Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Diskursus Kebijakan Publik dalam Perspektif SDGs Desa
2 Desember 2023 11:54 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ancelmus Andi Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Paradigma Pembangunan inklusif telah menjadi fokus global. Slogan No One Left Behind juga semakin memperkuat argumen ini. Adalah SDGs yang telah menjadi agenda global dalam konteks pembangunan inklusif hingga diadopsi bahkan sampai ke tingkat Desa. Dalam ruang lingkup Desa, adopsi SDGs telah diatur dalam beberapa kebijakan dan yang terbaru adalah Peraturan Menteri Desa (Permendesa) nomor 6 tahun 2023 tentang perubahan atas Permendesa nomor 21 tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD).
ADVERTISEMENT
Permendesa 6/2023 ini menjadi cukup “spesial” karena praktis hanya terdiri dari 2 (dua) pasal yang mengubah tujuan (Sustainable Development Goals (SDGs) Desa yang semula berjumlah 18 goals menjadi 17 goals.
Menilik Sejarah SDGs Desa
Pembangunan inklusif sudah mendesak untuk diwujudkan, karenanya masuk dalam tujuan bersama dari negara anggota PBB. Agenda ini termanifestasikan pada Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan agenda pembangunan global untuk mencapai 17 gol utama pembangunan berkelanjutan di tahun 2030.
Sebagaimana tertera dalam website PBB terkait SDGs, yang menekankan bahwa SDGs merupakan blueprint untuk perdamaian dan kemakmuran bersama, sehingga SDGs merupakan seruan mendesak bagi semua negara untuk mengambil tindakan dalam kemitraan global yang partisipatif.
Bahwa Indonesia merupakan salah satu negara anggota PBB yang berperan aktif dalam penentuan sasaran Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals, sehingga hadirlah Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 111 tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang merupakan pemutahiran dari Perpres 59/2017. Basis konseptual dari Perpres ini menjadi pijakan bagi kementerian/lembaga untuk menyinkronkan program kegiatannya.
ADVERTISEMENT
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) menindaklanjuti Perpres ini dengan menerbitkan Peraturan Menteri Desa (Permendesa) Nomor 13/2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2021. Tentu sebagai sebuah konsep yang relatif baru yang dimotori oleh Abdul Halim Iskandar selaku Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, kebijakan ini mendapat kritik.
Hal ini tertuang pula dalam resensi Jurnal Wacana Kinerja tentang Buku SDGs Desa yang berjudul ”Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Nasional Berkelanjutan” yang mengemukakan adanya ”indikasi" bahwa kebijakan tersebut seolah dilakukan atau ditetapkan secara sepihak oleh penulis sebagai Menteri tanpa melibatkan partisipasi publik dalam proses perumusannya.
Sekalipun pada bagian keenam pada buku tersebut, penulis buku telah menegaskan kembali bahwa pelokalan SDGs menjadi SDGs Desa tidak berlangsung dari atas ke bawah tetapi menyesuaikan SDGs agar sesuai konteks desa yang selama ini memberikan kekhususan dalam pembangunan.
ADVERTISEMENT
Desa sebagai kesatuan masyarakat di tingkat lokal memiliki peran strategis dalam peningkatan pembangunan dalam berbagai dimensi, baik ekonomi, budaya dan lingkungan. Oleh karena itu SDGs sebagai konsep global perlu didaratkan melalui strategi pelokalan yakni menjadi SDGs Desa sehingga arah pembangunan dapat memberikan dampak bagi pemenuhan kebutuhan dasar warga Desa dan mengarah pada pencapaian kesejahteraan masyarakat (Sugito, 2021). Hal ini menjadi landasan bagi kebijakan yang tertuang pada Permendesa nomor 21/2020 tentang Pedoman Umum PPMD yang kemudian diubah melalui permendesa 6/2023.
Permendesa nomor 6 tahun 2023
Permendesa 6/2023 tentang Pedoman Umum PPMD, sebagai pemutahiran dari Permendesa 21/2020 merupakan wujud kebijakan publik yang mendorong transformasi digital dalam implementasi SDGs Desa, khususnya terkait pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Kebijakan ini merupakan sebuah wujud optimisme dari pemerintah terhadap isu transformasi digital.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian kondisi masyarakat desa yang sangat heterogen, meliputi kondisi geografis, aksesibilitas, background pendidikan, local wisdom dan lain sebagainya menjadi dinamika tersendiri dalam implementasi SDGs Desa yang mengarah pada “big data”. SDGs Desa sendiri merupakan versi “pelokalan” dari SDGs.
