Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ridwan Kamil, Pilkada Jakarta, dan Sepakbola Nasional
19 September 2024 14:23 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Andreas Lucky Lukwira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Walikota Bandung sekaligus mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, saat ini sedang mengikut kontestasi Pilkada Jakarta.
ADVERTISEMENT
Ridwan Kamil maju kontestasi Pilkada Jakarta dengan modal mentereng, yakni membangun Bandung dengan sangat apik. Termasuk pengalaman memimpin provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di pulau Jawa.
Meski beberapa survei menunjukan elektabilitas Ridwan Kamil bukan yang tertinggi, namun hal tersebut seakan tidak jadi masalah ketika 2 nama dengan elektabilitas tertinggi di bursa gubernur Jakarta, Anies Baswedan dan Ahok, tidak mencalonkan diri. Belum lagi dukungan dari parpol Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.
Namun ada 1 ganjalan Ridwan Kamil di mata publik Jakarta, yakni stigma sebagai pendukung Persib Bandung yang telah terbangun selama ini, khususnya saat menjadi Walikota Bandung. Hal ini tentunya sulit diterima publik Jakarta, khususnya kalangan suporter Persija sebagai klub yang selama 1 dekade lebih menjadi wakil Jakarta di kancah sepakbola nasional. Dimana Persija memiliki riwayat rivalitas sengit dengan Persib Bandung. Sesuatu yang sebenarnya wajar di dunia sepakbola, semisal rivalitas Surabaya-Malang, Solo-Yogyakarta-Semarang, atau jika di Spanyol seperti rivalitas Madrid-Barcelona.
ADVERTISEMENT
Masih teringat tahun 2015 bagaimana Ridwan Kamil dengan jersey Persibnya turut hadir ke Gelora Bung Karno untuk mendukung Persib di final Piala Presiden. Dimana pada pertandingan tersebut Persib menjadi juaranya. Ridwan Kamil juga muncul di beberapa acara TV pasca Persib menjadi juara dan tentunya dengan jersey Persib juga.
Kondisi ini tentunya menempatkan Ridwan Kamil dalam posisi tidak populer untuk publik sepakbola Jakarta.
Ridwan Kamil bukan tidak sadar situasi tersebut, maka pada beberapa kesempatan Ridwan Kamil mencoba merubah stigma tersebut dengan mengatakan akan mencintai Persija.
Namun bagi para penggemar sepakbola, pernyataan akan mencintai Persija dari seorang penggemar Persib tentunya sesuatu yang aneh atau bahkan bisa dibilang tidak mungkin terjadi. Berbeda dengan pandangan politik, fanatisme sepakbola sulit untuk mengenal pindah dukungan, apalagi ke klub rival.
ADVERTISEMENT
Bahwa ada dedengkot suporter yang kelahiran atau bahkan berasal dari daerah rival, itu lain soal. Misalnya mantan KetuaJakmania, Ferry Indrasyarief, kelahiran Bandung, atau tokoh Bonek, mendiang Wastomi, yang kelahiran Malang. Namun Ferry maupun mendiang Wastomi tidak pernah memiliki sejarah mendukung Persib ataupun Arema. Sehingga mereka sangat mudah diterima di kelompoknya.
Maka pernyataan akan mencintai Persija dari seorang yang sudah memiliki riwayat mendukung Persib tentunya terdengar sangat lucu bagi para penggemar sepakbola, termasuk oleh Jakmania maupun supporter Persib.
Dalam wawancara di Setu Babakan 4 September 2024 lalu bahkan Ridwan Kamil sudah mulai tidak berkenan ditanyai terkait sejarah dan arah dukungan sepakbolanya (sumber: https://kumparan.com/kumparannews/rk-soal-hubungan-the-jak-bobotoh-butuh-komunikasi-jangan-politisasi-sepak-bola-23SUy9aZxZm/1 ).
Pernyataan konyol soal sepakbola dari Ridwan Kamil ternyata tidak hanya soal Persija-Persib, pada wawancara dengan Mata Najwa 30 Agustus 2024 lalu dirinya kembali membuat pernyataan salah terkait sepakbola. Pernyataan soal fanatisme sebagai penyebab terjadinya tragedi Kanjuruhan menuai reaksi negatif dari netizen. Situs berita Kompas.com sampai membuat artikel cek fakta yang kemudian menjawab ketidakakuratan pernyataan Ridwan Kamil, dimana fanatisme bukan sebagai penyebab tragedi Kanjuruhan (sumber: https://www.kompas.com/cekfakta/read/2024/09/10/121500282/cek-fakta--ridwan-kamil-sebut-tragedi-kanjuruhan-terjadi-karena ).
Sedikit tambahan, andai fanatisme menjadi alasan tragedi, seharusnya tragedi tersebut sudah terjadi sejak tahun 2004, saat stadion tersebut mulai digunakan PS Arema sebagai kandangnya. Dimana masa-masa tersebut, puncaknya sekitar tahun 2010, fanatisme Aremania sedang tinggi-tingginya untuk menyaksikan Arema di Kanjuruhan.
ADVERTISEMENT
Ridwan Kamil mungkin lupa bahwa dirinya pun berharap banyak dukungan dengan “memainkan” isu fanatisme sepakbola. Pernyataan akan berubah mendukung Persija contohnya, tentunya dengan harapan publik Jakmania akan bersimpati dan mendukungnya. Mundur lagi ke 2015, tampilnya Ridwan Kamil dengan jersey Persib tentunya memberi dukungan positif terhadap dirinya pada Pilkada Jabar 2018 dimana dirinya memenangkan suara warga Jabar, tempat dimana Persib begitu populer.
Dan soal Kanjuruhan Ridwan Kamil mungkin lupa postingannya di Instagram sesaat setelah kejadian dimana dirinya mengirim simpati mendalam untuk korban, namun hampir 2 tahun kemudian memberikan pernyataan yang justru menyudutkan korban. Apalagi dengan kata-kata “gara-gara Kanjuruhan”, tentunya sangat menyakitkan bagi pihak korban yang sampai saat ini masih berjuang mencari keadilan.
Ragam pernyataan-pernyataan Ridwan Kamil menempatkan Ridwan Kamil dari sosok yang dikenal paham sepakbola, menjadi sosok yang seakan tidak paham cara pandang masyarakat sepakbola.
ADVERTISEMENT
Ridwan Kamil perlu lebih bijak berkomentar soal sepakbola, utamanya soal fanatisme dan tragedi, agar tidak menuai kontroversi apalagi menimbulkan kekecewaan di pihak korban.