Konten dari Pengguna

Dilema ASN Mengkritisi Kebijakan Pemerintah

Andi Muhammad Shalihin
Penyuluh Kesehatan Masyarakat di RSUD Haji Makassar
2 September 2024 9:48 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andi Muhammad Shalihin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa hari yang lalu, salah seorang teman ASN berkomentar di grup WA. ‘’Ayo turun ke jalan deh”. Hal itu ia ungkapkan sebagai bentuk keinginannya untuk turun berdemonstrasi. Yah, memang beberapa hari ini media sosial diramaikan dengan kehebohan RUU Pilkada dan demonstrasi besar-besaran yang mengiringinya. Tentu ada pro dan kontra.
ADVERTISEMENT
Nah, teman ASN ini termasuk salah satunya yang kontra. Latar belakang beliau sebagai aktivis membuat gejolak hatinya membara. Saya pun hanya tertawa melihatnya. Dalam hati berkata, “Emangnya lu berani?” Emangnya ASN boleh mengkritik pemerintah?
Pertanyaan seperti ini memang wajar ditanyakan. Apalagi di kalangan ASN, yang terkenal harus netral setiap saat. Dulu ketika ikut pelatihan CPNS, kita ditekankan untuk selalu netral. Menjaga profesionalitas sebagai ASN.
Jika kita melihat aturan yang berkaitan dengan ASN, dapat kita lihat pada aturan terbaru UU No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Melalui peraturan ini, ASN sekarang dibagi menjadi dua, PNS dan P3K. Jika kita melihat secara cermat, baik pada PNS maupun P3K tidak ada satu pun aturan yang secara eksplisit yang mengatur tentang bolehnya mengkritik atau pun larangannya.
ADVERTISEMENT
Muatan UU yang agak menyerempet tentang kritik terhadap pemerintah mungkin terletak pada nilai dasar sebagai ASN. Pada Pasal 4, salah satu nilai dasar yaitu loyal. Salah satu aspek yang harus dipenuhi yakni menjaga nama baik ASN, instansi, dan negara.
Artinya ASN harus menjaga nama baik negara. Yang menjadi pertanyaan, apakah kritik dapat dikatakan memberi citra buruk kepada negara? Sedangkan kritik tentu lahir untuk mendorong adanya perbaikan.
Namun, karena ASN pada dasarnya seorang manusia juga. Maka Pasal 28 UUD 1945 bisa saja menjadi acuan umum. Pada Pasal ini termuat bahwa “setiap orang berhak untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya”. Setidaknya ini bisa menjadi argumen bagi ASN yang melancarkan kritik.
ADVERTISEMENT
Tapi tunggu dulu, ketidakjelasan aturan itu tidak berarti boleh-boleh saja. Kira harus bertanya kepada para pemilik penafsir aturan itu.
Eks Menpan RB almarhum Tjahjo Kumolo dan Syafruddin dalam beberapa media menyebutkan larangan bagi ASN untuk mengkritik pemerintah di ruang publik. Syafruddin secara khusus menyampaikan hal ini pasca ditangkapnya seorang ASN di Semarang. ASN tersebut dipolisikan akibat statusnya di media sosial yang menyinggung langsung Menko Polhukam Wiranto yang menjabat saat itu.
Penekanan Syafruddin lebih pada tidak bolehnya ASN memberi kritik di ruang publik. Jika dalam bentuk saran dan masukan maka itu boleh-boleh saja. Lain lagi, untuk Tjahjo Kumolo. Beliau justru mengancam ASN untuk berhati-hati. Jangan sekali-kali menjelekkan pemerintah. Jejak digital akan tercatat.
ADVERTISEMENT
Maka respon-respon para Menteri di atas seharusnya menyurutkan langkah teman ASN saya untuk turun berdemonstrasi. Turun ke jalan berarti terlihat secara publik. Dan ini jelas melanggar sesuai penjelasan Syafruddin saat itu.
Penjelasan menarik saya dapatkan di salah satu artikel media kumparan. Salah seorang anggota DPR Pusat menyoroti larangan itu. Menurutnya, ASN tidak mengapa melancarkan kritik. Yang perlu diperhatikan adalah substansinya. Jika kritiknya tidak membahayakan rahasia dan ideologi negara maka itu tidaklah melanggar hukum.
Sikap ini saya kira ada benarnya juga. Kritik terhadap pemerintah dalam artian umum adalah hal yang wajar dan justru bersifat konstruktif jika disampaikan seperlunya. Selain telah dimuat haknya dalam Undang-undang, ASN berbeda perannya jika dibandingkan dengan polisi atau tentara yang memang tidak memiliki hak politik.
ADVERTISEMENT
Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar dalam situs BBC memberikan pendapat yang menarik. Menurutnya, larangan bagi ASN untuk menyampaikan kritik justru menimbulkan chilling effect. ASN menjadi takut menyampaikan pendapatnya. Padahal dalam alam demokrasi, kritik tidak hanya terbatas pada publik umum tapi bisa juga dari penyelenggara negara.
Lebih lanjut, ia mengungkap bahwa kritik yang disampaikan oleh ASN tidaklah mengapa. Namun tetap harus berdasarkan informasi valid. Argumen tersebut bisa dibilang cukup kuat. Hanya saja, fakta di lapangan tentu sangat beragam.
Pertama, citra di masyarakat tentang ASN sebagai representasi pemerintah akan menjadi efek bumerang. Jika ASN melakukan kritik sendiri kepada pemerintah, bukankah itu seakan-akan mengkritik dirinya sendiri.
Kedua, rendahnya budaya literasi khususnya pada literasi digital mengakibatkan sebagian besar kritik ASN yang mengemuka di ruang publik berbasis hoax dan terkesan emosional saja. Walhasil, kritik tersebut tidak memiliki basis argumen yang kuat. Apalagi jika hanya karena tendensi politik tertentu.
ADVERTISEMENT
Saya sendiri berpandangan ASN boleh-boleh saja melakukan kritik. Tapi perlu dilihat konteksnya. Jika kritik tersebut bisa disampaikan secara internal kepada instansi sendiri maka itu lebih baik. Apalagi jika institusi yang dikritik adalah institusi internal tempat kita bekerja. Namun, jika kritik bersifat umum kepada negara, seperti halnya kasus RUU Pilkada kemarin maka penyampaian di muka umum itu sah-sah saja. Asal memenuhi kaidah kewajaran.
Penyampaian kritik dengan sikap anarkis dan berbasis data hoax justru dapat menimbulkan kekacauan di masyarakat. Padahal ASN memiliki fungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
Kita berharap pemerintah segera memberikan regulasi yang jelas terkait kritik ASN di ruang publik. Karena sikap antikritik berarti mengerdilkan hak politik ASN. Pada akhirnya, hal tersebut tidak akan mendewasakan budaya demokrasi negeri kita dan melahirkan warga negara yang apolitis.
ADVERTISEMENT
Ajakan teman saya untuk berdemonstrasi adalah kewajaran berekspresi, tapi jangan turun ke jalan dulu. Regulasi masih belum mengakomodir keinginan tersebut.