Konten dari Pengguna

Tentang Masa Kanak-Kanak dan Segala Kreativitasnya

Andien Destiani R
Seorang mahasiswa jurnalistik Universitas Padjadjaran.
22 Mei 2021 11:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andien Destiani R tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap orang pasti pernah berada di fase anak-anak dalam perjalanan hidup mereka. Kala masih di fase tersebut, biasanya kita selalu mempunyai cerita unik untuk dikenang di saat dewasa.
Ilustrasi anak-anak dengan berbagai kegiatan dan kretivitasnya. (Andien Destiani Ramadhani)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak-anak dengan berbagai kegiatan dan kretivitasnya. (Andien Destiani Ramadhani)
Entah itu mengenai perilaku kita, pengalaman yang dirasakan, atau mengenai hal-hal yang dipikirkan ketika kita masih melihat dunia dari sudut pandang anak kecil dengan segala kepolosannya.
ADVERTISEMENT
Sungguh menyenangkan bukan berada di fase anak-anak itu? Tak ayal, banyak dari kita yang ingin sekali kembali menyusutkan diri menjadi manusia setinggi kurang lebih 1 meter dan bergelayut manja dipangkuan orang tua. Belum diterpa segala kepahitan hidup yang kita dapati saat menginjak dewasa ini.
Namun sayangnya, tak semua anak di dunia ini menjalani masa kecil yang indah. Seperti halnya beberapa anak di Indonesia yang harus lahir dalam keadaan serba berkecukupan, sehingga mereka tak dapat mengalami hal yang seharusnya dirasakan oleh anak-anak diusianya.
Gemi, salah seorang mahasiswa Jurnalistik Unpad 2019 dan teman-temannya peka akan masalah yang satu itu. Ia dan teman-temannya pun kemudian mencoba meringankan beban sebagian anak-anak beserta keluarga mereka yang ada di sekitar mereka lewat kegiatan dari komunitas mereka, Rupa dan Cerita.
ADVERTISEMENT
Apa itu Rupa dan Cerita?
Ginara Gemilentika, atau akrab disapa Gemi, merupakan salah seorang anggota dari komunitas Rupa dan Cerita yang bertugas sebagai manager sosial media mereka, yaitu @rupa.dan.cerita yang ada di Instagram.
Gemi bercerita, komunitas ini berawal dari Founder Rupa dan Cerita, Dita Fanny Rahmah yang sedang mengikuti Skhole (Gerakan Volunteer mengajar dari ITB) dan di sana ia melihat gambaran dari anak-anak yang diajar olehnya.
“Terus pas ngajar tuh dia liat ada anak yang gambarannya bagus banget, cuman sayang kalau gambarannya berakhir di buku gambarnya dia doang, gak diliat sama orang banyak. Akhirnya dia ngomong ke teman-temannya terus terbentuk deh si Rupa dan Cerita ini,” jelas Gemi.
Jika dideskripsikan, Rupa dan Cerita dari kacamata Gemi dan kawan-kawannya merupakan suatu komunitas di mana mereka bergerak di bidang sosial dan ekonomi. Mereka juga bekerja sama dengan komunitas lain, yaitu Skhole untuk menghimpun bakat (dalam hal ini adalah gambar) dari anak-anak yang kurang berkecukupan ini. Kemudian gambar tersebut dijadikan desain produk yang nantinya dijual dan hasil penjualannya sebagian besar diberikan kembali kepada anak-anak tersebut.
ADVERTISEMENT
Nama “Rupa dan Cerita” sendiri sebenarnya berasal dari perumpamaan gambar karya anak-anak tersebut, di mana dibalik gambar yang mereka tuangkan di atas kertas, terdapat cerita yang menghidupkan gambar tersebut. Istilahnya, “Di setiap rupa, pasti ada cerita”.
Gemi sendiri bergabung dengan Rupa dan Cerita awalnya karena ditawari oleh temannya untuk menjadi manajer media sosial mereka. Selain ditawari, Gemi juga memang tertarik untuk mengikuti komunitas ini karena ia untuk menambah pengalamannya dalam mengelola sosial media dan mengembangkan soft skill-nya dalam bidang tersebut yang sebelumnya memang sudah ada.
“Tapi aku tuh takut, soalnya aku kan asbun (asal bunyi) ya orangnya, terus ini kan (media sosial) jadi yang garda terdepan buat umum,” ucapnya ketika mengeluarkan gelisahnya saat sedang ditawari posisi tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal yang membuat Gemi terkesan menjadi bagian dari Rupa dan Cerita adalah bagaimana anggota-anggotanya saling support perihal job desk masing-masing. Selain itu, Gemi juga merasa senang ketika bertemu dengan anak-anak yang menjadi alasan berdirinya komunitas tersebut. Ia seperti diingatkan kembali akan nilai-nilai yang dilupakan oleh dia semenjak menjadi dewasa.
