Konten dari Pengguna

PMKH: Ancaman Nyata yang Menggerus Integritas Hakim dan Sistem Peradilan

Andien Novita Sari
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
20 Agustus 2024 9:14 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andien Novita Sari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah hiruk-piruk dunia hukum Indonesia, terdapat isu yang seringkali kurang mendapatkan perhatian yang semestinya—Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Hakim (PMKH). Konsep ini seolah tersembunyi di balik kerumitan hukum, memiliki dampak yang signifikan terhadap keadilan dan integritas sistem peradilan. Apa sebenarnya PMKH itu? Mari kita gali lebih dalam apa yang dimaksud dengan PMKH, mengapa hal ini penting, dan bagaimana sistem hukum menangani permasalahan ini.
Ilustrasi ruang persidangan setelah sidang selesai. (Dokumentasi pribadi penulis)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ruang persidangan setelah sidang selesai. (Dokumentasi pribadi penulis)

Apa itu PMKH?

ADVERTISEMENT
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Komisi Yudisial Nomor 18 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim, PMKH didefinisikan sebagai perbuatan orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang menganggu proses pengadilan, atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan hakim di dalam maupun di luar persidangan, menghina hakim dan pengadilan. Konsep ini penting karena hakim sebagai penegak keadilan memegang peranan sentral dalam sistem peradilan. Oleh karena itu, menjaga martabat dan kehormatan hakim adalah salah satu kunci untuk memastikan integritas sistem hukum.
PMKH memiliki beberapa bentuk yang perlu dipahami:
1. Mengganggu proses peradilan
Ini mencakup segala tindakan yang mengganggu hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Misalnya, sekelompok orang menghalangi eksekusi putusan pengadilan dengan memblokir akses ke lokasi yang menjadi objek sengketa.
ADVERTISEMENT
2. Mengancam keamanan hakim baik di luar maupun di dalam pengadilan.
Ancaman terhadap keamaan hakim bisa berupa teror, ancaman kekerasan, atau bahkan penyanderaan. Ancaman ini bisa datang dari pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim atau yang ingin mempengaruhi keputusan hakim di masa depan. Sebagai contoh, terdapat kasus di mana seorang hakim diserang dengan dilempar kursi oleh terdakwa setelah pembacaan putusan atau ada juga kasus di mana ketika terdakwa memiliki banyak simpatisan sehingga saat putusan telah di tetapkan, mereka tidak terima dan berdemo di luar pengadilan hingga merusak fasilitas pengadilan.
3. Menghina hakim dan pengadilan
Ini meliputi perilaku atau ucapan yang merendahkan martabat hakim dan pengadilan. Seperti berpakaian tidak sopan di pengadilan, pencemaran nama baik, atau mengobrol dengan suara keras saat persidangan sedang berlangsung sehingga merusak konsentrasi hakim.
ADVERTISEMENT

Kenapa PMKH itu Penting?

Pentingnya PMKH tidak hanya terletak pada perlindungan individu hakim, tetapi juga pada perlindungan terhadap integritas sistem peradilan itu sendiri. Hakim, sebagai penegak keadilan, harus bekerja dalam suasana yang bebas dari tekanan dan ancaman. Ketika kehormatan hakim terancam, maka dimungkinkan terganggu independensinya dalam mengambil keputusan. Hal ini berujung pada runtuhnya fondasi keadilan yang seharusnya dijaga ketat di negara hukum seperti Indonesia.
Tanpa hakim yang berintegritas, tidak akan ada keadilan yang sejati. Hakim adalah benteng terakhir dalam sistem peradilan. Ketika benteng ini goyah, maka keadilan yang diidamkan oleh masyarakat menjadi hal yang mustahil, sehingga berimbas pada tergerusnya kepercayaan publik terhadap peradilan.
Lebih jauh lagi, di era digital seperti ini, ancaman PMKH semakin kompleks. Media sosial telah menjadi medan perang baru di mana hakim diserang secara verbal dan digital. Serangan ini tidak hanya merendahkan martabat hakim, tetapi juga merusak citra lembaga peradilan. Tindakan semacam ini menimbulkan pertanyaan dan perdebatan tentang batasan antara kebebasan berbicara dan hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap penghinaan. Maka penting bagi kita untuk membedakan antara kritik konstruktif yang sehat dan penghinaan yang merusak. Kritik berdasarkan fakta dan argumen yang kuat adalah bagian dari demokrasi. Namun, serangan personal yang tidak berdasar adalah ancaman nyata bagi integritas sistem hukum Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, untuk menghindari tindakan masyarakat melakukan PMKH maka perlu dilakukan langkah preventif oleh hakim itu sendiri, di mana harus ada penguatan etika profesi bagi hakim. Hakim harus diingatkan akan tanggung jawab moral dan professional atas profesinya. Hakim harus menjadi contoh teladan dalam integritas dan profesionalisme, karena dengan cara ini publik akan kembali percaya kepada hakim dan lembaga peradilan.