Upaya mendorong transformasi digital di Desa juga selaras dengan tujuan nasional serta membutuhkan kolaborasi antar sektor, dan salah satu wujudnya adalah pada siaran pers No. 156/HM/Kominfo/07/2023 yang berjudul “Menkominfo ajak Kemendesa PDTT Kolaborasi Percepat Digitalisasi Desa”, secara umum artikel ini menekankan upaya dan sinergi dalam mendorong implementasi pembangunan desa melalui sektor digital.
Orientasi kebijakan yang memudahkan masyarakat dan berbasiskan perkembangan teknologi telah memungkinkan masyarakat desa untuk menyusun perencanaan pembangunan partisipatif. Hal ini dituangkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa).
ADVERTISEMENT
Yang kemudian dibreakdown pada dokumen Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) berlandaskan target capaian SDGs Desa. Hal tersebut kemudian dikaitkan dengan target-target SDGs Desa dengan menjadikan indikator-indikator pencapaian SDGs Desa sebagai indikator kinerja utama pembangunan desa. Sehingga pada akhirnya dapat mengurangi langkah-langkah konvensional yang dilakukan selama ini namun tetap dapat mempertahankan partisipasi masyarakat.
Dinamika dalam Diskursus Kebijakan SDGs Desa
Permendesa 6/2023 ini muncul sebagai respons atas pengalaman pelokalan SDGs. Dalam perjalanannya SDGs Desa ini telah dipentaskan di Forum PBB, sebagaimana termuat dalam headline artikel Kompas (2023) “Pamerkan SDGs Desa di Kantor Pusat PBB, Menteri Desa PDTT Siap Cari Mitra Internasional” serta headline pada website Bappenas yang menyatakan “Menteri Suharso Bahas Melokalkan SDGs di Forum PBB”.
ADVERTISEMENT
Proses mementaskan SDGs Desa ke kancah Internasional ini mengalami berbagai dinamika, tentunya yang paling utama adalah dinamika dari awal implementasi di masyarakat hingga pada saat pertemuan bersama Kementerian Luar Negeri dan Sekretariat SDGs Nasional yang memberikan rekomendasi goals SDGs Desa perlu menyesuaikan dengan goals SDGs yakni 17 goals, karena hal tersebut sudah disepakati di PBB.
Pada konteks ini terjadi suatu dinamika dalam diskursus kebijakan, yakni pada goal yang ke-18 dari SDGs Desa, sehingga ini bisa diartikan sebagai suatu krisis/kritik terhadap paradigma SDGs Desa yang telah berjalan. Pada prinsipnya SDGs Desa ke-18 merupakan penjabaran local wisdom yang ada di Desa, namun demikian ternyata masih belum relevan dalam perspektif global, karena SDGs Desa ke-18 lebih ke arah “mainstreaming” kebijakan daripada sebuah “tujuan/goals” sehingga perlu diubah.
ADVERTISEMENT
Di samping itu mempertimbangkan pula agar Indonesia tidak mendapat “nota keberatan” dalam proses diplomasi internasionalnya, sebagaimana disampaikan oleh Ivanovich Agusta selaku Kepala Badan Pengembangan dan Informasi (BPI) Kemendesa PDTT , melalui channel youtube BPI.
Penutup
Permendesa 6/2023 merupakan cerminan kebijakan publik yang terlahir dari suatu dialektika politik bangsa. Mengutip kalimat salah seorang pegiat desa, yakni Cak Itong, yang mengibaratkan bahwa SDGs Desa adalah karya “Indie” yang bebas dan independen karena bukanlah representasi resmi dari SDGs, namun kemudian karena interaksi dan proses di level nasional dan diangkat ke ajang Internasional tentu harus terstandarisasi. Sehingga pada akhirnya SDGs Desa ini dapat mengantar pedesaan Indonesia pada tujuan pembangunan global.