Tentang Masa Kecil
Berbicara mengenai anak-anak, tentunya tak bisa lepas dari pengalaman masa kecil. Pemaknaan akan masa kecil tersebut tentunya akan berbeda setiap orangnya. Meskipun dapat disama ratakan, tapi pastilah ada cerita yang berbeda dari tiap-tiap orang perihal bagaimana mereka melihat masa kecil mereka.
ADVERTISEMENT
Bagi Gemi sendiri, masa kecilnya itu adalah suatu masa di mana ia bebas berimajinasi tanpa batas. Gemi mengatakan bahwa daya imajinasinya kala itu mungkin dapat dikatakan ‘tinggi sekali’ karena saking imajinatifnya, ia bisa mengobrol dengan tembok dan membuat sebuah drama kecil antar semut ketika ia melihat kawanan semut sedang berjumpa satu sama lain.
Namun, semakin dewasa, ia malah menjadi lebih insecure dibanding dirinya semasa kecil. Ia menganggap saat menginjakan kaki di usia dewasa ini, imajinasinya tak dapat disebut ‘normal’ lagi sehingga jatuhnya ia malah menjadi aneh dan freak.
“Tapi sekarang tuh ya, aku lagi nyoba untuk menerima keanehanku sih,” aku Gemi.
Ketika ditanya, apa yang ingin ia pertahanan dari masa kecilnya, jawaban yang paling awal adalah imajinasinya. Karena bagi Gemi, rasanya cukup menyenangkan untuk mempunyai daya imajinasi seperti apa yang dia miliki. Selain itu ia juga ingin tetap memiliki rasa percaya diri yang ada kala ia kecil.
ADVERTISEMENT
“Dulu tuh aku saking pedenya sampai pake baju terus luarannya tank top tuh berani aja, padahal itu tuh ke undangan,” terangnya sembari mengingat-ngingat cerita di masa lalunya.
Selain dua hal tersebut, Gemi juga ingin tetap mempertahankan sifat rajinnya yang semakin menua malah semakin memudar dan tergantikan oleh rasa malas atau prokastinasi. Ia juga ingin mempertahankan sifat friendly-nya kepada semua orang karena hal itu menurutnya dapat memberikan benefit yang besar di kehidupannya kelak.
“Aku tuh, saking friendly-nya, sampai emang-emang jualan dipinggir jalan aja aku kenal. Biasanya tuh, kalau udah kenal aku jadi suka dikasih bonus, kan lumayan,” Gemi tertawa sembari menyampaikan hal tersebut.
Masa kecil juga pastinya tak luput dari berbagai momen yang dilewatinya. Entah itu dengan sahabat, saudara, atau ibu dan ayahnya. Bagi Gemi momen yang ia rindukan saat ia kecil adalah ketika dirinya dan saudara jauhnya berkumpul lalu bercerita mengenai banyak hal. Bisa juga mereka hanya berkumpul untuk sekedar curhat atau bermain role play menjadi siapapun yang mereka inginkan.
ADVERTISEMENT
“Aku kangen saat-saat di mana aku bisa ngelakuin apa aja yang aku mau tanpa mikirin nanti gimana ya orang lain mikirnya ini dan itu,” tambahnya.
Pesan Untuk ‘Gemi Kecil’ dan Mereka yang Dititipkan Malaikat Kecil di Kehidupannya
Bila Gemi diberi kesempatan untuk mengatakan beberapa hal kepada dirinya di masa kecil, ia ingin dirinya, si Gemi Kecil untuk tetap menjadi dirinya sendiri dan apa adanya, juga tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lain.
“Pokoknya, stay bold as you are, okay Gemi?” ucap Gemi dibarengi dengan tawanya yang riang.
Menilik kembali pada masa kini, di mana ada beberapa orang tua di luar sana yang sering menganggap bahwa kreativitas anak kecil yang terkadang mencoreti tembok atau yang lainnya adalah bentuk dari ‘kenakalan’ mereka dan tak jarang para orang tua ini menghukum anaknya. Beberapa bahkan terkesan berlebihan.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal ini, Gemi hanya bisa berpesan sebagai seseorang yang pernah mempunyai masa kecil agar orang tua di luar sana yang masih berperilaku seperti itu untuk lebih mengerti akan hal yang dilakukan oleh anaknya. Kalau hal itu dianggap hanya mengotori rumah, lebih baik anaknya dikasih medianya daripada dimarahi tanpa alasannya yang benar-benar jelas.
“Kalau anaknya melakukan sesuatu yang nantinya akan dilarang (mengotori rumah, dan lainnya), coba untuk cari tau alasannya terlebih dahulu. Kalau sudah tahu, baru difasilitasi karena siapa tau itu adalah potensi dari anaknya,” jelas Gemi.