biaya hidup dan sekolah anak sangatlah mahal.
Faktor Mental
Menurut Yusuf (2024) yang dikutip dari Fadhillah (2022) menyatakan bahwa “Tidak sedikit pasangan yang memutuskan untuk mengambil pola childfree karena dilatar belakangi oleh trauma masa kecil yang disebabkan oleh pola asuh dan pola hidup keluarga yang kurang baik.”
ADVERTISEMENT
Faktor Over Populasi
Di Indonesia, angka kelahiran terbilang cukup tinggi sehingga angka kelahiran tidak seimbang dengan ketersediaan sandang, pangan, dan papan. Hal itu diperkuat dengan argumen Simbolon dkk, (2024) bahwa terkait dengan tingkat kelahiran yang tinggi, yang mengakibatkan pertumbuhan penduduk yang cepat dan tidak seimbang dengan ketersediaan kebutuhan hidup seperti pangan, sandang, papan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, lingkungan, dan lapangan kerja.
Faktor Personal dan Pengalaman Pribadi
Yusuf (2024) berpendapat bahwa “Rasa tidak suka terhadap anak sehingga muncul anggapan bahwa kehadiran anak akan merepotkan hidupnya. Bahkan sebagian lain beralasan memilih childfree sebagai pilihan hidup dikarenakan pengalaman traumatis di masa kecil sehingga dikhawatirkan tidak bisa menjadi orang tua yang baik.” Pernyataan tersebut juga dikuatkan dengan pernyataan Fadhillah (2022) yaitu “Reading dan Amatea juga memberikan alasan bahwa faktor psikologis dalam keputusan untuk tidak memiliki anak sebagai mekanisme pertahanan, yang timbul dari trauma masa lalu atau kehidupan keluarga yang bermasalah.”
ADVERTISEMENT
Pro dan Kontra Childfree
Dalam hal ini, keputusan tersebut menimbulkan pro dan kontra terhadap pasangan yang memilih untuk childfree. Keberadaan anak seringkali menjadi momentum berharga bagi pasangan yang baru saja menikah ataupun pasangan pejuang garis dua. Bertolak belakang dengan pasangan yang memilih untuk tidak punya anak bukan karena tidak bisa (masalah kesehatan) tetapi tidak mau.
Bagi orang - orang yang setuju dengan childfree menganggap bahwa keputusan itu adalah hak setiap pasangan, ada hak perempuan untuk bisa memilih untuk punya anak atau tidak karena kehamilan akan merubah bentuk tubuh serta perannya dalam kehidupan seperti yang dikatakan oleh Yusuf (2024) pada salah satu artikel nya bahwa “Menurutnya bahwa tubuh perempuan sebagai milik perempuan seutuhnya dan pemaksaan kehamilan pada seorang perempuan merupakan bentuk kekerasan,” dan childfree dianggap tidak menambah beban ekonomi.
ADVERTISEMENT
Indonesia dikenal sebagai negara yang pro natalis sehingga kehadiran anak adalah hal yang diyakini sangat penting dalam pernikahan sehingga childfree menimbulkan kontra seperti, seorang wanita tidak memenuhi kodratnya karena tidak mengandung, melahirkan, dan menyusui, memberhentikan keturunan keluarga, tidak sesuai adat istiadat, dan dianggap egois (Jenuri dkk, 2022). Hal tersebut disebabkan karena “Ada stigma-stigma yang dilekatkan kepada perempuan voluntary childfree sebagai bentuk tekanan dan hukuman karena tidak sesuai dengan norma dan nilai dalam masyarakat.” (Pricillia & Putri, 2023).
Dalam agama Islam pun childfree tidak termasuk pada kategori perbuatan yang dilarang, karena setiap pasangan suami istri memiliki hak untuk merencanakan dan mengatur kehidupan rumah tangganya termasuk memiliki anak (Fadhillah, 2022). Meskipun childfree masih dianggap negatif dan memiliki banyak stigma tetapi seperti yang dikatakan Asmaret (2023) bahwa “Sehubungan dengan hak reproduksi, ada empat hak bagi masing-masing pasangan, yaitu hak menikmati hubungan seksual, hak menolak hubungan seksual, hak menolak kehamilan dan hak untuk menggugurkan kandungan” (Khasanah & Ridho, 2021). Maka sesungguhnya keputusan childfree merupakan hak pribadi dari pasangan baik suami atau isteri.” sehingga keputusan childfree juga merupakan keputusan personal yang menjadi hak setiap individu.
ADVERTISEMENT
Referensi
Fadhilah, E. (2022). Childfree dalam Perspektif Islam. Al-Mawarid Jurnal Syariah Dan Hukum (JSYH), 3(2), 71–80. https://doi.org/10.20885/mawarid.vol3.iss2.art1
Hidayah, Z. A., Octaviana, N., & Rokhmah, W. (2023). Childfree: Mengurangi Populasi Manusia untuk Kesejahteraan Dalam Pandangan Islam dan Sosial Sains. Prosiding Konferensi Integrasi Interkoneksi Islam dan Sains (KIIS) Edisi 5. 5(1), 174-180.
Jenuri, J., Islamy, M. R. F., Komariah, K. S., Suwarma, D. M., & Fitria, A. H. N. (2022). Fenomena Childfree di Era Modern: Studi Fenomenologis Generasi Gen Z serta Pandangan Islam terhadap Childfree di Indonesia. Sosial Budaya, 19(2), 81-89.
Khasanah, U., & Ridho, M. R. (2021). Childfree Perspektif Hak Reproduksi Perempuan dalam Islam. Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies, 3(2), 104-128.
ADVERTISEMENT
Pricillia, W. R. R., & Putri, L. S. (2023). Perempuan Voluntary Childfree: Melawan Stigma dan Menyoal Feminitas dalam Masyarakat Pronatalis. Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan, 23(1), 89-104.
Simbolon, N. ., Sinaga, S. E., Amanda, D., Syarifah., Siregar, H. M., & Hidayat, N. (2024). Analisis Dampak Kependudukan terhadap Tingkat Fertilitas di Indonesia. Jurnal Pendidikan Tambusai, 8(2), 26167-26176.
Yusuf, M. (2024). Childfree Perspektif Feminisme (Study Analisis Ditinjau Dari Worldview Islam). YUSTISI, 11(1), 45-62.