Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
3 Salah Sangka Tentang Agama
5 Juli 2022 11:09 WIB
Tulisan dari Andi Alfian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menurutmu, agama itu seperti apa?
Sebagai orang yang beragama, kita semua punya konsep tentang apa itu agama di kepala kita, meskipun kita tidak yakin 'apakah konsep itu telah benar-benar sesuai dengan apa yang dikatakan oleh para ahli dalam studi agama'. Setelah menekuni studi agama hampir enam tahun, saya menemukan bahwa tanpa benar-benar kita sadari, kita sebetulnya punya banyak salah sangka terhadap agama. Tiga di antaranya akan saya ringkas berikut ini:
ADVERTISEMENT
Pertama, agama itu seragam.
Salah satu salah sangka kita terhadap agama, sebagai sebuah tradisi dan praktik sosial, adalah kita menganggap agama itu seragam. Misalnya, (1) kita sangka bahwa semua orang Islam cara salatnya sama satu sama lain; (2) kita sangka kalau semua orang Kristen makan babi; (3) kita sangka kalau semua orang Buddha pasti melepas diri dari persoalan duniawi; (4) dan sebagainya.
Padahal, agama itu beragam.
Misalnya, (1) dalam Islam, praktik dan gerakan salat bisa berbeda-beda antara satu firqah dengan firqah yang lain, antara satu mazhab dengan mazhab yang lain; (2) dalam Kristen, tidak semuanya makan babi, bahkan terdapat beberapa aliran yang mengharamkan misalnya Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh; (3) dalam Buddha, tidak semua melepas diri dari persoalan duniawi, misalnya, di beberapa negara seperti Thailand dan Myanmar, biksu mengambil peran penting dalam persoalan politik dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Kedua, agama itu statik.
Bentuk lain salah sangka kita terhadap agama, sebagai suatu tradisi dan praktik sosial, adalah kita menganggap ajaran agama itu tetap/statik dan terpisah dari sejarah. Misalnya, (1) kita sangka bahwa orang Muslim ketika ibadah harus berjubah; (2) kita sangka kalau orang Kristen jika ingin ibadah harus di gereja; (3) dan sebagainya.
Padahal, agama itu dinamis.
Agama sebagai tradisi dan praktik sosial tidak dipisahkan dari konteksnya. Ajaran agama terus-menerus ditafsirkan oleh para penganutnya sesuai dengan tempat dan waktu di mana agama tersebut dihayati dan dipraktikkan. Misalnya, (1) orang Muslim di Indonesia bisa menggunakan batik saat ibadah; (2) ketika pandemi datang, orang Kristen bisa menjalankan ibadah secara daring saat pandemi, tidak harus datang langsung ke gereja, begitu pula dengan agama lain. Fakta-fakta ini memperlihatkan bahwa praktik agama itu dinamis.
ADVERTISEMENT
Ketiga, agama itu spiritual.
Salah sangka yang lain yang sering kita lakukan terhadap agama adalah kita menganggap agama semata-semata hanya berkaitan dengan persoalan spiritual/supernatural dan terpisah dari persoalan budaya, ekonomi, dan politik.
Padahal, agama itu integratif (bukan hanya berisi ibadah).
Agama berisi nilai dan praktik yang tidak bisa dipisahkan dari konteks budaya, ekonomi, dan politik. Dalam praktiknya, misalnya, (1) etika kerja Protestan sangat berkaitan erat dengan persoalan ekonomi; (2) azan dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari bahasa dan budaya Arab, tempat di mana Islam bermula. Singkatnya, agama sulit dipisahkan dari budaya, ekonomi, dan politik. Kita tidak dapat memahami agama dengan baik tanpa memahami budaya, begitu sebaliknya, kita tidak bisa memahami budaya tanpa mempertimbangan agama sebagai salah satu dimensi krusial.
ADVERTISEMENT
Sekian dan terima kasih, by @andialfianx )
Referensi:
Smith, Wilfred C. (1983) Tradition in Contact and Change: Towards History of Religion in the Singular.
Masuzawa, T. (2005). The Invention of World Religions: Or, How European Universalism was Preserved in The Language of Pluralism.
Moore, Diane L. (HarvardX Course). Religion, Conflict, and Peace.
Live Update