Black Death, Wabah yang Berasal dari Tikus

Andin Danaryati
Mahasiswa Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
7 Juli 2021 10:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andin Danaryati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Source: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Benarkah pandemi yang saat ini tengah melanda seluruh penjuru dunia merupakan yang terburuk dalam sejarah? Ternyata bukan, lho. Yuk, kenalan dengan The Black Death!
ADVERTISEMENT
Salah satu wabah paling mengerikan yang pernah terjadi pada peradaban manusia adalah The Black Death. Nama ini berasal dari bahasa latinnya yang juga bermakna sama, atra mortem. Lantas, mengapa wabah ini bisa mendapat julukan itu? Coba lihat ulasan di bawah ini, ya!
Manusia dan penyakit telah hidup berdampingan sejak awal peradaban. Pada awalnya, penyebaran bibit penyakit terjadi dalam lingkup wilayah yang relatif kecil jika dibandingkan dengan masa kini. Alasan utama yang menyebabkan hal ini terjadi adalah karena terbatasnya transportasi yang dapat digunakan manusia untuk bepergian dengan jarak yang jauh. Karenanya, jika terjadi pandemi, jalur penyebarannya lebih lambat.
Ditambah tingkat sanitasi dan pengetahuan mengenai pengobatan yang belum memadai, wabah yang menyebar menjadi sulit untuk ditanggulangi. Hal inilah yang melatarbelakangi terjadinya The Black Death.
ADVERTISEMENT

The Black Death

Rupanya, nama Black Death merujuk pada gejala yang dialami oleh penderita penyakit ini. Kulit mereka menghitam, biasanya di bagian jari tangan, jari kaki, atau ujung hidung. Kehitaman itu muncul akibat adanya jaringan yang mati.
Ketika mewabah pada abad ke-14, Black Death membunuh 50 juta orang atau setara dengan hampir 60 persen populasi benua Eropa pada masa itu. Pada abad ke-15, wabah ini telah membunuh lebih dari 200 juta orang di seluruh penjuru dunia.
Di masa kini, Black Death lebih dikenal dengan nama pes, yakni penyakit yang disebabkan oleh bakteri yersinia pestis. Bakteri ini biasa ditemukan pada kutu yang banyak terdapat pada badan tikus hitam yang hidup berdampingan dengan manusia.
ADVERTISEMENT

Menyebar Lewat Perdagangan

Seorang sejarahwan asal Norwegia, Ole Jorgen Benedictow dalam bukunya The Black Death, 1346-1353 mengatakan bahwa Black Death muncul di dekat Laut Kaspia, sebelah selatan Rusia, pada musim semi tahun 1346. Kutu yang dibawa oleh tikus cokelat asal Rusia yang dikenal memiliki ketahanan tubuh kuat dan menulari tikus-tikus hitam.
Tikus-tikus inilah yang kemudian menyebarkan wabah penyakit ke penjuru dunia. Tingkat kebersihan pada masa itu tentunya tidak sebaik sekarang, tikus dapat dengan mudah keluar masuk kapal dagang. Kapal tersebut kemudian singgah ke banyak pelabuhan, seperti kapal dagang Italia yang singgah ke Venice, Genoa, London, dan Bruges untuk berdagang. Di London dan Bruges, perdagangan Italia terhubung dengan Jerman dan Norwegia. Dari jalur perdagangan inilah pes menyebar ke segala penjuru Eropa.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, tikus-tikus yang dihinggapi kutu ini akan mati setelah sepuluh sampai empat belas hari. Namun, ketika tikus yang menjadi inangnya mati, kutu yang hinggap di badannya tidak lantas mati. Alih-alih, mereka terus mencari inang baru hingga akhirnya bersarang di tubuh manusia.
Dokter Wabah Black Death. (Source: Pixabay)

Plague Doctor

Beberapa dari kalian yang menggemari hal-hal seram mungkin pernah melihat topeng berbentuk kepala burung berwarna hitam. Biasanya topeng tersebut digunakan bersamaan dengan setelan serba hitam dan topi dan tongkat. Ternyata, pakaian semacam ini benar-benar dipakai pada masa lalu, lho.
Pada abad ke-14, pakaian tersebut merupakan seragam setara APD yang harus digunakan oleh dokter untuk memeriksa pasien yang terjangkit wabah Black Death. Pakaian ini juga digunakan oleh orang yang bertugas sebagai pencatat jumlah korban yang terkena wabah ini.
ADVERTISEMENT
Setelan ini tidak diciptakan tanpa fungsi. Jas panjang dan topi digunakan agar si pemakai tidak terkontaminasi cairan tubuh si pasien. Tongkat panjang digunakan agar kontak kulit tidak dilakukan. Sementara topeng menyerupai kepala burung itu berfungsi sebagai filtrasi udara. Di dalam paruh burung tersebut, terdapat berbagai rempah-rempah yang dipercaya dapat menyaring udara yang terhirup si pemakai agar tidak menghirup udara yang terkontaminasi.

Konsep Karantina

Terjadinya The Black Death menimbulkan dampak yang luar biasa besar bagi penduduk Eropa. Sistem tatanan masyarakat berubah, banyaknya kelompok masyarakat yang disudutkan karena diyakini sebagai penyebab dari munculnya wabah ini, hingga berubahnya corak karya seni.
Terlepas dari banyaknya dampak negatif yang timbul dari wabah ini, ada beberapa dampak positif yang dapat dirasakan hingga saat ini. Salah satunya adalah kemajuan pengetahuan medis modern, termasuk ke dalamnya konsep mengenai karantina. pada tahun 1377 pemerintah kota Ragusa di Venice (sekarang disebut Dubrovnik di Kroasia), menetapkan peraturan bahwa kapal dagang yang datang dari kota yang tertular wabah harus membuang jangkar dan menunggu selama 30 hari sebelum dapat berlabuh. Lama waktu ini kemudian berubah menjadi 40 hari. Jumlah hari ini dalam bahasa Italia quaranta, atau dengan bahasa Latin quarantum, kemudian menjadi kata yang dikenal luas hingga hari ini.
ADVERTISEMENT
(Andin Danaryati, mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta)