Dikotomi Pekerjaan dalam Masyarakat Indonesia

Andrias Pujiono
Dosen di Sekolah Tinggi Teologi Syalom Bandar Lampung
Konten dari Pengguna
15 September 2021 21:28 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andrias Pujiono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. Sumber: Jed Owen at unsplash.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Sumber: Jed Owen at unsplash.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pekerjaannya apa pak? "Oh hanya petani mas. Saya biasanya menanam padi, jagung, dan kadang-kadang singkong juga." Pekerjaannya apa bu? "Oh hanya ibu rumah tangga mas. Ya, mengurus suami dan anak-anak." Pekerjaannya apa mas? "Saya cleaning service di rumah sakit pak. Saya biasanya menyapu dan mengepel lantai." Dari gestur dan kata-kata, mereka tampak kurang percaya diri dengan pekerjaan yang dijalani.
ADVERTISEMENT
Di lain pihak, ada orang-orang yang terlihat percaya diri dengan pekerjaannya. Biasanya, ketika bekerja, mereka memakai kemeja dan dasi, celana panjang, sepatu, atau memakai setelan baju safari. Jika ditanya, mereka menjawab dengan mantap dan percaya diri. Saya seorang manajer , PNS di pemerintah daerah, karyawan BUMN dan lain sebagainya.
Masyarakat kita suka mengelompokkan jenis pekerjaan mana saja yang 'besar' dan pekerjaan 'kecil'. Banyak orang dewasa akan senang jika mendengar anaknya atau anak kecil lain memiliki bercita-cita tentang jenis pekerjaan tertentu. Misalnya, dokter, guru, pilot, tentara, pilot, pengusaha dan sejenisnya.
Pekerjaan dengan seragam rapi dan bersih, sedikit berkeringat, dan mendapatkan gaji besar adalah pekerjaan ‘besar’. Paling tidak didambakan oleh para orang tua mereka. Sebaliknya, para orang dewasa akan mengerutkan dahi jika mendengar seorang anak sekadar ingin jadi petani atau ibu rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Pekerjaan berkaitan dengan tugas apa saja yang wajib kita lakukan. Biasanya juga dikaitkan dengan pendapatan yang diperoleh seseorang ketika mengerjakan suatu pekerjaan.
Masyarakat kita sering membuat dikotomi dari berbagai jenis pekerjaan. Pekerjaan besar dan kecil. Jenis pekerjaan yang 'besar', biasanya berkaitan hasil atau gaji yang besar, berpakaian rapi dan bersih, dan banyak menggunakan otak daripada otot. Jenis pekerjaan 'kecil', biasanya gajinya kecil, cenderung kotor (keringat dan debu) dan mengandalkan otot daripada otak.
Apakah pekerjaan hanya dilihat dari dua kategori di atas? Berpenghasilan besar atau kecil, bersih atau kotor, menggunakan otak atau otot? Adakah cara lain untuk memandang suatu pekerjaan? Ada, mari kita melihat pekerjaan dari lensa yang lain.
Tidak peduli apakah anda seorang direktur atau seorang tukang bangunan. Apakah anda berpakaian rapi, wangi dan mendapatkan gaji besar. Atau dalam bekerja, anda berpakaian biasa, kotor, bau keringat dan berpenghasilan sesuai Upah Minimum Kota (UMK) . Yang terpenting adalah bagaimana anda memenuhi tugas kewajiban anda sebagai seorang pekerja.
ADVERTISEMENT
Pekerjaan ‘besar’, ditentukan oleh cara anda melakukannya. Apakah dengan dedikasi atau asal-asalan? Dengan ketulusan atau keterpaksaan? Berorientasi pada diri sendiri atau kepada orang lain?
