Konten dari Pengguna

Gratifikasi dan Ucapan Terima Kasih

Andi Muhammad Shalihin
Penyuluh Kesehatan Masyarakat di RSUD Haji Makassar
7 September 2024 13:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andi Muhammad Shalihin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Pemberian uang di bawah meja. Photo: Freepik.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Pemberian uang di bawah meja. Photo: Freepik.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Suatu hari, saya ditugaskan berjaga untuk penomoran surat. Kebetulan lagi ramai-ramainya pengunjung. Saya pun berusaha melayani dengan seprofesional mungkin. Cepat dan tepat. Hingga datanglah seorang bapak berpakaian rapi. Kira-kira mungkin umurnya sekitar 50 tahunan. Saya pun berusaha melayani beberapa suratnya yang perlu dinomori.
ADVERTISEMENT
Di luar dugaan, setelah saya menomori suratnya. Ia menyodorkan uang lembar 50 ribuan. Terus terang, saya berupaya menolak.
“Tidak usah pak. Tidak apa-apa," ucap saya waktu itu.
Tapi entah kenapa bapak ini tetap bersikeras. Sempat terjadi tarik ulur hingga akhirnya saya menyerah. Saya mengambil uang itu dengan berat hati tanpa ada niat untuk membelanjakannya.
Apa yang dilakukan bapak tersebut bisa dikategorikan sebagai gratifikasi. Merujuk pada Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi, gratifikasi disebutkan sebagai pemberian dalam arti luas. Bisa meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Sekilas pemberian bapak tadi adalah hal yang biasa-biasa saja. Kadang orang menganggapnya sebagai ucapan terima kasih. Apalagi orang Indonesia dikenal sebagai orang yang ramah. Wajar bapak tersebut membalas budi karena dilayani dengan cepat.
Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan
Namun, ternyata tidak seperti itu. Dalam situs KPK yang memuat informasi tentang gratifikasi, pemberian kepada petugas berupa ucapan terima kasih itu termasuk gratifikasi yang dilarang. Walaupun pemberian tersebut sifatnya sukarela dan tulus hati.
ADVERTISEMENT
Pemberian terima kasih ini biasanya terjadi karena dua hal. Pertama, bisa jadi orang tersebut menganggap pelayanan yang diberikan petugas sangat baik. Olehnya itu, ia merasa sangat terbantu.
Bukan rahasia umum lagi, selama ini stereotip yang berkembang adalah pelayanan publik itu sangat lambat. Penuh lika-liku dan administratif banget. Maka ketika pelayanan sangat lancar, ia merasa perlu memberikan ucapan terima kasih. Tidak hanya sekadar ucapan. Pemberian uang pun dianggap perlu.
Sikap tersebut bisa dibilang keliru. Karena pada dasarnya setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan publik yang terbaik. Pengerjaan tugas oleh penyelenggara negara sudah menjadi tugas dan kewajibannya. Dalam situs KPK dijelaskan, pemberian gratifikasi tersebut dikategorikan sebagai pemberian yang berhubungan dengan jabatan dan berkaitan dengan kewajiban penyelenggara negara/pegawai negeri.
ADVERTISEMENT
Maka di sinilah kita melihat fakta gamblang bahwa gratifikasi itu tidak selalu bermakna pemberian barang mewah atau bernilai tinggi jutaan sampai miliaran. Kadang kala sesuatu baru dianggap gratifikasi kalau ada sogokan jam tangan mewah, tiket pesawat, dan semisalnya. Padahal dalam bentuk kecil pun, itu bisa masuk gratifikasi.
Alasan kedua seseorang memberikan ucapan terima kasih kepada petugas layanan bisa jadi karena ingin mendapatkan hubungan timbal balik. Ia ingin mendapatkan kelancaran pelayanan lagi di pertemuan berikutnya.
Nah, untuk alasan ini jelas sudah salah sejak niatnya. Ia memberikan sesuatu dalam sangkut paut dengan jabatan orang tersebut.
Pada intinya, budaya gratifikasi dan ucapan terima kasih ini perlu dihapuskan. Sikap ini pada ujungnya akan memicu lahirnya budaya ‘mensyaratkan’ adanya pemberian dalam setiap layanan publik. Seakan-akan ketika ada pelayanan yang baik, maka penerima layanan harus memberikan uang.
ADVERTISEMENT
Maka mari mulai dari hal-hal kecil. Tinggalkan budaya gratifikasi ini. Janganlah kita berharap akan lahirnya bangsa yang jujur dan anti korupsi jika hal-hal sederhana seperti ini belum bisa kita lakukan.