Fenomena Korean Wave, Kemajuan atau Kemunduran?

Andi Muhammad Ihsan
Seseorang dari selatan yang iseng menulis. Saat ini masih menempuh pendidikan sebagai mahasiswa di Universitas Gunadarma Jurusan Sastra Inggris.
Konten dari Pengguna
7 Oktober 2022 17:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andi Muhammad Ihsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bendera Korea Selatan. Credits : Unsplash.com by Daniel Bernard
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Korea Selatan. Credits : Unsplash.com by Daniel Bernard
ADVERTISEMENT
Budaya Korea Selatan atau Hallyu, sudah menghampiri Indonesia selama satu dekade belakangan. Demam kultur yang merebak ini penuh pro dan kontra di antara kalangan masyarakat kita sendiri, banyak yang menganggap kalau fenomena ini adalah sebuah kemunduran yang perlahan membuat industri kreatif lokal akan mati dalam persaingan yang kini semakin bervariasi. Saya termasuk salah satu yang awalnya menganggap kalau budaya korea ini, overrated dan tidak punya sisi positif, kalau pun ada itu juga sangat kecil.
ADVERTISEMENT
Sepuluh tahun yang lalu, saya pernah ikut arus budaya hallyu, saat itu, lagi booming-booming nya Super Junior dan Girls Generation. Saya mengenal mereka melalui sepupu, namun beruntungnya tidak terlalu fanatik saat itu.
Kenapa saya bilang beruntung?
Saya adalah orang yang sampai sekarang menganggap mayoritas penggemar budaya Korea di Indonesia, terlalu berlebihan. Berkaca dari beberapa opini orang yang awam terhadap budaya ini, menyebut mereka-mereka yang menggemari budaya hallyu, halu dan terlalu mendewakan, baik itu dari idol K-pop dan juga aktor-aktris drama. Masalah utamanya adalah itu memang benar.
Faktor terbesarnya mungkin adalah doktrin yang diberikan kepada fans-fans ini, adalah bahwa artis yang mereka idolakan selalu sempurna dan tidak punya kelemahan. Terlebih lagi, rata-rata umur penggemar budaya hallyu, masih dalam fase remaja, yang mana sangat rentan dan mudah untuk bertindak sesuka hati dan kadang tidak mengikutsertakan logika. Hal-hal ini lah yang menjadi salah satu dampak negatif dari hingar-bingar Korean Wave di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun, setiap hal tentunya punya sisi terang juga, punya makna positif.
Budaya hallyu ini menurut saya memacu insting kreatif kita untuk menciptakan sebuah industri kreatif, baik seni peran dan seni musik, menjadi lebih bervariasi dan mencoba membuat kiblat budaya sendiri, seperti baru-baru ini Hanung Bramantyo, membuat remake dari film Miracle In Cell No. 7, film asal Korea Selatan yang sukses baik di lokal dan mancanegara.
Saya sangat mengapresiasi ini karena akhirnya kita juga mampu lebih berkembang lagi, dan juga berani mencontoh Korea Selatan. Saat nonton di bioskop, ternyata hasilnya sangat bagus dan melebihi ekspektasi. Bukan tidak mungkin, kalau suatu saat, mungkin sepuluh puluh tahun lagi, Indonesia akan menjadi kiblat baru industri kreatif, dan semoga kita juga bisa menciptakan Indonesian Wave, karena itu bukan hal yang tidak mungkin.
ADVERTISEMENT
Industri perfilman Korea Selatan sudah bisa dikategorikan dalam satu stage yang sama dengan Hollywood, terbukti pada 2020, Parasite menyabet piala Oscar dalam empat kategori sekaligus. Korean Wave telah secara 'resmi' diakui dan semakin melebarkan sayapnya seluruh penjuru dunia.
Apakah Indonesia tertinggal? Iya.
Apakah Indonesia bisa meraih kesuksesan yang sama dengan Korea Selatan? Bisa.
Semuanya kembali lagi, Indonesia harus berani mencontoh Korea Selatan, mengetahui formula apa yang mereka lakukan, kemudian meracik formula sendiri dan kemudian akan kita lihat hasilnya beberapa tahun kemudian.