Seorang pegawai dengan setelan baju safari, wangi dan mengendarai sebuah mobil. Ia datang terlambat, dan setelah sampai di kantor ia hanya terlihat 'sibuk'. Dia ‘sibuk’ karena dilihat atasan. Padahal, dia lebih banyak bermain media sosial daripada bekerja. Baginya, yang penting datang ke kantor dan terlihat sibuk. Itu cukup baginya. Untuk pekerjaan yang tidak selesai, tenang ada si junior yang pasti 'mau' membantu. Hal yang dia tunggu-tunggu adalah waktu gajian dan pulang kantor.
Bandingnya seorang cleaning service di tempat yang sama dengan si pegawai di atas. Dia datang pagi-pagi, membersihkan semua ruangan, menyediakan minuman, semua beres sebelum para karyawan lain datang. Ia pun bersikap ramah kepada semua orang. Sebelum pulang ia akan memastikan bahwa tugasnya selesai. Bahkan, tak jarang ia membantu teman sekantor yang membutuhkan bantuan.
ADVERTISEMENT
Pekerjaan ‘besar’ berkaitan dengan tujuan utama seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Apakah hanya karena untung atau gaji, atau karena cinta? Berikut ini contohnya.
Seorang pengusaha di bidang pertanian pergi ke ladang mengendarai mobil. Ia menanam berbagai sayur-sayuran berhektar-hektar luasnya. Untuk membuat hasil panen bagus, ia menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Ia tidak peduli dengan kandungan kimia yang berbahaya dalam sayurannya. Yang penting, sayurannya tampak ‘bagus’ dan laku di pasaran. Untung besar.
Bandingkan dengan pak tani yang ke ladang menggunakan sepeda motor. Berangkat pagi-pagi, menggunakan pupuk organik untuk penyubur, dan menjual sayurannya dengan harga yang terjangkau. Ia ingin orang di sekitarnya menikmati sayuran sehat dan terjangkau. Namun, secara materi dia tetap untung. Namun keuntungan terbesarnya adalah melihat orang lain menikmati makanan organik dan bertubuh sehat.
ADVERTISEMENT
Pekerjaan, harus dinilai dari dua lensa baru di atas, yaitu bagaimana melakukannya dan tujuannya. Pekerjaan harus dikerjakan dengan kesungguhan, tidak setengah-setengah. Dikerjakan dengan ketulusan, tidak pura-pura sibuk, tetapi benar-benar sibuk yang bermanfaat.
Pekerjaan besar dilakukan dengan cinta. Bekerja karena ingin menciptakan kebaikan bagi orang lain. Ia tidak mengusahakan keuntungan diri semata, tetapi juga keuntungan dan kesejahteraan orang lain. Bahkan keuntungan terbesarnya diukur dari seberapa besar kesejahteraan orang lain karena pekerjaannya.
Dengan dua lensa tadi, akan banyak orang lebih menghargai pekerjaan-pekerjaan yang dipandang ‘kecil’. Menghargai semua jenis pekerjaan. Dan pula, banyak orang akan lebih sadar bahwa pekerjaan ‘besar’ itu tidak melulu tentang gaji besar dan posisi tinggi. Tetapi tentang bagaimana melakukannya dan tujuan dalam bekerja.
ADVERTISEMENT
Dengan lensa baru tersebut, banyak orang akan lebih tertarik tentang kesungguhan, ketulusan dan cinta dalam bekerja. Daripada jenis pekerjaan itu sendiri. Bukan sekadar penampilan yang bersih dan rapi, atau banyaknya uang yang di bawa pulang. Tapi dilihat dari kepuasan dan manfaatnya bagi manusia dan alam semesta.
Suatu hari nanti, orang akan dengan percaya diri mengatakan saya petani, ibu rumah tangga atau cleaning service. Saya petani yang memproduksi sayuran sehat dan terjangkau. Saya ibu rumah tangga, yang mengelola rumah dengan baik, dan membesarkan anak-anak yang cerdas dan berakhlak. Saya seorang cleaning service, yang membuat kantor bersih, tertata rapi, dan nyaman.