Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dua Rasa dalam Satu Hari
31 Mei 2022 13:01 WIB
Tulisan dari Andini Putri Nurazizah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masa sekolah dasar adalah masa-masa terindah setiap anak-anak yang pernah mengalaminya. Belajar dan bermain bersama teman tanpa beban. Setiap kegiatan sederhana yang dilakukan pasti membuat jiwa berseru senang, menjadikan itu sebagai hari yang paling dinantikan dan terus dikenang.
ADVERTISEMENT
Tapi tidak semua hari semasa sekolah dasar itu menyenangkan, pasti ada hal lainnya yang membuat kita teringat sampai tua nanti.
Akhirnya hari yang kutunggu telah tiba. Di Jumat pagi yang cerah, aku dibantu dengan ibu tengah bersiap-siap menuju tempat untuk menuntut ilmu. Tepatnya di salah satu sekolah dasar negeri yang berada di daerah Jakarta Barat.
Ibu dengan telaten memakaikanku baju kebaya khas Betawi berwarna merah muda, yang senada dengan kerudung dan tasku. Setelah tak lupa berpamitan dengan ibu, seperti biasa pagi ini aku diantar oleh ayah menuju sekolah.
Hiruk pikuk suara teman-temanku menyambutku bersamaan dengan langkahku memasuki kelas. Di sana teman-temanku sedang asik memamerkan pakaian mereka masing-masing, berceloteh jika baju mereka jauh lebih bagus dibanding dengan yang lain.
ADVERTISEMENT
Tidak ada yang beda dari hari-hari sebelumnya, hari ini pun kami tetap belajar seperti biasa. Bedanya hanya pakaian yang kami kenakan. Jika di hari Jumat sebelumnya kami memakai baju muslim, tetapi sekarang kami serta para guru memakai baju daerah khas Betawi. Kalau kata Ibu Guru hal tersebut dilakukan mengikuti peraturan pemprov DKI Jakarta.
Tak terasa bel pulang sekolah berbunyi, tanda jika menuntut ilmu hari ini berakhir. Kami dengan semangat membereskan buku dan peralatan tulis lainnya kedalam tas, tidak lupa kami juga berdoa yang dipimpin oleh ketua kelas. Matahari yang tepat di atas kepala, tidak menyurutkan semangatku untuk pulang berjalan kaki, bersama temanku yang bernama Ananda, yang kebetulan rumahnya searah denganku.
ADVERTISEMENT
Sepanjang perjalanan kami terus membicarakan tentang hari ini yang begitu sangat menyenangkan. Tak lupa kami juga saling bercanda khas anak sekolah dasar, yang gampang tertawa hanya dengan kata-kata sederhana. Dan dari candaan itu pula, tidak terasa kami berdua berpisah ke jalan yang berbeda menuju rumah masing-masing.
Awalnya tidak ada yang aneh sepanjang aku berjalan sendiri, sampai akhirnya aku melihat seorang pria dari kejauan berdiri di seberang jalan yang sama dengan yang aku lewati. Pria itu memiliki ciri-ciri berkulit putih, tinggi, berperawakan Cina, dan lengkap dengan kemejanya, yang menurutku seperti pekerja kantoran.
Entah ini sebuah kejaiban atau tidak, secara tiba-tiba aku berinisiatif untuk berjalan di sisi seberang jalan lainnya agar tidak berpapasan dengan pria misterius tersebut. Setelah melewatinya, aku merasakan jika ada yang mengikutiku dari belakang.
ADVERTISEMENT
Dan benar saja, ketika aku menengok kebelakang, ternyata pria yang ku lewati tadi tepat di belakangku sedang mengikuti dengan langkah cepat. Untuk memastikan kembali aku mencoba untuk menengok lagi kebelakang, dan pria misterius itu masih saja mengikutiku.
Bedanya kali ini dia mencoba untuk berpura-pura menelepon, seakan ada yang baru saja meneleponnya. Seketika aku merasakan lemas di sekujur tubuhku, tidak tahu harus bagaimana untuk meloloskan diri.
Kejadian itu semakin mencekam karena suasana siang itu yang sangat sepi. Tidak ada satu pun orang yang melewati jalan tersebut, kecuali aku dengan si pria misterius.
Walaupun tubuhku lemas, aku tetap menguatkan diri untuk terus berjalan cepat. Saking takutnya aku terus merapalkan doa dalam hati, berharap ada orang lain yang melewati jalan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dengan sisa tenaga yang ada, akhirnya aku melihat sebuah cahaya terang di depanku. Ada sebuah gang yang menjadi tanda jika rumahku sudah dekat.
Buru-buru aku berhitung dalam hati, dan dalam hitungan ketiga aku pun berlari sekuat tenaga. Dengan napas yang terpenggal-penggal, aku bersyukur karena berhasil lolos dari kejaran pria misterius itu
Yang lebih menyeramkannya lagi, saat berbelok menuju gang, aku melihat melalui ekor mataku pria misterius itu berhenti berlari dengan wajah kesalnya, bersamaan dengan napasnya yang terpenggal-penggal. Seakan telah gagal dalam menangkap mangsanya.
Hari ini menjadi hari teraneh sekaligus pembelajaran penting yang aku alami. Perasaan senang sekaligus takut mendatangiku dalam satu hari ini. Senang karena memakai baju khas Betawi bersama teman-temanku, dan takut karena dikejar-kejar pria misterius. Serta pembelajaran penting untuk tetap waspada di mana pun berada, apalagi di tempat yang sepi.
ADVERTISEMENT
Sempat berpikir kembali bagaimana nasibku jika saja aku tidak lari dan menyadari lebih awal jika ada yang mencurigakan dari pria tersebut. Sampai sekarang aku pun bingung siapa sosok pria itu. Apakah dia penculik atau bukan?