Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Hikmah Turunnya Qur'an Secara Mutawattir & Bertahap Bagi Penghafal Qur'an Gen Z
21 November 2024 11:12 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Andika Maliyyan Jamman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui, Al-Quran merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW yang paling agung karena mampu terjaga tulisan dan kandungan maknanya hingga sekarang. Alasan utama terjaganya Al-Quran hingga kini yakni Allah SWT langsung yang menjaganya dari golongan orang-orang yang ingin merubah keasliannya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, alasan terjaganya Al-Qur’an hingga masa kini yaitu karena banyaknya para penghafal dan pengkaji Al-Qur’an dari masa ke masa secara berturut-turut hingga masa sekarang. Karena Al-Qur’an diterima dan diriwayatkan oleh banyak orang, maka secara logika mustahil untuk seseorang bisa berdusta jika membahas mengenai Al-Qur’an.
Pada mulanya, Al-Quran diturunkan secara sekaligus dari lauhul mahfudz ke langit ketujuh. Namun setelah itu, Al-Qur’an diturunkan di muka bumi secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Syeikh Muhammad Khudari Beik mengatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara mutawattir (bertahap/berangsur-angsur), ditulis dalam mushaf serta dimulai dari surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas. Proses penurunan wahyu AL-Qur’an secara bertahap sesuai kebutuhan umatpun memberi efek positif bagi umat pada zaman itu, dimana masih dibutuhkannya adaptasi terhadap ajaran Rasulullah yang terasa asing bagi masyarakat jahiliyyah. Pada zaman itu umat masih hidup dengan kebebasan tanpa aturan agama, yang akan sulit kiranya jika Al-Qur’an diturunkan langsung secara sekaligus.
ADVERTISEMENT
Al-Qur’an juga tersampaikan dan diterima dengan mutawattir, yaitu proses pengajarannya dengan cara diriwayatkan oleh banyak orang secara berturut-turut dari waktu ke waktu hingga sampai di zaman sekarang, yang tentu proses ini memuat kesimpulan bahwa pembelajaran Al-Qur’an termasuk cara menghafalnya harus disertai guru yang bersanad sambung hingga Rasulullah SAW.
Di era sekarang yang serba instan, umat Islam generasi sekarang khususnya penghafal Al-Qur’an memiliki kecenderungan untuk merasakan proses belajar yang cepat. Kebiasaan dan pola pikir ini secara tidak sadar terbentuk karena terbiasa didukung oleh kemajuan teknologi serta timbulnya paradigma sosial yang menuntut seorang ahli agama ataupun juga penghafal Al-Qur’an merasa terburu-buru ingin cepat terjun ditengah masyarakat. Bahkan terkadang kita jumpai seorang penghafal Al-Qur’an yang tak memiliki guru. Padahal untuk bisa terjun di masyarakat, dibutuhkan penguasaan ilmu yang dalam dan matang bagi para ahli, agar masyarakat tidak salah jalan. Kisah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur selama 23 tahun mengandung pelajaran yang dalam bagi para penuntut ilmu termasuk bagi penghafal Al-Quran, bahwa proses ini mengajarkan tentang arti kesabaran, dan kebijaksanaan dalam belajar dan menyampaikan ajaran agama kepada umat manusia. Dengan pemahaman yang mendalam, kita dapat terhindar dari rusaknya umat karena pemahaman ahli ilmu yang kurang matang. Hal ini sejalan dengan perkataan sayyidina Ali bin Abi Thalib R.A dalam syair yang artinya “Ingatlah! Engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi enam syarat : Kecerdasan, kemauan, sabar, bimbingan guru dan waktu yang lama”. Dengan begitu kita dapat mengapresiasi kebijaksaan Allah SWT dalam memberikan petunjuk bagi umat manusia.
ADVERTISEMENT
Diturunkannya Al-Qur'an secara bertahap dan mutawattir mengandung nilai-nilai kesabaran yang dalam yang menjadi point utama. Lantas dalam proses menghafal A-Qur’an bagi penghafal Al-Qur’an, Apa saja hikmah yang bisa diambil dari turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur/bertahap dan mutawattir?
1. Menyetorkan hafalan Al-Qur’an kepada Guru
Dalam menghafalnya, seorang penghafal Al-Qur’an membutuhkan seorang guru yang memiliki sanad yang jelas agar terhindar dari kesalahan dalam membaca Al-Qur’an. Dengan demikian Al-Qur’an akan senantiasa terjaga keasliannnya.
