Suatu Hari di Kebun Raya Bogor

Andini Putri Nurazizah
Hai.. Namaku Andini Putri Nurazizah, biasa dipanggil Andini. Profesi sekarang adalah seorang mahasiswa aktif semerter 4 di Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
31 Mei 2022 14:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andini Putri Nurazizah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi suasana Kebun Raya Bogor. Sumber foto : Andini Putri Nurazizah.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi suasana Kebun Raya Bogor. Sumber foto : Andini Putri Nurazizah.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Serangkaian kendaraan beroda besi itu melaju cepat diiringi bunyi klakson yang menggelegar. Dalam sekejap mata, kereta itu berhasil menembus cahaya mentari pagi dengan langkah gagahnya. Hari itu langit seakan tersenyum cerah, membawaku bersama kelima temanku melangkahkan kaki masuk ke dalam kereta.
ADVERTISEMENT
Kebun Raya Bogor menjadi tujuan destinasi wisata yang ingin ku kunjungi bersama teman-teman. Bermodalkan maps di telepon seluler, kami nekat pergi ke sana demi mencari sebuah kesenangan dan foto untuk dijadikan kenang-kenangan.
Suasana di dalam kereta sangat ramai, sampai-sampai banyak orang yang akhirnya berdiri karena tidak mendapatkan tempat duduk. Begitu pun aku dan teman-temanku, pengalaman pertamaku naik kereta benar-benar di luar dugaan. Kupikir aku akan menikmati perjalanan sambil duduk melihat pemandangan dari jendela.
Banyak pemandangan menyedihkan yang kulihat di dalam kereta. Ibu yang membawa anak, serta para lansia yang banyak berdiri, padahal sebagian dari mereka yang mendapat tempat duduk bisa dikatakan adalah para anak muda.
Nyatanya kami berdiri di kereta hingga tiba ditujuan akhir stasiun Bogor. Perjalan panjang dan sangat melelahkan tersebut, masih berlanjut dengan berjalan kaki. Menurut maps yang kami liat, butuh sekitar 1,6 km untuk sampai ke Kebun Raya Bogor.
ADVERTISEMENT
Akhirnya setelah berjalan cukup lama, kami sampai juga ke tempat yang kami tuju, Kebun Raya Bogor. Tapi sepertinya nasib berjalan kaki kami masih terus berlanjut. Untuk menikmati tempat tersebut, kami harus berjalan kaki menelusuri setiap pemandangan yang ada di sana, sekaligus mencari tempat yang sering dijadikan foto untuk instagram.
Seperti olahraga mata, sepanjang jalan kami dimanjakan dengan pemandangan hijau di kanan dan kiri yang kami lalui. Telinga pun tidak mau kalah, terdengar sebuah percikan air sungai, yang terdengar harmonis. Perjalanan semakin tidak terasa karena kami bercanda dengan riangnya.
Dalam perjalanan itu pula ada satu kejadian yang sangat menakutkan. Seorang pria asing dengan sengaja memfoto temanku yang tepat berdiri disampingnya. Buru-buru temanku langsung menjauh untuk menghindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Beruntungnya orang tersebut tidak lagi terlihat, dan kami bisa berjalan kembali dengan tenang.
ADVERTISEMENT
Dari kengerian itu, akhirnya kami sampai juga di tempat yang kami tuju untuk berfoto-foto. Karena kelelahan, ada sebagian dari kami yang memutuskan untuk makan, dan beristirahat di hamparan rumput yang luas.
Kami tidak henti-hentinya bercanda ria, sambil memikirkan apa yang akan kami lakukan ke depannya ketika lulus dari masa putih abu-abu. Mulai dari kampus impian, tempat kerja dengan gaji yang besar, hingga menerka-nerka siapa dari kami berenam yang akan menikah duluan.
Saat dirasa puas, kami akhirnya memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki, melewati jalan yang sedari awal kami lalui. Rasanya kakiku sudah tidak terasa lagi saking tebalnya, karena berajalan cukup jauh.
Seperti tak direlakan untuk pergi, langit di sana tiba-tiba saja mendung dan hujan dengan sangat lebatnya. Karena tidak ingin pulang terlalu malam, kami memutuskan untuk menerobos guyuran hujan menuju stasiun.
ADVERTISEMENT
Seperti dejavu, susana dalam kereta di padati lautan manusia yang ingin pulang ke rumah masing-masing. Saking padatnya, ada seorang ibu yang tiba-tiba saja jatuh lemas terduduk karena kakinya keram. Hal itu terjadi karena ibu itu tidak mendapat tempat untuk duduk.
Rasanya kepalaku ingin pecah karena pusing dengan suasana kereta yang padat, ditambah lagi karena aku menerobos hujan . Dalam hati aku bergumam “Ayo harus kuat”, mensugesti diri sendiri agar tetap kuat berdiri sampai stasiun tujuan.
Langit gelap sudah menyapa kami ketika sampai di stasiun tujuan, Kebayoran Lama. Dengan langkah lemas kami pulang ke rumah masing-masing, dengan memesan ojek online. Hari itu menjadi perjalanan terjauh dan pengalaman terbaik yang aku alami bersama orang-orang yang kusayangi.
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan yang panjang itu juga ada pesan yang aku ambil dan jadikan kebiasan saat menaiki kendaraan umum. Tentang bagaimana kita yang muda, sehat jasmani dan rohani, untuk saling mengalah dan peduli, demi orang lain yang lebih membutuhkan daripada kita.