Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dari Ruang Diskusi ke Realitas Aksi
4 Agustus 2021 14:42 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Andrias Pujiono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kemarin malam, saya mendapatkan flyer sarasehan tentang bagaimana membangun lembaga pendidikan yang mandiri dan terbuka. Sebagai seseorang yang bergelut dalam dunia pendidikan, hal itu adalah tema yang menarik untuk digumuli. Tetapi sayangnya, pada hari tersebut saya sedang mengajar hingga jam 8 malam. Oleh karena itu saya minta izin tidak bisa mengikuti kegiatan tersebut.
ADVERTISEMENT
Setelah selesai mengajar, saya pulang dan sampai di rumah hampir setengah sembilan malam. Iseng, saya membuka zoom meeting menggunakan link yang dibagikan kemarin, dan ternyata sarasehan belum berakhir. Saya masih bisa mendengarkan beberapa usulan dan diskusi yang menarik. Yaitu tentang bagaimana melibatkan masyarakat dalam komunitas kami, untuk menjadi orang tua asuh (OTA) bagi anak-anak kurang mampu. Dan tentang bagaimana menyediakan asrama bagi anak-anak yang membutuhkan dari luar kota kami.
Moderator mengapresiasi berbagai ide, masukan dan kegiatan diskusi yang sangat menarik. Namun dalam sarasehan tersebut belum dapat mengambil suatu keputusan apa pun. Terkait aksi konkret. Walaupun ada dorongan dari beberapa anggota sarasehan untuk aksi nyata. ‘mari kita lakukan saja, mari kita mulai’. Namun moderator berjanji hal itu akan dibawa ke forum yang lebih tinggi untuk di musyawarahkan. Intinya sabar dulu, ada proses yang perlu dilewati.
ADVERTISEMENT
Kegiatan sarasehan akhirnya ditutup dengan berdoa. Doa-doa dinaikkan terkait kemajuan lembaga pendidikan kami, agar pandemi segera usai, dan juga untuk teman-teman yang sedang isolasi mandiri supaya lekas pulih.
Seperti biasa, ada sesi foto sebelum pertemuan virtual tersebut bubaran. Saya diminta untuk mengambil foto melalui laptop. Ini merupakan akhir dari seluruh rangkaian kegiatan sarasehan. Beberapa orang meminta izin meninggalkan ruang zoom meeting.
Tetapi, setelah bertegur sapa, ada beberapa orang tetap bertahan untuk memantik diskusi lanjutan. Saya sempat keluar dari room meeting, karena berpikir host akan mengakhirinya. Tetapi salah satu teman mengirimkan tautan zoom meeting dan mengundang saya untuk bergabung ke diskusi lanjutan tersebut.
Setelah masuk melalui tautan yang dibagikan kawan tadi, ternyata diskusi sudah berjalan cukup seru. Menurut saya, tak kalah seru dengan diskusi di sarasehan sebelumnya. Salah seorang ibu dari kami sharing tentang pengalamannya membentuk komunitas orang tua asuh untuk anak-anak kurang mampu. Syarat penting dari gerakan OTA yang ia dan teman-temannya lakukan adalah harus ada orang yang mau keliling ‘mengingatkan’ kesanggupan dari OTA tiap bulannya. Sederhana pikir saya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dari berbagi kisah tersebut, si ibu mengingatkan bahwa berapa jumlah yang diberikan jangan jadi halangan. Semampunya saja, karena ini hanya bukan soal jumlah donasi, tetapi lebih kepada banyaknya orang yang memberi. Misalnya, walaupun hanya 10 ribu, jika ada banyak orang yang jadi OTA maka jumlah uang yang terkumpul akan cukup besar. Beliau juga mengingatkan bahwa kebaikan seperti OTA ini harus menjadi kebaikan lintas iman, suku, budaya dan lain sebagainya.
Nah, di sela-sela berbagi kisah tentang gerakan OTA tadi. Si ibu juga menceritakan tentang temannya yang melakukan kebaikan dengan berbagai sayuran atau makanan kepada yang membutuhkan. Simpel, katanya. Cukup buat tempat untuk mengantungkan makanan atau sayuran yang akan dibagikan. Selain itu, teman tersebut juga menyediakan tempat untuk orang lain ikut berpartisipasi. Yaitu dengan turut mengantungkan makanan atau sayuran untuk dapat diambil oleh orang-orang yang membutuhkan.
ADVERTISEMENT
Bagus itu, keren itu, sahut salah satu teman diskusi kami. Yuk kita juga lakukan! Apalagi di masa pandemi ini, pasti banyak orang yang akan tertolong dengan hal tersebut. Di mana, dan kapan dimulai adalah hal yang membuat diskusi kami semakin seru. Akhirnya, diputuskan untuk survei atau mencari tempat. Yaitu tempat di mana tingkat orang kurang mampunya cukup tinggi, sehingga lebih tepat sasaran. Sesegera mungkin ya. Setelah ada tempat yang cocok, kita mulai, kata salah seorang dari kami.
Lalu, salah satu dari kami kembali mengajak untuk mendiskusikan tentang rencana gerakan orang tua asuh. Beberapa dari kami setuju bahwa hal ini harus segera direalisasikan. Kita mulai dari beberapa orang dari kami dan menyasar beberapa siswa kurang mampu. Kita mulai saja dulu, tegas salah seorang dari kami.
ADVERTISEMENT
Kemudian salah seorang bapak di dalam diskusi mengusulkan segera menunjuk teman yang kredibel dan kompeten untuk mengelola keuangan OTA ini. Dari menyiapkan rekening bank, penyaluran uang dari OTA dan juga membuat laporan kepada para OTA. Transparansi akan menjadi bagian vital dalam pengelolaan uang gerakan ini. Hal itu pun langsung disetujui oleh semua anggota diskusi. Dan dua tiga hari ke depan, diharapkan kegiatan ini harus di mulai.
Itulah cerita kami tentang diskusi yang tidak hanya sekadar diskusi. Sebuah diskusi seharusnya menjadi kegiatan yang memantik aksi. Sebuah aksi nyata yang turut memecahkan masalah sosial di negeri ini. Bukan simpati verbalistis yang hanya memuaskan ego sendiri. Semangat kami hanya ingin berbagi, sebisa mungkin dengan apa yang kami miliki.
ADVERTISEMENT
Masih teringat di ingatan saya tentang kata-kata salah satu teman kami. Intinya begini “Jika berbagi harus menunggu kaya, seperti apa ukuran kaya mu itu? Nggak usaha menunggu 'kaya. Berbagilah, seberapa pun kamu mampu." Saya sangat setuju dengan kata-kata tersebut.
Sebagai penutup, saya mengutip salah satu kata-kata bijak berikut. “Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya”. Jangan banyak diskusi dan musyawarah, “just do it” saja. Diskusi oke, tapi jangan mandek hanya di ruang diskusi ya, jadikan aksi sebagai buah dari diskusi-diskusi kita.