Bagaimana Proses Penanganan PMKH?

Penanganan kasus PMKH melibatkan sejumlah langkah, dimulai dari laporan awal yang disampikan oleh pihak yang merasa dirugikan atau informasi yang ditemukan di media daring. Lalu proses pemeriksaan untuk menentukan apakah tindakan tersebut memenuhi kriteria PMKH. Hingga penanganan dengan penyusunan laporan dan sidang pleno oleh Komisi Yudisial.
Terkait dengan pelaporan PMKH, Pasal 1 angka 6 Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim menjelaskan bahwa pihak yang dapat melaporkan PMKH adalah hakim, pegawai pengadilan dan/atau masyarakat yang mengalami atau mengetahui perbuatan yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
ADVERTISEMENT
Namun, masih terdapat hambatan dalam pelaporan PMKH. Dilansir dari Majalah Komisi Yudisial Edisi Juli—Desember 2021, halaman 6, pelaporan PMKH masih sangat sedikit, baik dari hakim maupun masyarakat. Hal ini karena banyak hakim lebih memilih fokus pada perkara pokok yang sedang ditangani. Sebagian hakim mengganggap PMKH di pengadilan hanya sebagai bentuk dinamika persidangan yang lumrah terjadi. Terlebih, hakim harus senantiasa berpegang pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), yang mengharuskan hakim untuk mendahulukan objektivitas dalam menilai suatu perkara. Sementara itu, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui apa itu PMKH dan bagaimana cara melaporkannya apabila mereka mengalami atau menyaksikan langsung kejadian PMKH.
Untuk melaporkan kasus PMKH, sebenarnya dapat dilakukan melalui 3 hal, yakni:
ADVERTISEMENT
1. Melalui Pelaporan Online Perilaku Hakim: Pelaporan dapat diajukan melalui sistem informasi pelaporan masyarakat berbasis web yang tersedia di https://pelaporan.komisiyudisial.go.id. Situs ini menyediakan informasi tentang tata cara pelaporan, persyaratan laporan, peraturan terkait KEP PH, alur penanganan laporan, serta menu layanan pelaporan online terkait perilaku hakim yang diduga melanggar KEPPH.
2. Melalui Pelaporan Langsung ke Kantor Komisi Yudisial: Laporan dapat disampaikan langsung ke kantor Komisi Yudisial di wilayah setempat.
3. Melalui Pelaporan ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi Setempat: Laporan yang telah diterima oleh pengadilan akan diteruskan ke Komisi Yudisial.
Terakhir, PMKH adalah ancaman nyata yang harus dilawan dengan tegas. Sebagai masyarakat yang beradab, kita harus bersatu dalam menjaga kehormatan dan integritas para penegak hukum. Kita perlu membangun budaya hukum yang menghormati peran hakim sebagai penjaga keadilan. Kritik dan masukan sangat diperlukan untuk perbaikan, tetapi harus disampaikan dengan cara yang konstruktif dan berbasis fakta. Dengan demikian, kita turut serta dalam membangun sistem peradilan yang adil, kredibel, dan terpercaya. Mari kita hentikan segala bentuk penghinaan dan ancaman terhadap hakim, demi masa depan peradilan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT