Peran Orang Tua dalam Mendampingi Anak Menggunakan Gadget

Andini Salsabila
Seorang mahasiswi Jurnalistik tingkat 4 di Politeknik Negeri Jakarta. Senang mencoba hal baru, memotret, menulis, dan traveling.
Konten dari Pengguna
28 Agustus 2021 9:49 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andini Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Ketut Subiyanto from Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Ketut Subiyanto from Pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perkembangan teknologi yang semakin maju membuat kita hidup dalam era serba digital. Kita, guru, dan anak-anak adalah warga digital yang memanfaatkan teknologi untuk membangun komunitas, belajar, bekerja, berkreasi, dan berekreasi. Warga digital seharusnya sadar apa yang baik dan salah ketika menggunakan teknologi. Kita mempunyai kewajiban untuk menjaga etika, norma-norma serta memiliki rasa tanggung jawab di dunia maya.
ADVERTISEMENT
Sebagai warga digital, anak-anak perlu perhatian dan pendampingan yang lebih dari orang tua dalam menggunakan teknologi di rumah. Hal ini dilakukan demi mencegah dampak buruk yang akan terjadi pada mereka. Anak perlu bimbingan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam membuat pilihan yang tepat ketika menggunakan teknologi.

Dampak penggunaan gadget

Seorang Trainer Bidang Psikologi dan Pendidikan, Helyantini Soetopo, menjelaskan apabila anak-anak tidak bijaksana menggunakan internet maka akan menimbulkan dampak buruk bagi mereka. Salah satunya adalah terlalu sering menggunakan gadget sehingga mengalami kecanduan. Ciri-ciri anak yang kecanduan bermain gadget adalah selalu menggenggam gadget saat melakukan aktivitas apa pun, selalu mengecek gadget setiap 5 menit sekali, dan merasa luar biasa cemas jika daya gadget sudah sangat rendah atau habis.
ADVERTISEMENT
Lebih parahnya lagi apabila anak sudah kecanduan bermain di gadgetnya. Helyantini menegaskan bahwa, anak akan mengalami penyakit gangguan mental yang bernama compulsive gaming akibat kecanduan game online. WHO dalam ISCD 2018 mengungkapkan bahwa, compulsive gaming merupakan gangguan yang disebabkan oleh kebiasaan ber-game online sehingga menjadi kecanduan atau adiksi.
Selain itu, Helyantini menjelaskan, ada pula dampak buruk lain dari bermain gadget yaitu kemungkinan anak melihat konten negatif di internet serta kemungkinan anak berisiko mendapatkan cyberbullying dan body image negatif dari media sosial. Cyberbullying tidak jauh berbeda dengan bullying, hanya lebih berisiko sebab akan meninggalkan rekam jejak digital dan berpengaruh terhadap masa depan anak-anak yang mengalaminya.
Sedangkan body image negatif membuat anak sering mengeluh tentang bentuk wajah atau tubuhnya, anak selalu membandingkan dirinya dengan seseorang yang punya penampilan bagus, dan anak menjadi mudah tersinggung dengan komentar orang tentang penampilannya. Bahkan, mereka rela diet ketat untuk mengubah bentuk tubuhnya yang berdampak negatif pada pola makan dan kesehatan mereka.
ADVERTISEMENT

Peranan orang tua

Orang tua perlu mengantisipasi dampak negatif yang diakibatkan dari penggunaan teknologi pada anak-anak agar tidak mengganggu kesehatan mental mereka. Hal pertama yang harus dilakukan adalah orang tua harus mempelajari dasar-dasar internet dan memahami cara mengunduh aplikasi atau game online. Kedua, buat kesepakatan waktu penggunaan gadget berdasarkan usia anak. Seperti membuat batasan jumlah waktu yang anak habiskan di internet. Juga membuat kesepakatan mengenai anak harus minta izin orang tua untuk mengunduh atau membeli game online atau film.
Selanjutnya ketiga, upayakan orang tua memasang software parental control untuk mengawasi anak. Keempat, tempatkan komputer di ruang atau area terbuka, lalu tulis aturan yang telah disepakati dan letakkan di dekat komputer. Kelima, jaga selalu komunikasi terbuka dengan anak. Keenam, jadilah role model bagi anak sebagai contoh yang baik dalam menggunakan gadget.
ADVERTISEMENT
Helyantini mengatakan, orang tua seringkali tidak menyadari bahwa dirinya pun selalu menggunakan gadget setiap saat. Kalau orang tuanya saja tidak dapat lepas dari gadget, maka anak pun akan berperilaku sama dengan orang tuanya. Oleh sebab itu, orang tua perlu mengubah sikapnya agar dapat menjadi contoh yang baik untuk anak dalam menggunakan teknologi.
Selain itu, orang tua juga perlu mendampingi anak dalam mengantisipasi risiko cyberbullying dengan membangun rasa peka anak terhadap ancaman cyberbullying. Kemudian, orang tua dapat membantu anak mengelola risiko cyberbullying di media sosial dengan membimbing anak untuk mengetahui nilai dan kekuatan mereka. Yang paling penting, orang tua harus melatih keberanian anak untuk berani melapor setiap bentuk tindakan cyberbullying.
Anak juga memerlukan dampingan untuk belajar menolak, menghilangkan, mengabaikan, dan tidak meneruskan konten negatif yang diterimanya. Orang tua dapat mengarahkan anak untuk tidak membalas dan menulis komentar yang sama negatifnya sebagai respons. Lebih baik block dan laporkan komentar negatif yang ada.
ADVERTISEMENT
Kemudian, orang tua harus tahu bahwa anak juga memerlukan istirahat sejenak beberapa waktu dalam menggunakan media sosial. Tindakan terakhir yang dapat dilakukan untuk mengatasi cyberbullying adalah orang tua dapat melaporkan ke kolom pengaduan atau ke mana pun yang mempunyai kapasitas untuk menindak lanjuti cyberbullying.
Selanjutnya, untuk mengatasi body image negatif yang diterima anak, pertama-tama orang tua harus belajar mengenal body image terlebih dahulu. Setelah itu, dampingi anak saat ia gelisah tentang body image-nya. Diskusikan dengan anak alasan dan latar belakang mengapa ia memilih foto dirinya untuk dipublikasikan. Dampingi anak remaja kita untuk bijaksana dalam mendukung atau menentukan sikap atas sesuatu, misal terkait klik “like” pada ujaran, postingan gambar ujaran kebencian atau provokasi pada pihak tertentu.
ADVERTISEMENT
Yang terakhir, orang tua dapat mengajarkan anak untuk dapat mencintai diri sendiri. Ubah cara berpikir anak bahwa, yang baik mengenai body image atau citra diri itu bukan dari segi cantik atau tampan, melainkan dari segi bersih dan sehat. Kemudian, penting juga menyadarkan anak untuk memberi kasih sayang kepada dirinya sendiri. Banyak anak yang tidak dapat menyayangi diri sendiri karena selalu membandingkan diri mereka dengan orang lain, sehingga mereka hanya berfokus pada kekurangannya daripada kelebihannya.