Konten dari Pengguna

PKS, KIM Plus, dan Masa Depan Anies

Andi Redani Suryanata
Co-Founder Gen Z Institut
11 Agustus 2024 10:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andi Redani Suryanata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi memilih dalam Pemilu. Sumber: Stockcake
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi memilih dalam Pemilu. Sumber: Stockcake
ADVERTISEMENT
Pilkada DKI Jakarta yang sarat dengan intrik dan dinamika tak terduga, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tampaknya sedang berada di sebuah persimpangan jalan yang penuh dengan pilihan sulit. Rekomendasi mereka untuk pasangan Anies Baswedan-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, yang kini telah kadaluwarsa pada 4 Agustus lalu, seakan menjadi sinyal bahwa PKS tengah mencari arah baru. Ibarat seorang pengembara yang kehabisan bekal di tengah padang gurun, PKS kini mulai melirik Koalisi Indonesia Maju (KIM), yang kian hari kian memancarkan daya tarik bak oasis di tengah tandusnya padang politik Jakarta.
ADVERTISEMENT
Tentu saja, daya tarik KIM tak lepas dari figur Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat yang memiliki pesona politik tersendiri. Bagi PKS, bergabung dengan KIM mungkin terlihat seperti pilihan yang logis. Namun, di balik manuver ini, ada pertanyaan besar yang perlu dijawab: apakah PKS siap melepaskan idealisme yang selama ini mereka pegang demi menumpang kapal KIM yang mungkin sedang berlayar ke arah yang berbeda?
Di sisi lain, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dipimpin oleh Muhaimin Iskandar tampaknya juga tidak ingin ketinggalan dalam permainan catur politik ini. Muhaimin, dengan keahlian politiknya yang tajam, baru-baru ini menggelar pertemuan dengan Prabowo Subianto di rumah dinasnya. Pertemuan ini tentu bukan sekadar jamuan makan malam biasa; ini adalah sebuah pertemuan yang penuh dengan pesan politik terselubung. Spekulasi pun beredar bahwa pertemuan ini merupakan langkah awal pembentukan KIM Plus, sebuah koalisi yang digadang-gadang sebagai kekuatan baru dengan Ridwan Kamil sebagai salah satu kartu trufnya.
ADVERTISEMENT
Jika KIM Plus ini benar-benar terbentuk, maka Anies Baswedan, yang dulu dianggap sebagai calon kuat untuk kembali menguasai DKI 1, mungkin harus menyiapkan diri untuk menghadapi realitas politik yang lebih keras. Kekuatan politik yang sebelumnya ia andalkan, termasuk dukungan dari PKS, bisa saja bergeser ke arah yang berlawanan. Di sinilah letak ironi politik: teman bisa berubah menjadi rival hanya dalam hitungan waktu.
Dalam politik, kejujuran sering kali menjadi barang langka, dan kebenaran tampaknya selalu tergantung pada siapa yang paling pandai memainkan permainan. Kita bisa saja terjebak dalam ilusi bahwa setiap jalan memiliki ujung yang tak terhindarkan, namun mari kita buka mata lebar-lebar—tidak ada jalan yang benar-benar buntu dalam politik, apalagi jika Anda tahu bagaimana cara memanipulasi tikungan terakhir.
ADVERTISEMENT
PDI-P, dengan kekuatan akar rumput dan pengaruh yang tak tertandingi di Jakarta, bisa menjadi kunci yang tersembunyi dalam genggaman Anies. Dalam jagat politik Indonesia, partai ini tidak pernah dikenal sebagai aktor yang gegabah. Mereka menunggu, menghitung, dan pada saat yang tepat, bergerak dengan presisi layaknya bidak catur yang akhirnya menyudutkan raja. Jika Anies berhasil mendapatkan dukungan PDI-P, ia tidak hanya mendapatkan satu batu loncatan, melainkan sebuah landasan peluncuran yang bisa membawanya kembali ke orbit kekuasaan.
Namun, jangan kita tertipu oleh anggapan bahwa skenario ini sudah pasti terjadi. Politik tidak pernah sesederhana dua tambah dua sama dengan empat. Ia lebih mirip labirin penuh dengan jebakan, cermin yang memantulkan bayangan yang berbeda di setiap sudutnya. Manuver PKS dan PKB yang mulai melirik KIM Plus bukanlah sekadar gerakan dalam bayangan; ini adalah ancaman nyata yang bisa memecah konsolidasi kekuatan Anies. Kita sedang menyaksikan permainan catur politik yang paling rumit, di mana setiap langkah harus diperhitungkan dengan teliti. Anies sekarang berdiri di atas papan catur yang tidak sepenuhnya stabil—salah satu bidaknya bisa tergelincir kapan saja.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya, akankah Anies memilih bertaruh pada dukungan PDI-P, atau mencoba menggoda kembali PKS dan PKB yang telah mulai menjauh? Atau, mungkin saja, ia akan memilih jalan yang sama sekali tidak terduga—jalur yang hanya dipahami oleh mereka yang benar-benar mengerti seni politik sebagai seni memutarbalikkan keadaan.
Politik Jakarta kembali mempertontonkan wajah aslinya—penuh intrik, taktik, dan, tentunya, permainan bayangan. Nasib Anies saat ini adalah misteri besar yang sedang dipecahkan di belakang layar. Apakah ia akan kembali ke kursi DKI 1, atau justru harus menerima kenyataan bahwa panggung politik Jakarta telah berubah di luar dugaannya?
Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa yang terkuat bukanlah mereka yang memiliki semua senjata, tetapi mereka yang tahu kapan harus menarik pelatuk dan kapan harus menunduk. Politik, seperti yang sering kita lihat, adalah tentang bertahan, bukan sekadar menyerang. Anies baru memulai permainan ini—dan setiap langkahnya akan menentukan apakah dia akan menjadi pemain utama, atau hanya sekadar pion yang terjebak dalam permainan orang lain.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, siapa yang akan keluar sebagai pemenang? Itu adalah pertanyaan yang akan dijawab oleh waktu. Tetapi satu hal yang pasti, dalam politik, pemenang sejati adalah mereka yang tidak hanya bertahan hingga akhir, tetapi juga mereka yang mampu memutarbalikkan keadaan dan mengubah ancaman menjadi peluang.