Resensi Buku Rahvyana: Aku Lala Padamu Karya Sujiwo Tejo

Andre Putra Nugroho
Mahasiswa Universitas Pamulang.
Konten dari Pengguna
27 November 2022 14:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andre Putra Nugroho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto : Andre Putra Nugroho
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto : Andre Putra Nugroho
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Itu adalah salah satu komentar seorang jurnalis dan founder Narasi yaitu Najwa Sihab. Tidak hanya Najwa Sihab saja yang berkomentar tentang buku ini, salah satunya, Butet Kartaredjasa, aktor alias pengecer jasa akting, begitulah sebutan yang diberikan Mbah Tejo. Butet berkomentar “Unik dan autentik. Serba tidak terduga, tapi mengandung kebenaran. Mengejutkan sekaligus menyegarkan.”
Dari semua komentar di atas, saya setuju dengan pendapat mereka tentang buku ini. Buku Rahvyana ini lebih tepatnya, buku yang menceritakan isi surat Rahwana ditujukan kepada Sinta, dan dibalut dengan nuansa moderen. Saya tertarik dengan buku ini, karena berbeda dari novel yang biasa saya baca. Yang membuatnya beda yaitu, dari konsep cerita dan tokohnya.
Buku ini mampu menceritakan kisah pewayangan dengan gaya dan sudut pandang yang berbeda. Hampir semua bagian berisi surat-surat bernada mesra yang dikirimkan oleh Rahwana untuk wanita pujaannya, Sinta. Gaya penulisannya yang nyeleneh pun menjadi salah satu daya tariknya. Kata-kata nyentrik yang cenderung seperti konten dewasa tak lupa dihadirkan.
ADVERTISEMENT
Seperti yang saya jelaskan di atas. Buku ini mengisahkan perjalanan cinta dari sudut pandang Rahwana sebagai tokoh antagonis. Memang, di dunia serba melek informasi ini, batasan antara sisi protagonis dan antagonis menjadi pemahaman yang tak lagi saklek. Yang jahat bisa mengandung sisi baik, begitu pula sebaliknya. Mungkin, itu yang coba diterangkan oleh karya Mbah Tejo.
Rahwana yang seorang dasamuka ini jatuh cinta pada titisan Dewi Widowati. Kelak, Dewi Widowati akan menitis pada Dewi Sukasalya dan Dewi Citrawati, lalu bermuara di Dewi Sinta. Dewi Sinta pujaannya, ingin dibawanya ia ke istana Rahwana, Kerajaan Alengka. Setelah pertemuan pertama mereka di Candi Borobudur, Rahwana tak bisa untuk melupakan. Alkisah rupanya Sinta senang bepergian, keliling dunia. Lawwamah, Mutmainah, Supiah, dan Amarah, mereka saudara Rahwana sekaligus juri dalam hidupnya. Memberi nasehat-nasehat yang terkadang membuat Rahwana terlena.
ADVERTISEMENT
Sinta, aku terlalu demam rindu sampai terbawa mimpi, walau tak bisa kuingat bagaimana bermulanya. Atau jangan-jangan aku hanya tak berani mengingat bahwa yang kamu ucapkan adalah cintamu yang penuh cacat padaku? Bagaimana aku menyikapinya Sinta? Ucap Rahwana.
Aku tak berani mengenang kata-kata itu, Sinta. Ah...Sinta, kau tak pernah membalas surat-surat dariku, walau suatu ketika kau membalasnya dan datang menemuiku di gubukku, itu saja sudah cukup. Betapa senangnya aku saat itu. Sinta, dewiku, kekasihku. Lalu ingatkah kau pada Trijata, Sinta? Betapa berjasanya dia yang telah merawatmu ketika di Alengka. Kata-kata Rahwana mengalir begitu derasnya. Trijata adalah putri sulung Arya Wibisana, dari Kerajaan Alengka dengan Dewi Triwati, seorang hapsari keturunan Sanghyang Tay. Nantinya Trijata akan bersuamikan Hanuman, kera yang setia bersama Rama. Di sela waktu, ketika Trijata belum tidur. Kadang Rahwana bercerita dengan Trijata dan melukiskan betapa surgawinya Sinta. Rahwana begitu mengagung-agungkan Dewinya itu, dengan segala perumpamaan.
ADVERTISEMENT
Unik, menarik, kocak, dan mengharukan. Ketika saya membaca buku ini, saya medapatkan banyak sekali informasi. Banyak sekali informasi tentang kisah-kisah cinta, tidak hanya dunia perwayangan saja, tapi dunia barat pun juga ada, seperti kisah Romeo dan Juliet. Tidak hanya itu, banyak sekali tokoh-tokoh terkenal yang disebutkan dalam buku ini, dan dibalut dengan kocak ciri khas Mbah Tejo, tokoh dunia antara lain John Lennon, Victor Hugo, dll.
Membaca buku ini sama halnya memperbanyak kosa kata baru. Banyak kosa kata yang jarang dipakai pada umumnya, dicampur dengan gaya bahasa Mbah Tejo yang sangat nyeleneh, membuat buku ini menarik untuk dibaca. Dengan membaca buku ini, saya semakin tahu banyak tentang kisah-kisah, ataupun informasi yang terdapat pada buku ini.
ADVERTISEMENT
Kekurangan dari buku ini mungkin, tidak cocok untuk orang yang berharap ceritanya sama dengan epos Ramayana. Karena di dalam buku ini sangat berbeda dengan epos Ramayana yang sering kita dengar kisahnya. Seperti yang saya singgungkan di atas, gaya bahasanya sedikit rumit bagi orang awam, banyak sekali kosa kata yang jarang sekali kita temui di buku-buku lainnya. Dan buku ini banyak sekali kalimat yang sangat dewasa untuk anak-anak.
Pada dasarnya, buku ini sangat cocok untuk orang-orang yang menyukai karya sastra. bagi kalian yang ingin membaca dengan pengalaman yang berbeda, buku inilah jawabannya. Dan bagi kalian yang ingin memperkaya kosa kata bahasa Indonesia, bacalah buku ini. Tidak hanya itu saja, selain mengetahui sejarah, yaitu penokohan wayang-wayang yang dikemas dalam masa modern. Juga selera humor yang ditiupkan dalang dalam beberapa kata pada buku Rahvayana ini, membuat lala (baca: tergila-gila) saja.
ADVERTISEMENT