Konten dari Pengguna

Multilingualisme “Bahasa Cina Surabaya” dalam Konsep “Habitus” Pierre Bourdieu

Andrea Zelina
English Language and Literature, Universitas Airlangga
8 Desember 2020 19:56 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andrea Zelina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Bahasa Gaul, "Bahasa Cina Surabaya" sebagai Habitus

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernahkah kalian mendengar istilah “Bahasa Cina Surabaya”? Kalimat dengan bahasa ini biasa muncul dalam percakapan. Penguasaan akan banyak bahasa memungkinkan seseorang untuk mencampur-aduk mereka ketika berbicara. Alasannya sederhana, bisa jadi karena ia terbiasa berbicara menggunakan lebih dari satu bahasa, bisa juga karena ia tidak dapat menemukan kata yang tepat dari satu bahasa untuk menyampaikan pesannya. Apakah fenomena seperti ini dapat dikategorikan sebagai habitus?
ADVERTISEMENT
Mengenal Habitus
Pierre Félix Bourdieu, lahir 1 Agustus 1930 di Denguin, adalah perumus konsep habitus. Pemikiran Bourdieu dipengaruhi oleh tokoh filsuf klasik, seperti Aristoteles, Marx, Ferdinand de Saussure, dan masih banyak lagi. Bourdieu juga didukung oleh pengalaman hidupnya. Pertama adalah melalui dirinya sendiri dan keluarganya, di mana ia terlahir di tengah keluarga sederhana dan kemudian berhasil meneruskan pendidikannya di perguruan tinggi dengan lingkungan borjuis. Kedua adalah pengalamannya di Aljazair ketika ia melalukan penelitian pada masyarakat Aljiers yang ia lakukan saat ia menjadi seorang asisten dosen.
Pierre Bourdieu, penggagas konsep Habitus. sumber thoughtco.com
Menurut Bourdieu, habitus merupakan suatu sistem melalui kombinasi struktur objektif dan sejarah personal, disposisi yang berlangsung lama dan berubah-ubah yang berfungsi sebagai basis generatif bagi praktik-praktik yang terstruktur dan terpadu secara objektif. Habitus terbentuk setelah manusia lahir dan berinteraksi dengan masyarakat dalam ruang dan waktu tertentu. Proses habitus seringnya tidak disadari dan tampil sebagai hal yang dianggap wajar bagi masyarakat. Bourdieu menyatakan: Habitus = structured structure —> structuring structure, yang artinya habitus sebagai struktur yang menstruktur sekaligus struktur yang terstruktur.
ADVERTISEMENT
Habitus, Capital, dan Arena
Konsep Habitus diikuti oleh dua gagasan lain yang saling berkaitan: capital (modal) dan arena (ranah). Modal dalam pengertian Bourdieu mencakup: modal ekonomi, modal budaya, modal intelektual, modal sosial, dan modal simbolik. Sedangkan arena merupakan ruang atau semesta sosial tertentu sebagai tempat agen sosial saling bersaing, misalnya arena pendidikan, arena politik, dan arena bisnis. Ketiga hal ini kemudian dirangkum oleh Bourdieu sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut:
Yang berarti: praktik dihasilkan dari relasi antara disposisi seseorang (habitus) dan posisi seseorang dalam suatu arena (modal), dalam keadaan permainan arena saat itu. Sederhananya, jika ingin berhasil dalam suatu arena, seseorang harus memiliki habitus dan modal yang tepat.
ADVERTISEMENT
“Bahasa Cina Surabaya” dan Habitus
“Bahasa Cina Surabaya” merupakan hasil kombinasi dari beberapa bahasa, Bahasa Indonesia, Bahasa Mandarin, dan Bahasa Inggris, ditambah dengan percikan Bahasa Jawa Timuran. Pengetahuan akan “Bahasa Cina Surabaya” tersebut didapat dari praktik interaksi sosial yang terjadi antar masyarakat, khususnya penduduk Surabaya. Ketika seseorang telah lama hidup di Surabaya, bukan hal yang aneh melihat sebagian penduduknya, terutama keturunan etnis Tionghoa, berbicara dengan lebih dari satu bahasa. Hal ini menjadi suatu kegiatan yang lumrah bagi pembicara juga pendengar.
Keluarga etnis Tionghoa. sumber chilihousesf.com
Meninjau kembali konsep Habitus, bahasa tersebut muncul tanpa disengaja dan tanpa dikehendaki. Sesederhana pembicara yang menyubstusi beberapa kata dengan kata lain dalam bahasa asing untuk menyampaikan pesan dengan lebih baik. Lingkungan hidup juga menjadi faktor pendukung seseorang untuk berbicara dengan “Bahasa Cina Surabaya” tersebut. Misalnya, pembicara berasal dari keluarga yang sebagian besar anggota keluarganya multilingual. Kebiasaan mulitilingualisme di rumah mendorong pembicara untuk kemudian bercakap dengan lebih dari satu bahasa pula. Pembicara bisa juga dikelilingi oleh teman-teman dengan kondisi sebagaimana contoh sebelumnya, yang menjadikannya terbawa arus dan menjadi terbiasa. Dari sisi pendengar, konversasi mulitilingual dapat didengar di mana saja di Surabaya. Jika pendengar tidak berada di lingkungan yang multilingual, besar kemungkinan pendengar mendapatkan pengalamannya di tempat-tempat umum seperti mal, kafe, kantor, dan sebagainya. Banyaknya pembicara yang menggunakan bahasa ini bersamaan dengan betapa mudahnya “Bahasa Cina Surabaya” ditemukan di segala keadaan semakin menguatkan potensi agar bahasa tersebut dimaklumi dan diterima secara luas.
ADVERTISEMENT
Multilingualisme dalam masyarakat. sumber republika.co.id
Tidak melupakan bahwa habitus erat kaitannya dengan konsep arena dan modal, maka muncullah pertanyaan: modal seperti apa yang dapat didukung oleh habitus ini dan arena yang bagaimana yang dapat menjadi tempat berperang? Ketika seseorang telah terbiasa menggunakan bahasa tersebut, ia tentu telah memahami bahasa yang terkombinasi dalam kalimat yang ia ucapkan. Dengan begitu, dapat dikatakan bawah orang tersebut adalah seorang multilingual. Di era modern ini, multilingualisme adalah sebuah skill yang diperlukan, mengingat banyaknya kerja sama global yang ingin dikembangkan. Maka dari itu, menjadi multilingual adalah sebuah modal intelektual. Modal intelektual ini kemudian dapat bertambah modal budaya jika dikelola dengan baik. Dengan habitus dan kedua modal tersebut, sesorang dapat memilih arena yang ingin dialami. Dalam arena pemdidikan, habitus dan modal tersebut dapat digunakan jika ingin menempuh pendidikan internasional. Atau dalam arena bisnis, habitus dan modal yang dimiliki tersebut dapat digunakan untuk memperluas jaringan dan sayap global.
ADVERTISEMENT
Konsep habitus sebagai inti tidak dapat berdiri sendiri. Habitus berkaitan erat dengan arena dan modal. Untuk berhasil dalam satu arena, seseorang harus memiliki habitus dan modal yang tepat untuk diterapkan dalam arena tersebut. Meski seseorang telah memiliki habitus dan modal yang cemerlang, apabila keduanya tidak digunakan di arena yang tepat, sulit baginya untuk berhasil dalam arena tersebut.
Andrea Zelina adalah mahasiswi semester 3 program studi Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Airlangga.