2. Tahsin bacaan ( memperbaiki bacaan)
Dalam perspektif pendidikan, termasuk dalam menghafal Al-Qur’an, proses pembelajaranpun berlangsung secara bertahap seperti turunnya Al-Qur’an yang bertahap. Dengan memperbaiki, memperindah bacaan serta mempelajari dan memahami ilmu tajwid terlebih dahulu, hal ini akan mempermudah dan menjadi bekal dasar untuk bisa menghafalkan Al-Qur’an sesuai tahapan yag semestinya.
ADVERTISEMENT
3. Menghafal dan mengulang hafalan dengan Tartil ( Bacaan perlahan yang teliti)
Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA berkata, makna Tartil ialah tajwidul huruf wa ma’rifatul wuquf, yang artinya memperindah bacaan dan mengetahui waqof . Tartil secara umum dalam hal ini dikaitkan dengan marotibul qiroa’ah yakni membaca Al-Quran secara perlahan-lahan, alasan utama dari membaca tartil ini ialah kehati-hatian dalam membaca dan menikmati bacaan Al-Qur’an itu sendiri. Namun pada kenyataannya, sebagian penghafal Al-Qur’an banyak yang meninggalkan membaca tartil, karena dalam membaca tartil dibutuhkan pembiasaan dan kesabaran. Dengan membaca tartil akan berdampak baik dan memiliki manfaat diantara lain :
A .Kuatnya hafalan
Menurut Ustadz Bayu Wibisono Damanik Juara 1 MTQ Nasional kalimatan Selatan cabang Musabaqah Hifdzil Qur’an, beliau mengatakan “ Diantara cara kuatnya hafalan Al-Quran seseorang adalah murojaah dengan membaca tartil”.
ADVERTISEMENT
B. Mempermudah Mentadabburi Al-Qur’an
Almaghfurlah KH. Arwani Amin Kudus pernah berkata “Makanya mulai dari sekarang dibiasakan membaca dengan tartil walau hanya dapat 1 juz atau 2 juz sehari. Kata sahabat Abdullah bin Abbas “Jika Aku membaca satu surah dengan tartil adalah lebih aku sukai daripada membaca keseluruhan Al-Qur’an” “. Tentu maksud dari perkataan sahabat Abdullah bin Abbas tersebut juga mengandung maksud Tadabbur AL-Qur’an (Meresapi makna-makna Al-Qur’an).
4. Tidak hanya menghafal, namun juga memahami makna dan mengamalkan isinya dengan istiqomah
Sebagai penghafal Al-Qur’an, yang menjadi tantangan terberat ialah mampu memahami tafsir dan mengamalkan kandungan Al-Qur’an itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, dibutuhkan kegigihan dan konsistensi untuk dapat meraihnya. Konsistensi atau dalam istilah lain istiqomah mungkin sudah sering kita dengar dikehidupan sehari-hari. Namun dalam praktiknya, ternyata tak semudah itu, entah untuk muroja’ah (mengulang hafalan), belajar tafsir Al-Qur,an ataupun mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Istiqomah bisa kita capai dengan memulai dengan hal-hal kecil yang konsisten kita ulang sampai mampu kita tingkatkan hal kecil itu menjadi hal besar.
ADVERTISEMENT
5. Menghafal sedikit tapi kuat, alih-alih menghafal banyak tapi hafalan tidak kuat
Point ini menjadi puncak dari hikmah diturunkannya Al-Quran secara bertahap dan mutawattir, yakni menghindari terburu-buru dalam menghafal AL-Qur’an. Di kutip dari laman akun Instagram @ulamaqurany, KH. Sayyid Abdul Basith bin Abdul Qodir berkata “ Menghafal AL-Qur’an itu harus sabar, jangan terburu-buru Ketika setoran. Perhatikan bacaannya, perlahan namun pasti, tak masalah lambat, yang penting lancar, istiqomahkan muroja’ah, dan niatkan semua karena Allah bukan karena siapa-siapa”.
Demikianlah hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara bertahap dan mutawattir yang relevan dengan kondisi penghafal Al-Qur’an di era sekarang.
Andika Maliyyan Jamman, mahasiswa S1 Ahwal As-Sakhsiyah
Universitas PTIQ Jakarta